BPS Catat Inflasi Bulan Februari Capai 0,10 Persen
Berita Baru, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi pada Februari 2021 menunjukan adanya kenaikan yang sangat tipis yakni mencapai 0,10 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan dengan angka tersebut maka, tingkat inflasi secara tahun kalender dari Januari ke Februari tahun 2021 adalah sebesar 0,36 persen. Sementara itu, inflasi secara tahunan sebesar 1,38 persen (year-on-year/yoy).
“Hasil pemantauan BPS di 90 kota pada bulan Februari 2021 terjadi inflasi sebesar 0,10 persen,” kata Suhariyanto dalam konferensi pers secara virtual, Senin, 1 Maret 2021.
Dari 90 kota yang terdata indeks harga konsumen (IHK), 56 mengalami inflasi dan 34 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Mamuju yaitu sebesar 1,12 persen, dikarenakan pada saat itu Mamuju dilanda gempa bumi dan adanya peningkatan harga ikan. Sedangkan, inflasi terendah terjadi di Tasikmalaya dan Sumenep sebesar 0,02 persen.
“Kita tahu bahwa saudara-saudara kita ini di Mamuju sedang menghadapi musibah bencana gempa bumi, tetapi inflasi di Mamuju pada bulan Februari 2021 ini cenderung menurun dibandingkan posisi bulan Januari yang lalu,” ujar Suhariyanto.
Kemudian, peningkatan harga di Mamuju juga didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara yang memberikan andil kepada inflasi di Mamuju sebesar 0,20 persen. Sebaliknya, deflasi tertinggi terjadi di Gunung Sitoli sebesar 1,55 persen.
Deflasi terjadi dikarenakan adanya penurunan beberapa komoditas seperti cabai merah, ikan, cabai rawit dan daging ayam ras. Sedangkan deflasi terendah terjadi di Malang dan Tarakan sebesar 0,01 persen.
Suhariyanto menambahkan, inflasi tahun 2021 ini jauh lebih lambat dibandingkan dengan tahun 2021. Hal ini mengindikasikan bahwa, sampai akhir Februari 2021 dampak pandemi Covid-19 masih terus membayangi perekonomian tidak saja di Indonesia tetapi di berbagai negara.
“Tentunya ini semua perlu kita waspadai karena pandemi akan menyebabkan mobilitasnya berkurang, menyebabkan roda ekonomi bergerak lambat, berpengaruh ke pendapatan, dan pada akhirnya berpengaruh kepada lemahnya permintaan,” tandas Suhariyanto.