Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid dalam rapat Rapat Kerja bersama Kementerian Perdagangan RI, Kamis, 17 Maret 2022. (Foto: Tangkap Layar)
Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid dalam rapat Rapat Kerja bersama Kementerian Perdagangan RI, Kamis, 17 Maret 2022. (Foto: Tangkap Layar)

Bela Petani Kecil, Nusron Desak Pemerintah Naikkan HPP Gula Tebu



Berita Baru, Jakarta – Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menyampaikan bahwa komunitas gula tidak memiliki Harga Eceran Tertinggi (HET) akan tetapi memiliki harga acuan yaitu Rp.12.500.

Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI, terkait pembahasan ‘Harga Komoditas dan Kesiapan Kementerian Perdagangan dalam Stabilisasi Harga dan Pasokan Barang Kebutuhan Pokok Menjelang Puasa dan Lebaran’, Kamis, 17 Maret 2022.

Atas dasar itulah Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid meminta Kemendag untuk menaikkan Harga Pokok Penjualan (HPP) gula tebu di tingkat petani. Ia menilai, langkah itu seharusnya bisa dilakukan karena gula hanya memiliki harga acuan namun tidak memiliki HET.

“Harga acuan, dan itu tidak wajib berarti, karena tidak HET. Sama halnya dengan kelapa sawit, dengan minyak goreng kemasan tidak wajib sekarang (karena tidak HET, red.). Berarti gula pun kalau nanti Rp16.00, Rp.18.000, tidak wajib Rp.12.500,” kata Nusron.

Menurut Nusron, selama ini ada perlakukan tidak adil pada komunitas gula tebu. Permintaan kenaikan HPP gula petani tebu selalu ditolak pemerintah dengan mengacu pada harga acuan yang besarannya Rp12.500, padahal sifatnya tidak wajib.

Politis Partai Golkar itu membandingkan antara komunitas gula dan kelapa sawit, yang sama-sama memiliki harga acuan tapi tidak memiliki HET.  “Kalau menyangkut pengusaha sawit dilepas dalam konteks mekanisme pasar. Kenapa dalam konteks gula ‘ada harga acuannya’ (harga acuan menjadi wajib, red.),” tegas Nusron.

Bahkan, menurut Nusron, komunitas gula sejak tahun 2016 ada HPP-nya di tingkat petani sebesar Rp12.500. Dan selama 6 tahun tidak pernah ditinjau ulang, padahal setiap tahun ada angka inflasi.

Nusron curiga hal itu terjadi karena petani-petani tebu mayoritas masyarakat kecil yang tidak memiliki jangkauan lebih untuk melakukan lobi-lobi dengan pemerintah.

“Mungkin, karena petani-petani tebu ini orang kere yang gak punya lobby-lobby. Beda dengan pengusaha sawit, dia adalah konglomerat orang kaya yang mungkin dekat semua pejabat. Termasuk dekat dengan kta-kita semua, anggota DPR yang mempunyai lobby,” jelasnya.

“Ini perlu kita dudukkan supaya clear. Kita berpihak kepada siapa? Berpihak kepada produsen atau berpihak kepada konsumen?” tukas Nusron.