Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Senior Program Officer SDGs INFID, Bona Tua saat menyampaikan laporannya dalam media briefing International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), bertajuk ‘Tren Ketimpangan Dunia dan Indonesia: Konteks Ekonomi, Gender dan Ekologis’, Jumat (4/3).
Senior Program Officer SDGs INFID, Bona Tua saat menyampaikan laporannya dalam media briefing International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), bertajuk ‘Tren Ketimpangan Dunia dan Indonesia: Konteks Ekonomi, Gender dan Ekologis’, Jumat (4/3). (Foto: Tangkap Layar)

Dampak Perubahan Iklim Suburkan Prostitusi di Pantura



Berita Baru, Jakarta – Senior Program Officer SDGs INFID, Bona Tua mengatakan bahwa dirinya pernah membaca sebuah artikel yang menyebut perubahan iklim memicu munculnya prostitusi di kawasan Pantai Utara Jawa. 

“Saya sempat membaca artikel, yang mungkin ini sangat relevan, bahwa ternyata perubahan iklim itu turut menyuburkan prostitusi di kawasan Pantura,” kata Bona.

Hal itu ia ungkap dalam media briefing International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), bertajuk ‘Tren Ketimpangan Dunia dan Indonesia: Konteks Ekonomi, Gender dan Ekologis’, Jumat (4/3).

Bona menjelaskan, karena dampak negatif dari perubahan iklim terhadap kondisi laut kemudian membuat para nelayan kehilangan mata pencahariannya. Lalu terjadilah konteks ketimpangan di kawasan itu.

“Jadi kawasan pantura itu, kemudian pantainya, lautnya menjadi tercemar, tidak ada ikan, kemudian kepala keluarganya tidak bisa melanjutkan nelayan. Kemudian konteks ketimpangan terjadi di situ,” jelasnya,

Hal itu, lanjut Bona, berdampak pada ekonomi keluarga para nelayan. Perempuan kemudian yang paling terdampak.

“Dalam arti perempuan ini ibu rumah tangga, harus memikirkan bagaimana memberikan asupan gizi dan makanan bagi anak-anaknya,” tuturnya.

“Ini yang menyebabkan perempuan di Indonesia memiliki kerentanan yang berlipat-lipat,” tegas Bona.

Pada sesi awal diskusi, Bona menyampaikan laporan ketimpangan dunia 2022 menunjukkan data bahwa sejak 1990 atau selama 30 tahun belakangan, ketimpangan pendapatan berbasis gender di Indonesia tidak berubah.

“Jadi pendapatan tenaga kerja perempuan hanya mendapatkan pada kisaran 21 sampai 24,8 persen atau mendekati 25%” tuturnya.

Secara periodik, lanjutnya, time series ternyata kondisinya tidak terlalu menggembirakan. Sebelum tahun 200 dan periode setelah reformasi, setelah semua orang bisa mengakses dan memiliki kesetaraan yang sama, pergerakannya tidak terlalu signifikan.

“Meskipun banyak variabel yang memang menentukannya,” tukasnya.

Atas dasar itu NFID secara resmi menerbitkan rekomendasi yang dialamatkan kepada pemerintah Indonesia.

Pertama, pemerintah perlu melakukan uji coba Universal Basic Income khusus kepada perempuan berusia 18-55 tahun untuk menjadi sistem jaminan sosial baru tunai per bulan. 

Kedua, INFID memandang bahwa pemerintah perlu memberikan alokasi 50 persen beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) kepada calon penerima beasiswa perempuan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas perempuan.

Ketiga, pemerintah perlu memberlakukan kuota 30 persen dalam jabatan tinggi atau direksi di perusahaan swasta dan BUMN yang terdaftar terbuka di Bursa Efek Indonesia, sebagai upaya meningkatkan akses perempuan atas pekerjaan dan upah yang layak.