Daftar 12 Pelanggaran HAM Berat Yang Diakui Pemerintah
Berita Baru, Jakarta – Pemerintah Indonesia akan melakukan upaya penyelesaian secara non-yudisial terkait 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah diakui oleh Presiden Joko Widodo.
Program-program untuk pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat ini akan diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada acara Kick Off Implementasi Rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PP HAM) yang akan diselenggarakan di Rumoh Geudong, Pidie, Aceh, pada tanggal 27 Juni 2023.
Aceh merupakan salah satu wilayah yang terdampak oleh banyak kasus pelanggaran HAM berat selama masa konflik yang hingga kini masih menyisakan trauma bagi masyarakatnya.
Berikut ini adalah rincian 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang diakui oleh pemerintah dan akan mendapatkan kompensasi non-yudisial berupa jaminan kesehatan dan beasiswa pendidikan:
- Peristiwa tahun 1965-1966
- Peristiwa penembakan misterius pada tahun 1982-1985
- Peristiwa Talangsari di Lampung pada tahun 1989
- Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh pada tahun 1989
- Peristiwa penghilangan orang secara paksa pada tahun 1997-1998
- Peristiwa kerusuhan Mei 1998
- Peristiwa Trisakti
- Peristiwa Semanggi I dan II pada tahun 1998-1999
- Peristiwa pembunuhan dukun santet pada tahun 1998-1999
- Peristiwa Simpang KKA di Aceh pada tahun 1999
- Peristiwa Wasior di Papua pada tahun 2001-2002
- Peristiwa Wamena Papua pada tahun 2003
- Peristiwa Jambo Keupok di Aceh pada tahun 2003
Menurut penjelasan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, pelanggaran HAM berat berbeda dengan kejahatan HAM berat. Mahfud menjelaskan bahwa pelanggaran HAM berat melibatkan pelaku yang berasal dari aparat yang melakukan tindakan secara terstruktur.
Sedangkan jika pelakunya adalah warga sipil, bukan aparat negara, dan korban yang terlibat adalah masyarakat sipil, seperti tragedi bom di Bali, Mahfud menyebutnya bukan sebagai pelanggaran HAM berat, melainkan kejahatan berat.
Mahfud menekankan penggunaan istilah ini dalam konteks hukum agar dapat dipahami dengan baik, karena ada pihak yang berpendapat bahwa pelanggaran HAM berat tidak lagi ada.