ASPI Sebut China Hancurkan 16.000 Masjid di Xinjiang, China: Itu Hanya Rumor Fitnah
Berita Baru, Internasional – Pada hari Jumat (25/9), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin membantah klaim dari Lembaga Kebijakan Strategis Australia (ASPI) yang menyebutkan bahwa China telah menghancurkan ribuan masjid di wilayah Xinjiang barat.
Hal itu disampaikan Wenbin dalam sebuah konferensi pers dan menekankan bahwa temuan dari ASPI itu “hanya rumor fitnah”.
Dalam kesempatan itu, Wenbin juga mengkritik ASPI dengan mengatakan bahwa temuan ASPI tidak objektif karena ASPI telah menerima ‘dana asing’ untuk menciptakan kebohongan dan menyudutkan China.
“Jika kami melihat jumlahnya, ada lebih dari 24.000 masjid di Xinjiang, yang sepuluh kali lebih banyak daripada di AS,” kata Wenbin, dilansir dari Reuters.
“Artinya, ada masjid untuk setiap 530 Muslim di Xinjiang, yang lebih banyak masjid per kapita daripada banyak negara Muslim,” terangnya.
China berada di bawah pengawasan atas perlakuannya terhadap Muslim Uighur dan klaim dugaan pelanggaran kerja paksa di Xinjiang.
Terkait hal itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mengatakan satu juta Muslim yang ditahan di kamp-kamp telah dipekerjakan.
China juga berulang kali membantah memperlakukan orang Uighur dengan buruk, dan mengatakan kamp-kamp itu adalah pusat pelatihan kejuruan yang diperlukan untuk mengatasi ekstremisme.
Laporan ASPI
Pada hari Kamis (24/9), ASPI menerbitkan laporan yang berjudul Tracing the destruction of Uyghur and Islamic spaces in Xinjiang, ditulis oleh Nathan Ruser , Dr James Leibold , Kelsey Munro dan Tilla Hoja.
Laporan itu memperkirakan sekitar 16.000 masjid di Xinjiang telah hancur atau rusak akibat kebijakan pemerintah, sebagian besar sejak 2017.
Perkiraan itu dibuat dengan menggunakan citra satelit dan berdasarkan sampel dari 900 situs keagamaan sebelum 2017, termasuk masjid, tempat suci, dan situs keramat.
“Pemerintah China telah memulai kampanye sistematis dan disengaja untuk menulis ulang warisan budaya Daerah Otonomi Uighur Xinjiang … untuk membuat tradisi budaya asli tunduk pada ‘bangsa China’,” tulis laporan ASPI.
Laporan itu juga menuliskan: “Di samping upaya koersif lainnya untuk merekayasa ulang kehidupan sosial dan budaya Uighur dengan mengubah atau menghilangkan bahasa, musik, rumah, dan bahkan diet Uighur, kebijakan Pemerintah China secara aktif menghapus dan mengubah elemen kunci dari warisan budaya nyata mereka.”
Menurut laporan ASPI, penghancuran masjid itu tampaknya berkorelasi dengan otoritas nilai yang ditempatkan pada potensi wisata suatu daerah; misalnya, Urumqi memiliki tingkat pembongkaran yang rendah, diikuti oleh lokasi wisata utama seperti Kashgar.
Namun, ASPI mencatat, kedua kota tersebut terus mengalami perkembangan kota yang signifikan, yang mengakibatkan pembongkaran atau ‘renovasi’ bagian dari kota tua Kashgar dan distrik Tengritagh dan Saybagh yang didominasi Uyghur di Urumqi.
Laporan ASPI itu merupakan salah satu laporan dari program ASPI dari Proyek Data Xinjiang. Menurut keterangan situs ASPI Indonesia, Proyek Data Xinjiang merupakan proyek bertujuan untuk memberikan informasi penting terkait situasi di Uighur Xinjiang, terutama dalam aspek hak asasi manusia.
“[Proyek] Ini berfokus pada serangkaian topik inti termasuk kamp-kamp interniran massal, pengawasan dan teknologi yang muncul, kerja paksa dan rantai pasokan, kampanye ‘pendidikan ulang’, penghancuran budaya yang disengaja dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya,” tulis ASPI dalam profil Proyek Data Xinjiang.