Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

AS Dicurigai Mendanai Penelitian Virus Berbahaya di Wuhan
(Foto: Getty Images)

AS Dicurigai Mendanai Penelitian Virus Berbahaya di Wuhan



Berita Baru, Internasional – Hingga kini, asal-usul Covid-19 belum juga diketahui, tetapi polemik dan spekulasi mengenai hal tersebut terus berpusat pada laboratorium di wuhan, China.

Sebagaimana diketahui, wuhan adalah pertama di dunia yang diterpa wabah corona pada akhir tahun 2019. 

Yang terbaru, polemik yang muncul adalah Amerika Serikat mendanai penelitian virus berbahaya di China.

Desas-desus itu merujuk pada penelitian virus dari kelelawar di Institusi Virologi Wuhan.

Senator Partai Republik, Rand Paul, menuduh uang pemerintah AS mendanai penelitian di lembaga itu.

Paul menuding, riset tersebut akhirnya membuat beberapa virus (bukan virus corona) lebih menular dan lebih mematikan. Proses itu dikenal sebagai gain-of-function atau mutasi yang meningkatkan fungsi virus.

Namun tuduhan Paul itu sudah dibantah dengan tegas oleh Kepala Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), Anthony Fauci.

“Gain-of-function” merupakan proses saat suatu organisme mengembangkan kemampuan baru (atau fungsi).

Proses ini dapat terjadi di alam, tapi juga bisa di laboratorium, saat para ilmuwan memodifikasi kode genetik atau menempatkan organisme di lingkungan yang berbeda. Ini dilakukan untuk mengubah genetik dengan cara tertentu.

Salah satu contoh riset ini adalah saat para ilmuwan mencoba membuat tanaman tahan kekeringan.

Contoh lainnya adalah penelitian untuk memodifikasi agen penular penyakit pada nyamuk agar peluangnya dalam menularkan infeksi lebih kecil.

Sementara jika riset itu dilakukan terhadap virus yang dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia, virus itu dapat berpotensi lebih menular dan berbahaya.

Banyak ilmuwan menjustifikasi penelitian semacam ini dengan berkata bahwa riset ini dapat mempersiapkan penanganan wabah dan pandemi pada masa depan.

Melalui riset ini, menurut mereka, ilmuwan dapat memahami bagaimana virus berevolusi. Oleh karenanya, mereka bisa mengembangkan prosedur perawatan dan vaksin yang mumpuni.

Selain sebagai penasihat untuk Presiden Joe Biden, Fauci adalah adalah direktur Institut Alergi dan Penyakit Menular Nasional AS (NIAID). Lembaga itu merupakan bagian dari Institut Kesehatan Nasional AS (NIH).

Institut Kesehatan Nasional AS memang memberikan sejumlah dana untuk EcoHealth Alliance, sebuah organisasi yang bekerja sama dengan Institut Virologi Wuhan.

EcoHealth Alliance yang berbasis di AS pada tahun 2014 mendapatkan dana untuk melihat potensi munculnya virus corona dari kelelawar.

EcoHealth menerima US$3,7 juta (Rp53,6 miliar) dari NIH. Setidaknya US$600.000 di antaranya atau sekitar Rp8,6 miliar mereka berikan kepada Institut Virologi Wuhan.

Pada 2019, proyek tersebut diperbarui hingga 2024, tapi kemudian dibatalkan pada April 2020 karena pandemi Covid-19.

Pada bulan Mei lalu, Fauci menyatakan bahwa Institut Kesehatan Nasional AS tidak pernah mendanai penelitian fungsi virus di Institut Virologi Wuhan.

Pekan ini, senator Rand Paul bertanya kepada Fauci, apakah dia berencana meralat pernyataan tersebut. “Seperti yang Anda ketahui, berbohong kepada Kongres adalah kejahatan,” ujarnya kepada Fauci.

Senator Paul yakin penelitian tersebut memenuhi beberapa kriteria penelitian penambahan fungsi virus.

Dia merujuk dua makalah akademis yang disusun Institut Virologi Wuhan. Salah satu makalah itu dibuat tahun 2015 bersama peneliti dari University of North Carolina dan satu lagi dikerjakan tahun 2017.

Salah satu ilmuwan terkemuka mendukung pernyataan Paul. Dia adalah Profesor Richard Ebright dari Rutgers University.

Kepada BBC, dia berkata bahwa penelitian dalam dua makalah menunjukkan bahwa virus baru (yang belum ada secara alami) diciptakan.

Penelitian itu disebutnya berisiko menciptakan patogen potensial baru yang lebih menular.

“Penelitian dalam kedua makalah tersebut merupakan penelitian ‘gain-of-function’,” ujarnya.

Ebright berkata, keduanya memenuhi definisi resmi dari penelitian tahun 2014, saat pemerintah AS menghentikan pendanaan untuk riset serupa karena masalah keamanan hayati.

Pendanaan dihentikan sampai kerangka kerja baru selesai disusun untuk penelitian semacam itu.

Fauci bertestimoni kepada Senat bahwa penelitian itu “telah dievaluasi beberapa kali oleh orang-orang yang memenuhi syarat agar mutasi yang meningkatkan fungsi virus tidak terjadi”.

Fauci juga berkata, “secara molekuler tidak mungkin” virus-virus ini menghasilkan virus corona, meskipun dia tidak menjelaskan argumentasinya secara lebih lanjut.

Institut Kesehatan Nasional AS dan EcoHealth Alliance juga telah menolak tuduhan bahwa mendukung atau mendanai penelitian “peningkatan fungsi virus” di China.

Dua badan itu menyatakan, mereka mendanai sebuah proyek untuk memeriksa “pada tingkat molekuler” terkait virus kelelawar yang baru ditemukan dan protein lonjakannya yang membantu virus mengikat sel hidup.

Riset itu, menurut klaim mereka, dilakukan “tanpa mempengaruhi lingkungan atau perkembangan atau keadaan fisiologis organisme”.

Salah satu ilmuwan AS yang berkolaborasi dengan institut Virologi Wuhan dalam penelitian virus kelelawar tahun 2015 adalah Ralph Baric dari University of North Carolina.

Dia mengungkapkan sejumlah penjelasan kepada surat kabar Washington Post.

Baric berkata, pekerjaan yang mereka lakukan ditinjau Institut Kesehatan Nasional AS dan komite keamanan hayati universitasnya.

Peninjauan itu, menurutnya, dilakukan untuk melihat potensi kemungkinan penelitian yang meningkatkan fungsi virus dan bukan riset yang jelas-jelas mengubah virus.

Baric berkata, tidak ada virus yang diteliti dalam studi terkait Sars-Cov-2 pada tahun 2015.

Baric mengakui, penelitian mereka menunjukkan bahwa virus memiliki “sifat intrinsik” yang memberi mereka kemampuan untuk menginfeksi manusia.

Namun, kata Baric, “Kami tidak pernah memasukkan mutasi ke lonjakan virus untuk meningkatkan pertumbuhan mereka dalam sel manusia.”

Peneliti dan ahli biologi AS di Broad Institute of MIT dan Harvard, Alina Chan, menyoroti alasan pemerintahannya untuk menghentikan sementara pendanaan riset tersebut pada tahun 2014.

Pemerintah AS kala itu menyebut bahwa mereka menghentikan pendanaan untuk riset yang mungkin memberikan atribut pada virus influenza, MERS, atau SARS sehingga virus itu dapat mengembangkan patogenisitas dan/atau kemampuan menulari mamalia melalui pernapasan.

Pernyataan itu dapat menyiratkan bahwa penelitian tentang virus mungkin tidak bermaksud untuk menghasilkan “keuntungan fungsi”, walau riset itu bisa menyebabkan hal tersebut.

Poin yang lebih umum adalah bahwa setiap evaluasi penelitian dan risiko yang terlibat dapat bersifat subjektif.

“Tidak selalu ada konsensus pada penelitian keuntungan fungsi virus, bahkan di antara para ahli, dan lembaga untuk menafsirkan dan menerapkan kebijakan secara berbeda,” kata Rebecca Moritz dari Colorado State University kepada BBC.