Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

FESTIVAL IBU BUMI
Ibu Asmia, anggota LPHD Damaran Baru, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, dalam acara Webinar Agenda Pasca Pencabutan Izin: Memperkuat Ruang Kelola bagi Perempuan Indonesia, Rabu (2/2).

Asmia, Semangat Perempuan Penjaga Hutan di Damaran Baru Aceh



Berita Baru, Jakarta – Terlibat langsung dalam kerja-kerja Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Damaran Baru, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, bukan sesuatu yang mudah bagi Ibu Asmia.

Asmia menegaskan bahwa memperjuangkan kelestarian dan pengelolaan hutan secara berkelanjutan merupakan bagian dari menjaga kehidupan.

Secara rutin perempuan kelahiran 1973 itu melakukan monitoring kawasan hutan desa dan juga mengidentifikasi atau pendataan potensi yang ada di kawasan Damaran Baru.

“Jaga hutan, jaga kehidupan,” kata Asmia, saat menjadi pembicara di acara puncak Festival Ibu Bumi yang digelar sejak Desember 2021 lalu oleh Gender Focal Poin (GFP), didukung The Asia Foundation (TAF), dan Beritabaru.co sebagai media patner, Rabu (2/2).

Dalam Webinar bertajuk ‘Agenda Pasca-pencabutan Izin: Memperkuat Ruang Kelola bagi Perempuan Indonesia‘, Asmia menceritakan pengalaman pribadinya terjun langsung dalam memperjuangkan pengelolaan hutan desa.

Berbekal izin yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2019 tentang pengelolaan hutan desa, perempuan-perempuan di Damaran Baru mulai menjaga hutan yang telah rusak.

Ia mengaku, sebagai anggota Team Ranger (Empu Uteun) LPHK Damaran Baru, dirinya fokus bertugas untuk melakukan kolekting data hasil patroli tim yang sudah dibentuk.

“Selama berkegiatan, kami patroli, membuat pembibitan, menanam pohon di hutan lindung sana,” ujar Asmia.

Ia menyebut, ranger penjaga dan pengelola hutan, dibutuhkan usaha yang luar biasa saat turun lapangan. Bahkan tidak sedikit tantangan yang dihadapi LPHK Damaran Baru.

“Kami ranger penjaga dan pengelola hutan. Tantangan kepada kami yaitu perambahan hutan yang dilakukan orang tidak bertanggung jawab, akses sangat licin dan hewan buas,” ungkap Asmia.

Asmia menuturkan dalam memperjuangkan izin mengelola hutan lindung dengan bentuk kehutanan desa melalui skema perhutanan sosial banyak stakeholder yang terlibat.

“Kami mengajukan perizinan, bekerja sama dengan aparat desa, didampingi Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) dan mendapat dukungan dari The Asia Foundation melalui program SeTAPAK 2, dan terus diperkuat hingga saat ini,” ujarnya.

Setelah Kampung Damaran Baru mendapatkan izin mengelola 251 Ha Hutan Lindung pada 5 November 2019, menurut Asmia telah banyak capaian perubahan yang positif yang didapat.

Diantaranya, tidak ada lagi penebangan liar, dan terbentuknya Team Ranger Perempuan Damaran Baru untuk melakukan pengawasan dan identifikasi potensi kawasan hutan desa.

“Dampaknya, hutan kami tidak lagi longsor, banjir bandang. Dampaknya ke masyarakat ada kelompok lebah madu, Pokja Pokdarwis. Terus pembibitan, yang kami tanam adalah alpukat, jambu merah, pohon aren dan lain-lain,” terang ibu Asmia.

Ia berpandangan, SK LPHK Damaran Baru sebagai bentuk ‘Pengakuan Negara’ atas hak perempuan dalam pengelolaan Hutan.

“Perempuan Damaran Baru akan melindungi sumber mata air yang ada di hutan kami. Dan melestarikan hutan kami agar terjaga,” tuturnya.

Terkait pencabutan izin yang dilakukan pemerintah, bagi Asmia merupakan kabar baik. Ia berharap akses pengelolaan hutan berkelanjutan bagi masyarakat tapak semakin terbuka, khususnya perempuan.

“Ke depan semoga pemerintah memperhatikan masyarakat tingkat tapak, memberi akses kepada kelompok perempuan pejuang pengelola hutan di seluruh Indonesia,” tukasnya.