Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

BPJS Watch: Aduan Membludak, THR Masih Jadi Masalah Tahunan

BPJS Watch: Aduan Membludak, THR Masih Jadi Masalah Tahunan



Berita Baru, Jakarta – Berdasar Kementerian ketenagakerjaan (Kemenaker), dari periode 8 s.d 26 April 2022, tercatat 2.230 konsultasi online dan 1.828 pengaduan online. Dari 2.230 laporan konsultasi tersebut, Kemnaker menyatakan sudah menyelesaikan sebanyak 1.779, dan Kemnaker berjanji akan menyelesaikan 100 persen. 

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menilai semakin banyaknya laporan tentang THR, baik berupa konsultasi maupun laporan, merupakan bukti bahwa THR tetap menjadi masalah tahunan bagi semua pihak yaitu pekerja dan manajemen.

Menurut Timboel Siregar, seharusnya THR tidak menjadi masalah karena pemberian THR sudah lama dilakukan dan menjadi budaya, serta diatur dalam hukum positif kita.

“Menurut saya, bila sekadar konsultasi mengapa tidak selesai pada saat konsultasi, sehingga dari 2.230 laporan konsultasi bisa diselesaikan langsung. Kan hanya konsultasi. Kalau dikatakan yang sudah diselesaikan 1.779 konsultasi, bagaimana dengan sisanya dan kenapa membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya?,” katanya kepada Beritabaru.co, Jumat (29/4).

Timboel Siregar mengira konsultasi yang disampaikan oleh pelapor tersebut adalah persoalan THR yang muncul di perusahaan, bukan murni sekadar konsultasi. Atas konsultasi ini, ia mendorong Pengawas Ketenagakerjaan di Kemenaker dan Disnaker proaktif meresponnya dan menanyakan tindak lanjut pembayaran THR di perusahaan tersebut.

Demikian juga dengan 1.828 laporan pengaduan, dinyatakan oleh Kemnaker bahwa dari 1.828 laporan pengaduan yang masuk, pihaknya telah menindaklanjuti 2 laporan. Dua laporan hasil pemeriksaan kinerja tersebut berada di wilayah Jawa Tengah dan Kalimantan Timur.

“Saya nilai, dari tindak lanjut hanya 2 laporan, respon yang dilakukan Kemenaker dan Disnaker sangat rendah dan terlalu kaku, tidak berusaha untuk memastikan laporan tersebut bisa ditindaklanjuti walaupun belum memasuki tenggat waktu H-7,” kata Timboel Siregar.

Kembali respon klasik Kemnaker disampaikan yaitu ‘mengkampanyekan’ tindak lanjut dengan memberikan nota pemeriksaan 1 dan 2, lalu mengenakan denda dan sanksi administratif. 

“Apakah pelapor yaitu pekerja terus diinformasikan tentang tahapan-tahapan sanksi yang dilakukan Pengawas Ketenagakerjaan di Kemenaker dan Disnaker? Apakah Pengawas Ketenagakerjaan akan memberikan bukti Nota Pemeriksaan tersebut kepada pekerja sebagai bukti bahwa Nota Pemeriksaan sudah diberikan kepada perusahaan yang melanggar THR?,” tanya Timboel Siregar.

Dia pun mempertanyakan, bagaimana dengan sanksi denda dan tindak lanjut sanksi administratif yang akan dilakukan Lembaga pelayanan public? Apakah Pengawas Ketenagakerjaan akan terus berkomunikasi dengan pekerja sebagai pelapor, atau laporan tersebut tidak ditindaklanjuti lagi sehingga pekerja membawa pelanggaran THR ini sebagai perselisihan Hak ke Pengadilan Hubungan Industrial sampai Mahkamah Agung?

“Saya kira perlu sekali adanya keterbukaan pihak pengawas ketenagakerjaan dalam menindaklanjuti seluruh laporan, termasuk sanksi-sanksi yang diatur dalam hukum positif,” ujarnya.

Ia berharap pengawas Ketenagakerjaan lebih proaktif dan terus berkomunikasi dengan para pekerja yang melaporkan pelanggaran THR serta transparan dengan langkah-langkah yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan serta mau memberikan bukti Nota Pemeriksaan, sanksi denda, serta permintaan pemberian Sanksi administratif kepada Lembaga yang melakukan layanan public.

Timboel Siregar mengusulkan, data-data laporan tahun ini atau tahun sebelumnya akan di record dan dijadikan data untuk meningkatkan peran pengawas ketenagakerjaan untuk meminimalisir pelanggaran THR untuk tahun-tahun berikutnya.

“Saya berharap ada lembaga eksternal yang bisa mengawasi kinerja pengawas ketenagakerjaan di tingkat Kemenaker dan disnaker terkait THR ini dan kasus-kasus lainnya. Saya berharap Pemerintah serius membentuk Lembaga independen yang benar-benar bisa mengawasi kinerja pengawas ketenagakerjaan,” ujarnya.

Kalaupun saat ini ada Komite Pengawas Ketenagakerjaan, ia menilai Lembaga ini sangat tumpul dan tidak memiliki kewenangan yang baik untuk mengawasi kinerja pengawas ketenagakerjaan. Komite ini tidak pernah terdengar kinerjanya di public.

“Sebaiknya komite ini dibubarkan saja dan dibentuk Lembaga Pengawas Kinerja Pengawas Ketenagakerjaan yang benar-benar independen,” pungkas Timboel Siregar.