Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

3 Tahun Dilarang Pentas, Bagaimana Nasib Musisi Angklung Jogja?
3 Tahun Dilarang Pentas, Bagaimana Nasib Musisi Angklung Jogja?

3 Tahun Dilarang Pentas, Bagaimana Nasib Musisi Angklung Jogja?



Berita Baru, Daerah – Sudah hampir tiga tahun musisi angklung Jogja dilarang pentas di Malioboro. Pelarangan itu bermula dari adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) demi mengurangi penyebaran Covid-19 yang diperintahkan oleh Presiden Jokowi pada awal Januari 2021.

Walau kondisi sudah beralih ke new-normal, atau ekosistem masyarakat sudah pulih seperti sedia kala, musisi angklung Jogja tetap saja belum diberi hak untuk melakukan pentas. Tentunya, pelarangan tersebut berimbas ke ekonomi para personilnya. Terlebih, sebagian besar para personilnya menjadikan angklung sebagai tumpuan untuk menghidupi anak-istri mereka.

Di saat yang sama, band-band akustik sudah mendapat jatah untuk tampil di Malioboro. Pemerintah sudah membolehkannya. Padahal, band akustik dan musisi angklung sama-sama bergerak dalam bidang hiburan dan seni suara.

Beberapa musisi angklung Jogja terkenal seperti Carekhal dan Calungfunk yang sudah sedari dulu meramaikan Malioboro, mencoba untuk mengikuti tata aturan yang diberlakukan oleh Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Malioboro agar bisa kembali tampil, seperti dengan memberi tambahan gamelan dan tarian Jawa. Hal itu dilakukan karena Malioboro sebagai simbol dari Jogja, maka paling tidak ada dari beberapa budaya yang dilestarikan.

Institute Musik Jalanan (IMJ) yang ditunjuk sebagai kurator, dengan terang menyatakan jika grup Carekhal dan Calungfunk lolos seleksi. Mereka sudah memenuhi syarat yang dibuat dari UPT untuk tampil kembali di Malioboro. Namun hingga kini, belum ada surat dan tindak lanjut sehingga dua grup musisi angklung itu nasibnya digantung tidak jelas.

Audiensi dengan DPRD Kota Jogja, Nasib Grup Angklung Jogja Carekhal dan Calunfunk Masih Digantungkan

Personil musisi angklung Jogja Calungfunk dan Carekhal bersama LKBH Pandawa saat melakukan audiensi dengan Komisi D DPRD Kota Jogja (istimewa)
Personil musisi angklung Jogja Calungfunk dan Carekhal bersama LKBH Pandawa saat melakukan audiensi dengan Komisi D DPRD Kota Jogja (istimewa)

Pada hari Rabu (8/3), bersama dengan LKBH Pandawa, personil dari grup Carekhal dan Calunkfunk melakukan audiensi dengan Komisi D DPRD Kota Jogja. Mereka mengadukan perihal ketidakadilan yang mereka alami.

Lewat Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Jogja, Krisnadi Setyawan menyatakan jika pengelolaan Malioboro berikut instrumen seni, hiburan, dagangan, dll, semua itu berada di bawah naungan Kraton walau secara administrasi menjadi wewenangnya Komisi B dan Komisi D DPRD Kota Jogja.

“Meskipun secara cagar kebudayaan UPT itu berada dibawah Dinas Kebudayaan yang menjadi mitra di Komisi B DPRD DIY, hampir 90 % anggaran mereka itu dari dana keistimewaan Propinsi DIY. Sehingga secara kewenangan lebih ke propinsi,” tegas Krisnadi saat melakukan audiensi pada Rabu (8/3).

Terkait Institut Musik Jalanan, Krisnadi hingga kini masih belum tahu apakah lembaga tersebut perpanjang tanganan dari Kraton Jogja atau dari komunitas komersil.

“Memang saya masih menyelidiki, Institute Musik Jalanan itu lembaga pihak ketiga komersil atau komunitas atau gimana. Saya belum bisa memastikan IMJ ini termasuk lembaga di bawah naungan dana keistimewaan atau tidak.”

Krisnadi menambahkan, agar grup Carekhal dan Calungfunk setidaknya lebih adaptif dengan kondisi yang ada. Jika tidak bisa tampil ke Malioboro, paling tidak cari opsi lain seperti tampil di toko atau kafe.

“Saya kira, adaptasi menjadi penting. Yang sudah hari ini boleh, yang ada di toko atau kafe. Cara mencari nafkahnya berubah sedikit. Mengarahkan jasa pentas di kafe. Kami juga usahakan,” pungkasnya.