BKF: Indeks Manufaktur Meningkat dan Inflasi Terkendali
Berita Baru, Jakarta – Indeks manufaktur Indonesia atau Purchasing Managers’ Index (PMI Manufaktur) mencatat kenaikan dari 50,3 pada bulan Mei menjadi 52,5 pada bulan Juni 2023. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur nasional masih tetap berada dalam zona ekspansif, dengan PMI di atas angka 50, selama 22 bulan berturut-turut.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Febrio Kacaribu, mengungkapkan bahwa penguatan PMI manufaktur didorong oleh tingkat permintaan yang tetap kuat serta peningkatan kapasitas produksi dan kebutuhan tenaga kerja.
“Peningkatan PMI manufaktur nasional pada bulan Juni ini menunjukkan bahwa para pelaku usaha masih cukup optimis, meskipun dihadapkan dengan dinamika perlambatan ekonomi global saat ini. Kondisi ini perlu terus dijaga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang positif dan penciptaan lapangan kerja dalam jangka pendek,” ujar Febrio dalam keterangan resmi yang dikeluarkan pada Selasa (4/7/2023).
Sementara itu, di kawasan Asia Tenggara, sektor manufaktur menunjukkan perkembangan yang beragam. Thailand dan Myanmar mencatat tingkat ekspansi pada bulan sebelumnya, masing-masing mencapai 53,2 dan 50,4. Namun, Malaysia dan Vietnam masih mengalami kontraksi dengan tingkat 47,7 dan 46,2.
Selain itu, terdapat perkembangan positif lainnya dalam perekonomian domestik, yaitu terus berlanjutnya penurunan inflasi hingga akhir semester pertama 2023. Inflasi pada bulan Juni 2023 mencapai 3,5 persen (yoy), mengalami penurunan dari bulan Mei (4 persen yoy).
Semua komponen yang mempengaruhi inflasi menunjukkan tren penurunan. Inflasi inti tercatat sebesar 2,6 persen (yoy), relatif stabil dibandingkan dengan bulan Mei yang sebesar 2,7 persen (yoy). Sementara itu, inflasi harga yang diatur pemerintah (administered price) terus menurun, meskipun masih berada pada tingkat yang cukup tinggi, yaitu 9,2 persen (yoy).
Peningkatan pasokan pangan secara berkala dan pelaksanaan Gelar Pangan Murah di seluruh Indonesia berdampak signifikan pada penurunan inflasi pada sektor makanan yang mencapai 1,2 persen (yoy) pada bulan Juni 2023.
Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan puncak tekanan inflasi pada sektor pangan yang terjadi pada Juli 2022, mencapai 11,5 persen (yoy). Namun, beberapa komoditas seperti daging dan telur ayam mengalami kenaikan harga akibat meningkatnya permintaan menjelang perayaan Iduladha, serta kenaikan harga pakan dan bibit ayam.
Pemerintah akan terus memperhatikan potensi risiko El Nino terhadap inflasi pada sektor pangan, termasuk melalui program edukasi kepada petani mengenai strategi penanaman dan optimalisasi penggunaan infrastruktur pengelolaan air untuk mengurangi risiko gagal panen.
Pemerintah juga akan terus berupaya mengendalikan inflasi dengan mengantisipasi risiko yang dapat menyebabkan fluktuasi harga, guna mencapai target inflasi sebesar 3,0±1,0 persen pada akhir tahun 2023.
“Upaya pengendalian inflasi secara menyeluruh akan terus diperkuat melalui koordinasi antara pusat dan daerah, termasuk dalam pengoptimalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk menjaga stabilitas harga,” pungkas Febrio.