Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Didik J Rachbini: Buzzer yang Desak Presiden 3 Periode adalah Kecoak Demokrasi
Guru Besar Ilmu Ekonomi Politik Universitas Paramadina, Didik J Rachbini, memaparkan meteri dalam diskusi secara virtual, bertajuk ‘Dinamika Politik Menuju 2024: Apa Kata Big Data?’ Minggu (5/2). (Foto: Tangkap Layar)

Didik J Rachbini: Buzzer yang Desak Presiden 3 Periode adalah Kecoak Demokrasi



Berita Baru, Jakarta – Guru Besar Ilmu Ekonomi Politik Universitas Paramadina, Didik J Rachbini, menyebut buzzer-buzzer serta relawan tokoh politik yang terus mengkampanyekan perpanjangan jabatan presiden tiga periode sebagai kecoak dan merupakan hama demokrasi.

Didik menjelaskan, dalam demokrasi hanya terdapat empat pilar, yakni eksekutif, legislatif, yudikatif, hingga pers. Menurutnya kehadiran buzzer dan relawan ini juga belum ada di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan baru muncul di era kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi).

“Zaman SBY enggak ada, hanya periode ini kecoak-kecoak ini muncul, hama-hama demokrasi muncul dan hidup, dikasih genderang sama media juga,” kata Didik dalam sebuah diskusi secara virtual, bertajuk ‘Dinamika Politik Menuju 2024: Apa Kata Big Data?’ Minggu (5/2).

Menurut pendiri Continuum itu, para buzzer dan relawan itu menjadi alat untuk membentuk opini publik. Mereka yang disebut sebagai hama demokrasi ini yang menurutnya membuat rumah demokrasi Indonesia keropos.

Didik mengatakan, keberadaan buzzer dan relawan tak ada dalam pilar demokrasi. Ia lantas menyebut, mereka hanya berada di bawah karpet kekuasaan.

“Coba bayangkan, demokrasi itu kan trias politika dasarnya. Kuasa kehakiman, pemerintah, DPR. Ada civil society, ada media. Relawan tuh di mana? Enggak ada, dia tuh di bawah karpet, di sela-sela, lubang-lubang tikus itu. Itu yang meramaikan tunda pemilu, (jabatan presiden) tiga periode,” paparnya.

Ia menjelaskan keberadaan relawan, buzzer, atau tim sukses sebetulnya bukan hal yang salah. Mereka memang dibutuhkan, namun hanya untuk masa pemilu bukan saat-saat normal seperti sekarang.

“Lain kalau timses, itu kalau di masa pemilu. Ini di masa normal dia nempel di kekuasaan pemerintah menjadi alap-alap di bawah karpet. Dia bukan kementerian, bukan civil society seperti Muhammadiyah atau NU. Mereka ini alap-alap,” jelas Didik.

“Jadi kita demokrasinya tuh banyak tikus dan kecoak-kecoak, itu relawan itu. Saya berani katakan,” imbuhnya.

Tidak hanya itu, menurut Didik perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode justru berpotensi menggiring demokrasi Indonesia ke jurang.

“Ini berpotensi menggiring demokrasi ke jurang, dan ini permainan politik tingkat tinggi sampai alap-alap relawan,” ucap Didik.

Wacana jabatan presiden tiga periode sebelumnya sempat digaungkan oleh Relawan Jokowi-Prabowo (Jokpro). Mereka bahkan sempat mengklaim ada sinyal penerimaan wacana menjabat tiga periode dari Presiden Joko Widodo.

Bahkan mereka sempat mendorong MPR segera mengamandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 dan mengubah aturan soal masa jabatan maksimal presiden dari dua menjadi tiga periode.