Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Cegah Radikalisme, BNPT Dorong Pendidikan Berpikir Kritis
Deputi Kerja Sama internasional Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Andhika Chrisnayudanto memberikan penjelasan terkait isu terorisme global saat ditemui di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (19/5). (Foto: Antara)

Cegah Radikalisme, BNPT Dorong Pendidikan Berpikir Kritis



Berita Baru, Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mendorong tumbuhnya sektor pendidikan yang mengutamakan iklim berpikir kritis atau critical thinking.

Langkah ini dalam bertujuan untuk mencegah kaum muda terpapar paham radikalisme, terorisme dan ekstremisme berbasis kekerasan di Indonesia.

Deputi Kerja Sama internasional BNPT Andhika Chrisnayudanto menyatakan berpikir kritis sangat penting dan mendesak mengingat paham radikalisme, terorisme dan ekstremisme berbasis kekerasan telah beredar luas dalam masyarakat secara masif tak terkecuali dunia pendidikan.

“Perpres Nomor 7 tahun 2021 salah satu aksinya adalah untuk meningkatkan critical thinking di dalam lembaga-lembaga pendidikan dari tingkat SD sampai perkuliahan juga untuk mempromosikan agar mereka tidak gampang terpengaruh oleh paham-paham radikal terorisme,” kata Andhika sebagaimana dikutip dari Antara, Jumat (19/5).

Andika menyatakan bahwa berdasarkan beberapa data hasil penelitian menunjukkan bahwa pemuda dan pemudi sangat rentan terpapar paham radikal khusus melalui propaganda melalui media sosial.

Ia pun mengakui bahwa paham radikalisme telah masuk ke dalam dunia pendidikan di Indonesia. Karena itu, sektor pendidikan menjadi salah satu sektor terdepan memerangi paham radikal dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan budaya berpikir kritis di kalangan pelajar.

Oleh sebab itu, Andhika mengingatkan generasi muda agar berpikir terbuka terhadap segala macam perbedaan dan tidak cenderung eksklusif atau tertutup terhadap kemajemukan karena salah satu target dari terorisme adalah orang-orang yang berpikiran eksklusif.

“Biasanya ada kelompok-kelompok tertentu kemudian eksklusif, kemudian dari situlah dipengaruhi, tetapi tidak mungkin juga bahwa mereka dapat radikal melalui online,” terang Andhika.

Andhika menjelaskan saat ini terorisme secara global tidak melulu hanya ditopang oleh pemahaman yang keliru tentang agama, tetapi saat ini lebih kompleks.

“Isunya makin lama makin kompleks. Dulu kita lihat ekstremisme berbasis kekerasan itu dari sisi agama. Tetapi, sekarang berkembangnya bukan hanya dari sisi agama saja, tetapi rasial. Tidak lagi religiously motivated terrorism, tetapi juga ada juga ethnically motivated terrorism juga. Jadi memang terorisme secara global kalau saya lihat justru makin meluas,” terang Andhika.

Andhika menyatakan di kawasan ASEAN memang masih fokus pada organisasi terorisme Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) dan Al-Qaeda. Namun, jika dilihat perkembangan sekarang di beberapa negara di ASEAN mulai muncul terorisme berbasis etnisitas. Namun demikian, terorisme berbasis etnik hingga kini belum berpengaruh terhadap Indonesia.

“Yang berbasis etnik mungkin tak berpengaruh terhadap Indonesia. Tetapi kejadian-kejadian yang ada di Timur Tengah, Asia Selatan itu mungkin yang berpengaruh terhadap jaringan secara di nasional,” kata Andhika.

Karena itu, kata Andhika, BNPT selalu mengkampanyekan rencana aksi Nasional RI pencegahan pemberantasan ekstremisme berbasis kekerasan sebagaimana tercantum dalam Perpres Nomor 7 tahun 2021 untuk mencegah kaum muda mudah terpengaruh paham radikal ekstrim.