Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini usai diskusi Perspektif Indonesia di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (30/3). (Foto: republika.co.id)
Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini usai diskusi Perspektif Indonesia di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (30/3). (Foto: republika.co.id)

Dewan Pembina Perludem Sarankan Petugas Lapangan pada Pemilu Sama Hingga Pilkada



Berita Baru, Jakarta – Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyarankan agar KPU dan Bawaslu tetap menggunakan petugas lapangan yang sama pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 hingga pelaksanaan Pilkada serentak di tahun yang sama.

Titi menilai bahwa petugas pelaksana lapangan untuk Pemilu dan Pilkada 2024, sebaiknya personilnya sama, yakni mulai dari tingkat PPK, PPS, KPPS, PPLN, KPPSLN, maupun panwaslu kecamatan, panwaslu desa/kelurahan, pengawas luar negeri, dan pengawas TPS.

Menurut Titi, hal itu selain untuk efisiensi, juga dalam rangka memudahkan mereka beradaptasi dengan teknis kepemiluan. Dengan keberlanjutan kerja, ia berharap mereka menjadi lebih terbiasa dengan tata cara, prosedur, dan mekanisme dalam pelaksanaan tahapan pemilu.

Namun, Titi tetap memandang perlu KPU dan Bawaslu tetap harus membekali dengan pelatihan, bimbingan teknis.

“Selain itu juga pembekalan terkait informasi kepemiluan yang memadai dan tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan sebagai penyelenggara dan pengawas pada tingkat lapangan,” kata Titi, dikutip dari republik.co.id, Jumat (8/4).

Ia yang pernah sebagai Direktur Eksekutif Perludem juga menegaskan pelatihan dan bimtek harus didesain berorientasi kapasitas teknis.

“Yakni bukan dengan pendekatan ceramah, melainkan melatih kemampuan kerja teknis mereka sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan dan pengawasan pemilu di tingkat operasional lapangan Pemilu dan Pilkada 2024,” ujarnya.

Menyinggung perlu tidaknya menaikkan anggaran honorarium petugas lapangan, alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini menegaskan kenaikan honorarium itu sebuah keniscayaan. Ia lantas menguraikan sejumlah pertimbangan.

Pertama, beban kerja mereka sangat berat. Kedua, mereka adalah ujung tombak dalam menjaga kemurnian suara rakyat. Mereka yang memfasilitasi pemberian suara dan menghitungnya sesuai dengan apa yang jadi kehendak rakyat.

“Bisa dikatakan momentum puncak kedaulatan rakyat melalui pemilu ujung tombaknya ada pada mereka,” jelas Titi.

Ketiga, lanjut dia, karena pentingnya peran dan tanggung jawab mereka. Petugas lapangan sangat rentan godaan untuk melakukan perbuatan curang atau manipulasi suara untuk kepentingan pemenangan pemilu.

Oleh karena itu, Titi memandang penting harus ada cara-cara maksimal mencegah mereka terpengaruh oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab.

Meningkatkan honorarium petugas, lanjutnya, selain merupakan konsekuensi logis beban kerja berat yang mereka emban, juga dalam rangka mencegah mereka bisa terpengaruh anasir-anasir jahat. Terutama praktik koruptif yang bisa mempengaruhi mereka untuk terlibat dalam jual beli suara,” terangnya.

“Bila dihargai secara layak dan proporsional, petugas lebih kuat dan memungkinkan bagi mereka untuk mempertahankan integritas agar tak mudah bujukan para oknum penjahat suara,” pungkasnya. (mkr)