Dalam Mimpi dan Nyata | Puisi Wardah Az Zahra
Dalam Mimpi dan Nyata
(Puisi, Wardah Az Zahra)
Sendiri Dalam Kegelapan
Lorong waktu berputar kencang
Dalam dimensi hitam legam
Bersanggul cerita sendu mengharu biru
Setetes embun tak lagi dirindu
Kala ladang hati terlalu kering gersang
Duniaku hitam
Bintang-bintang tak lagi terang
Bulanpun enggan tebarkan gemilang
Suara malam menderu
Tangan-tangannya mencengkram kalbu
Tatapan langit kosong
Guntur menari-nari telanjang
Awan-awan kelabu menyelimuti bahu malam
Pohon-pohon seakan ingin pergi
Menjauh dari bumi yang dipijaki
Mulut-mulut malam menyeringai
Nafas bumi berembus kencang
Betapa hati ini kalut
Dalam gelap penuh kabut
Madura, 2019
Nyanyian Alam
Angin menggoyang ranting
Mengalunkan nada mendenting
Suara burung-burung melengking
Bak suara suling tinggi melengking
Bunga-bunga berayun
Menatap langit yang tersenyum
Menyambut mentari yang terbangun
Dengan lukisan awan berkerumun
Gemercik air bak lagu klasik
Mengalir lembut namun berisik
Membelai batu bersisik
Bak dentingan piano pertunjukan musik
Angin berembus menyapa kaktus
Dalam dekapan pasir halus
Madura, 2019
Anak Jalanan
Aku anak jalanan
Dibawah jembatan aku bersemayam
Dalam dekapan malam mencekam
Nyamuk dan serangga menjadi kawan
Berselimut kain usang
Tidur melengkung berbantal kardus dan koran
Mobil dan motor lalu-lalang
Menjadi nada pengantar tidur malam
Aku anak jalanan
Mencari makan di ibu kota yang kejam
Perut melilit bukan karna sembelit
Melainkan lambungku kosong melompong
Madura, 2019
Di Depan Cermin
Di depan cermin berdiri tegak
Menatap tubuh yang terkoyak
Seakan darah menetes
Dari tubuh yang tergores
Muka hitam legam penuh coretan
Seakan api membakar
Bagai arang penuh bara
Membakar sukma dangan bangganya
Bukan pisau yang menyayat
Bukan api menyulut tubuh
Bukan pula bara membakar sukma
Di depan cermin ku bersua
Kenapa alam begitu tega?
Membudakiku dengan kejamnya
Madura, 2019
Dalam Mimpi dan Nyata
Aku tertawa meski teriring luka
Dengan mata terbuka
Aku menatap murka
Kepada engkau bayang kelabu
Kau bawa nampan hati
Diatasnya tersaji puring penuh roti
Sunggingan senyum menghias siluet wajah elok
Ragaku murka
Ingin usir bayang kelabu yang penuh duka
Tenggelamkan dalam laut kebencian
Hati bergolak
Mulut berucap
Aku bisa!!
Aku bisa!!
Dalam nyata aku tertawa
Bayangnya tak lagi jadi raja
Namun dalam mimpi aku tersenyum
Masih menatapnya dengan anggun
Kenapa itu bisa???
Padahal dalam nyata aku tak rela
Doa Sang Pendosa
Dalam hitam pekat malam
Diantara deru ombak menghantam
Diantara karang yang bercengkrama dengan lautan
Bulan sabit tergantung mematung
Bintang berkelip tak terhitung
Sepasang tangan kotor menengadah
Mendongak pasrah penuh kesah
Air sungai mengucur
Dari pelupuk mata sang pelacur
Dalam dekapan malam
Di bawah ranting-ranting cemara
Di antara kepiting-kepiting yang bercengkrama
Ia bertutur penuh haru
Kepada sang pengatur waktu
Akankah segunung dosa diampuni
Sedang hamparan laut dan daratan seakan enggan untuk dihuni
Madura, 2019
Hujan di Matamu
Tiap kali hujan turun di matamu
Tiap Itu pula tak pernah ada tisu
Kau seka dengan lengan baju
Katamu tak pernah ada kemarau
Karena yang kering dan gersang hanya di dadamu
Sedang di matamu, musim hujan tak pernah usai
Madura, 2019
Sambal Kacang
Larut dalam satu rasa
Panas cabai
Jari terkulai
Diksi tak sempat kutulis
Karena wajahmu, telah lebih dulu mengisi cobek yang kutuangi air
Semut-semut mengintip
Gemuruh dada
Rindu kamu
Madura, 2019
Cemburu
Aku cemburu pada puisi
Yang kau sirat di bibir sunyi
Merah jingga mengutuk
Hati siapa kau ketuk?
Aku cemburu
Pada waktu
Biarkan matamu dan matanya beradu
Kenapa bukan aku?
Diam-diam api berkobar
Madura, 2019
Tungku dan Abu
Bu, kemarilah
Peluk dan rasakan
Lalu bayangkan aku adalah anak-anakmu yang lucu
Aku adalah Hindun, aku adalah Ahmad, dan bayangkan juga aku adalah Yasmin
Bu, kemarilah
Ceritakan pula tentang pendidikan anakmu, katamu; mereka berjalan mengenakan sepatu, jas, dasi dan gincu
Matamu berlinang
Bu, ceritaka lagi tentang istana putra putrimu
Lantai marmer, kompor gas, ac, springbed, tv led, serta kemewahan-kemewahan lainya
Kau memelukku erat
Kau kata lagi
Berbisik…
Menahan tangis…
“Sedang aku, ‘ibunya’ hanya tidur beralas tikar. Berteman abu, tungku, dan kayu bakar”
Tangismu pecah
Madura, 09-08-2019
Biodata penulis
Wardah Az Zahra, lahir di kota Gerbang Salam Pamekasan Madura. Ia menamatkan sekolah menengah atasnya di MA Al islamiyah 1 sumberbatu. Saat ini menjadi anggota di grup menulis Competer Indonesia dan Kelas Puisi Bekasi. Beberapa karyanya termaktub di beberapa buku antologi nasional di antaranya; Berdialog Dengan Angin( 2018), JARAK: Jalinan Antara Rasa dan Aksara Kerinduan (2018), Sajak Berpayung Rindu (2018), Masa Lalu di Depan (2018). Juga pernah dimuat di Pos Bali (2018), Buletinkapass.com November 2019, serta Travesia.com. Wa: 083117600428, fb: Wardah Az Zahra, email: wardatuzzahroh65@gmail.com