Cop26: Afrika Menuntut Kesepakatan Penyaluran Dana $700 Miliar dari Negara-negara Maju
Berita Baru, Internasional – Negara-negara Afrika menuntut pembahasan segera kesepakatan tentang penyaluran dana sebesar $700 miliar (£520 miliar) di Cop26.
Dana tersebut harus dikucurkan oleh negara-negara maju kepada negara-negara berkembang untuk menangani krisis iklim yang dimulai tahun 2025.
Tanguy Gahouma-Bekale, ketua Kelompok Negosiator Afrika tentang perubahan iklim, mengatakan peningkatan dana diperlukan untuk fase percepatan dekarbonisasi yang diperlukan untuk menahan pemanasan global hingga 1,5C.
Dana ini juga penting, katanya, untuk mengatasi dampak, termasuk panas yang berlebihan, kekeringan yang meluas dan badai serta banjir yang lebih intens, yang menghabiskan sebagian besar PDB.
Menurut sebuah penelitian baru-baru ini, seperti dilansir dari The Guardian, beberapa negara Afrika sudah menghabiskan lebih banyak dana untuk adaptasi iklim daripada untuk perawatan kesehatan dan pendidikan.
“Pekerjaan ini perlu dimulai sekarang,” kata diplomat iklim dari Gabon. “Pembicaraan tentang keuangan membutuhkan waktu sehingga kita perlu memiliki peta jalan sekarang dengan tonggak yang jelas tentang bagaimana mencapai target setelah 2025 untuk memastikan uang mengalir setiap tahun.”
“Ini juga masalah keadilan,” tambahnya. Masalah iklim sebagian besar diciptakan oleh Eropa, Amerika Utara dan Asia Timur, tetapi dampak terburuknya ada di belahan bumi selatan. Pada tahun 2009, negara-negara kaya menjanjikan $100 miliar per tahun, yang dianggap sebagai uang muka dan isyarat kepercayaan yang penting.
namun, sampai sekarang mereka hanya memberikan hanya 80% dari apa yang telah mereka janjikan. Untuk kelompok Afrika, Glasgow adalah waktu untuk memperbaiki dan meningkatkan tingkat dukungan sejalan dengan urgensi yang lebih besar yang dituntut oleh ilmu pengetahuan.
Uang dibutuhkan segera, kata negosiator. Menurut sebuah studi baru-baru ini oleh Komisi Ekonomi PBB untuk Afrika, Cameron mencurahkan hampir 9% dari PDB-nya untuk adaptasi iklim, Ethiopia 8%, Zimbabwe 9%, sementara Sierra Leone, Senegal, dan Ghana semuanya lebih dari 7%. Bahkan dengan porsi pendanaan domestik yang tinggi ini, studi tersebut menemukan adanya kesenjangan sekitar 80% antara kebutuhan dan pengeluaran.
Gahouma-Bekale, yang juga menjabat sebagai penasihat khusus presiden Gabon, Ali Bongo, mengatakan fase pembukaan Cop26 telah mendorong dunia ke arah yang lebih positif, tetapi obrolan terkait hal ini harus disorong di minggu kedua Cop26.
“Kami telah menerima beberapa jaminan selama KTT dari para pemimpin dunia, bahwa mereka benar-benar ingin menutup kesenjangan dan kami telah melihat pengumuman kuat tentang deforestasi dan metana,” katanya. “Yang ingin kita lihat sekarang adalah implementasinya. Hanya implementasi yang dapat memberi kami jaminan yang kami butuhkan bahwa kami dapat menjaga pemanasan hingga 1,5C.”
Afrika menyumbang kurang dari 4% dari emisi global historis, dibandingkan dengan 25% dari China, 22% dari Uni Eropa. Tetapi Afrika menjadi negara yang mengalami dampak paling signifikan dari krisis iklim, termasuk kekeringan di Sahel dan banjir di delta Nil. Selanjutnya, Afrika juga diperkirakan akan menjadi salah satu wilayah paling rentan di dunia terhadap gelombang panas dan gagal panen.
Beberapa negara Afrika telah menunjukkan kepemimpinan. Gabon termasuk di antara segelintir negara yang sudah memiliki ekonomi karbon-negatif karena hutan tropisnya yang luas di cekungan Kongo yang menyerap lebih banyak gas rumah kaca daripada yang dikeluarkan pabrik, mobil, dan kota.
Baru-baru ini Kogo telah mengesahkan undang-undang iklim yang radikal, yang bertujuan untuk memastikan negara tetap bergantung pada hutan dan pertanian daripada industri bahan bakar fosil. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan dukungan dari luar agar pemerintah dapat terus meningkatkan taraf hidup.
Negara-negara Afrika bersikeras bahwa negara-negara kaya harus bertanggung jawab atas janji keuangan mereka seperti halnya pengurangan emisi. Itu berarti harus ada pelaporan rutin tentang tingkat dukungan yang diberikan, dibutuhkan, dan diterima.
“Apa yang ingin kami capai di Cop ini adalah kerangka transparansi dengan aturan akuntansi yang kuat,” kata Gahouma-Bekale.