Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Covid-19 Awalnya Disepelakan, Kini Menjadi Momok yang Menakutkan

Covid-19 Awalnya Disepelakan, Kini Menjadi Momok yang Menakutkan



Opini – Saya tidak akan berbicara soal Covid-19, karena di luar pengetahuan saya. Tetapi menyepelekan penyakit ini merupakan hal yang buatku jengah. Covid-19 ini merupakan pandemik yang akan menyerang inangnya, dan perlahan-lahan mengurangi kesehatan seseorang, gejala umum ialah seperti flu, sesak nafas dan demam.

Sudah banyak peringatan dari berbagai pihak untuk waspada, WHO pun sudah membuat panduan umum. Bahkan univeritas kesehatan John Hopkins membuat informasi seputar pandemi ini.

China yang merupakan negara awal terkena virus ini dicaci maki oleh berbagai media. Sampai pada saatnya mereka bisa lepas perlahan dari virus ini, namun seluruh wilayah di dunia terjangkit pandemik ini. Italia menjadi negara yang kasusnya cukup besar dan angka kematian tinggi. Di saat seluruh dunia melakukan lockdown (menutup akses dan menghimbau untuk menetap di rumah untuk mencegah virus), Indonesia malah dengan entengnya menanggapi virus ini.

Mulai dari kelakar-kelakar lelucon yang tidak lucu, dari hal yang anti sains sampai legitimasi kebiasaan tertentu. Seperti karena sering qunut maka terbebas, karena sering makan nasi kucing hingga hal-hal di luar sains atau relasional dengan pandemik ini.

Sampai urusan-urusan yang tidak substansial dibahas. Mendiskon tiket pesawat, insentif untuk usaha pariwisata, hingga bayar buzzer (ini sih terungkap netizen). Belum lagi buzzerbuzzer intelektual hingga influencer yang nggilani. Mereka membabi buta membela pemerintah yang memang lambat.

Baru setelah ada suspect hingga positif covid-19 khususnya pejabat negara, semua orang panik tak karuan, pemerintah kalang kabut. Netizennya tak kalah ribut. Bukannya introspeksi diri, malah saling tuding dan serang.

Bahkan yang lucu, ialah pernyataan sikap dari koalisi sipil seperti YLBHI hingga Walhi dianggap memperkeruh suasana. Padahal itu ungkapan “sayang” ke pemerintah, agar lebih peduli dan serius.

Kita tidak pernah belajar dari penanganan yang sudah ada, ribut selalu terbawa politik praktis yang tidak berguna. FX Hadi Rudiatmo menetapkan Solo dalam status kondisi luar biasa, Anies Baswesan mengeluarkan kebijakan lockdown dihujat, dikatakan pencitraan. Namun pada akhirnya diikuti oleh kepala daerah yang lainnya.

Apresiasi untuk kepala daerah yang sudah sadar, khususnya universitas yang sigap dalam hal ini, selayaknya Airlangga. Walaupun ini bukan mutlak saya bangga sebagai produk kampus itu, tapi saya apresiasi langkahnya.

Belajar dari China, Vietnam dan Cuba, ialah betapa sigapnya publik dan pemerintahnya. China memberlakukan lockdown sedari awal, kajian-kajian ilmiah untuk menemukan penyebab serta penawarnya, ini juga dilakukan oleh Vietnam, walhasil banyak pasien yang pada akhirnya sembuh.

China sendiri kini menjadi acuan penanganan terhadap pandemi ini. Sementara jika berbicara tetang Kuba, negeri yang dicap miskin, tetapi menjadi role model bagus dalam menangani pandemi ini. Dapat dilihat keberhasilannya memukul balik Covid-19 dan bahkan dikabarkan menemukan anti virusnya, walaupun sangat disayangkan akan dipatenkan. Tentu, bagi saya kurang etis saja, karena ini soal kemanusiaan. Tidak hanya China, negara manapun itu harusnya tidak mengambil keuntungan dalam bencana ini.

Berpindah ke Kuba yang sedari awal sudah memberlakukan situasi siaga, walau itu masih dugaan terjangkit atau suspect, merekan kemudian mengalokasikan dana yang terbatas untuk pengadaan obat-obatan, alat kesehatan dan langlah preventif lainnya. Memproduksi anti virus untuk menyebuhkan pandemik ini, melakukan kajian ilmiah untuk menemukan solusi atas persoalan. Bahkan mereka mengirim tenaga kesehatan ke China dan beberapa negara, sayup-sayup terdengar salah satunya Italia.

Contoh-contoh di atas, merupakan betapa negara-negara tersebut benar-benar mengutamakan kemanusiaan daripada guyonan yang tidak lucu. Merasa jumawa padahal rentan terkena dampak. Sudah diingatkan Havard malah menolak, alias tidak mawas diri.

Kondisi itu menunjukan bahwa kita masih lemah dalam kontrol atas pemerintah dan sebagai jawaban terkait mengapa politik transaksional itu berbahaya. Di saat banyak hidup rakyat sudah susah karena ketimpangan, ditambah pandemi ini semakin menderita.

Mari kita sadar betapa pentingya untuk bersolidaritas, tak menyepelekan semua hal ini. Dan, tetap berhati-hati baik diri sendiri atau lingkungan sekitar. Jangan kendor, karena selain ancaman pandemi ini, kita akan dihadapkan secara diam-diam pembahasan Omnibus Law “UU Cikar,” yang tingkat eksplosivitasnya tinggi, penuh resiko pemiskinan, penghisapan dan penindasan terstruktur. Semoga kita semua sadar, betapa pentingnya menyelamatkan demokrasi.