Bansos Covid-19 Paling Banyak Dilaporkan ke Posko Pengaduan Ombudsman
Berita Baru, Jakarta – Pada 29 April lalu, Ombudsman membuka Posko Pengaduan Daring bagi masyarakat terdampak Covid-19. Sejak saat itu, lembaga pemerintah non kementrian itu banyak menerima laporan tentang pengelolaan dan penyaluran dana Bantuan Sosial dari Pemerintah.
Hingga Selasa 12 Mei 2020 pukul 18.00 WIB, total aduan yang masuk ke Posko Ombudsman sebanyak 387 aduan. Pengaduan masyarakat mengenai dana bantuan sosial bagi masyarakat terdampak Covid-19 mencapai 278 pengaduan atau 72% dari seluruh aduan yang masuk.
“Terbanyak kedua yang dilaporkan adalah bidang keuangan sebanyak 89 aduan atau 23%, disusul pelayanan kesehatan dan transportasi sebanyak 8 aduan atau 2%, dan keamanan sebanyak 4 aduan atau 1 %,” terang Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai dalam konferensi pers daring, Rabu (13/5), di Kantor Ombudsman RI, Jakarta.
Sedangkan berdasarkan lokasi pengaduan, laporan terbanyak berasal dari wilayah DKI Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi yakni 47 atau 12%. Disusul Sumatera Barat sebanyak 44 aduan atau 11,37%, Banten sebanyak 34 aduan atau 8,79%, Sulawesi Selatan sebanyak 26 aduan atau 6,72%, Jawa Barat sebanyak 24 aduan atau 6,20%, DI Yogyakarta sebanyak 23 aduan atau 5,94%, Jawa Timur sebanyak 22 aduan atau 5,68%, dan Jawa Tengah sebanyak 21 aduan atau 5,43%.
Amzulian menerangkan pengaduan terkait Bansos sebagian besar terkait penyaluran bantuan yang tidak merata di wilayah sasaran.
“Selain itu banyak juga pengaduan dimana masyarakat terdampak melihat tidak jelasnya prosedur dan persyaratan untuk menerima bantuan. Kemudian ada pula aduan karena kondisi masyarakat yang lebih darurat lapar namun tidak terdaftar sebagai penerima bantuan dan terdaftar tapi tidak dapat menerima bantuan di tempat domisili karena KTP pendatang,” ungkapnya.
“Sebaliknya, Covid19 mengakibatkan kelompok menengah yang rentan mendadak miskin, oleh karenanya akurasi data niscaya menjadi persoalan,” tambahnya.
Hal lain yang dilaporkan terkait Bansos di antaranya jumlah bantuan yang diterima tidak sesuai dengan jumlah yang ditentukan, tidak dapat menerima bantuan karena tidak memiliki KTP/KK, serta adanya permintaan imbalan oleh petugas ketika mendaftar sebagai penerima bantuan.
Aduan tersebut, menurut Amzulian sudah ditindaklanjuti Ombudsman RI dengan meneruskan kepada instansi terkait melalui narahubung yang telah ditunjuk kemudian dimonitor atau diselesaikan dengan pola Respon Cepat Ombudsman (RCO).
Respon Cepat Ombudsman merupakan metode penyelesaian laporan secara cepat dengan koordinasi langsung ke instansi terlapor sebagai respons cepat terhadap pelayanan publik yang berisiko misalnya membahayakan nyawa manusia.
Aduan masyarakat terdampak Covid-19 terkait bidang keuangan di antaranya belum tersedianya informasi secara jelas mengenai kebijakan relaksasi kredit kepada masyarakat, belum adanya layanan secara jelas terkait prosedur dan mekanisme permohonan restrukturisasi kredit bagi sejumlah masyarakat yg telah memenuhi kriteria.
Terungkap pula bahwa kebijakan pemberian diskon 50% yang tidak berlaku untuk semua pelanggan listrik 900 VA.
“Keringanan kredit dirasakan tidak operasional, WfH menaikkan konsumsi listrik 30%. Jika keringanan kredit tak berhasil, diperkirakan warga akan memilih menjual aset, melakukan pinjaman online atau terpaksa tetap keluar rumah,” ungkap Amzulian.
Sementara itu aduan masyarakat terkait pelayanan kesehatan di antaranya mengenai kurangnya informasi tentang perbedaan klasifikasi pasien Covid-19, kurangnya informasi tentang alur pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan gejala mirip Covid-19 dan/atau tindak lanjutnya, termasuk informasi tentang tempat isolasi.
Selain itu masuk pula aduan mengenai keterlambatan penyampaian hasil tes Covid-19 kepada Pasien, kurangnya jumlah tenaga medis untuk menangani pasien Covid-19, Rumah Sakit rujukan tidak memiliki fasilitas/sarana/prasarana yang memadai untuk menangani pasien COVID-19 misalnya ventilator dan ruang isolasi khusus.
Di bidang transportasi, masyarakat melaporkan tentang Penghentian angkutan umum di daerah yg belum ditetapkan sebagai PSBB, penghentian transportasi umum tanpa menyediakan angkutan alternatif, serta tidak ada sarana transportasi ke daerah asal bagi WNI yang baru dipulangkan dari luar negeri.
“Sedangkan di bidang kemanan, masyarakat melaporkan kurang ditertibkannya kerumunan orang yang masih dalam zona penerapan PSBB, ketidakjelasan proses penahanan terhadap tersangka yang berstatus positif Covid-19, dan ketiadaan tindakan tegas terhadap kantor yang wajib meliburkan pekerja selama status PSBB,” lanjut Amzulian.
Lembaga pengawas pelayanan publik Ombudsman Republik Indonesia membuka Posko Pengaduan Daring Bagi Masyarakat terdampak Bencana Nasional Covid-19 melalui tautan bit.ly/covid19ombudsman.
Selain membuka pengaduan melalui tautan tersebut, Ombudsman juga menyediakan sarana komunikasi Aplikasi WhatsApp untuk mempermudah pelapor dalam menindaklanjuti aduannya. Ada 35 nomor Whatsapp di Ombudsman Pusat dan Perwakilan setiap provinsi.