Bawaslu Khawatir Film ‘Dirty Vote’ Berdampak Negatif pada Pemilu
Berita Baru, Jakarta – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyambut kritik yang diarahkan kepadanya melalui film dokumenter “Dirty Vote” yang menyoroti dugaan kecurangan dalam pemilu. Meski demikian, Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menyatakan kekhawatiran bahwa film tersebut bisa berdampak negatif pada proses pemungutan suara yang akan berlangsung pada 14 Februari 2024.
“Hal-hal yang bisa menimbulkan konflik dan lain-lain, lebih baik dihindarkan. Karena sekarang menjelang masa pemungutan suara. Jangan sampai masa pemungutan suara ini terganggu gara-gara hal tersebut (film Dirty Vote),” kata Bagja dalam keterangannya, Senin (12/2/2024).
Meskipun menerima kritik, Bagja menegaskan bahwa Bawaslu telah menjalankan tugas dan fungsi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Pada titik ini Bawaslu sudah melakukan tugas fungsinya dengan baik, tapi tergantung perspektif masyarakat, silahkan. Kami tidak bisa men-drive perspektif masyarakat,” ujar Bagja.
Dia juga menegaskan bahwa kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah hak yang dilindungi oleh Undang-undang. “Hak kebebasan berekspresi, berpendapat, apa yang diungkapkan oleh teman-teman adalah hak yang dilindungi konstitusional. Demikian juga hak dan tugas Bawaslu dijamin diatur oleh Undang-undang juga,” tambahnya.
Film “Dirty Vote,” yang dirilis pada Minggu lalu, adalah hasil kolaborasi tiga ahli hukum tata negara, yakni Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar. Mereka mengungkap dugaan kecurangan pemilu berdasarkan fakta dan data dengan analisis hukum tata negara.
Bivitri Susanti menjelaskan, “Film Dirty Vote merupakan sebuah rekaman sejarah tentang rusaknya demokrasi negara pada suatu saat, di mana kekuasaan disalahgunakan secara begitu terbuka oleh orang-orang yang dipilih melalui demokrasi itu sendiri.”
Pesan serupa disampaikan oleh Feri Amsari, yang menekankan esensi pemilu sebagai rasa cinta tanah air. “Membiarkan kecurangan merusak pemilu sama saja merusak bangsa ini,” tegasnya.