AS dan Filipina Tandatangani Perjanjian Kerjasama Nuklir Sipil Strategis
Berita Baru, Internasional – Pada Kamis (10/3), Departemen Luar Negeri AS mengumumkan penandatanganan Nota Kesepahaman Mengenai Kerjasama Nuklir Sipil Strategis. Kesepakatan itu akan membuat Washington membantu Manila memulai kembali program tenaga nuklirnya.
“Amerika Serikat dan Filipina memiliki aliansi yang bertahan lama dan mempertahankan kerja sama jangka panjang di bidang keamanan, energi, perdagangan, dan nonproliferasi,” bunyi pernyataan Departemen Luar Negeri.
“Memperdalam kerja sama kita dalam energi nuklir, ilmu pengetahuan dan teknologi berpotensi memberikan kontribusi yang signifikan terhadap tujuan energi bersih bersama, pembangunan pertanian, ketersediaan air bersih, perawatan medis, dan banyak lagi. Kerja sama nuklir kami bertumpu pada rezim nonproliferasi yang kuat dan komitmen teguh Filipina terhadap nonproliferasi.”
Melansir dari Sputnik News, MOU ditandatangani oleh Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Pengendalian Senjata dan Keamanan Internasional Bonnie Jenkins dan Wakil Menteri Energi Filipina Gerardo Erguiza, Jr.
Bulan lalu, Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, menandatangani perintah eksekutif untuk menghidupkan kembali program tenaga nuklir Filipina untuk membantu negara itu menghapus pembangkit listrik tenaga batu bara yang lebih tua. Menjelang KTT iklim bulan Apri lalu Manila berjanji untuk mengekang emisi gas rumah kaca sebesar 75% pada tahun 2030.
“Mengadopsi program nuklir bukan hanya tentang membangun pembangkit listrik tenaga nuklir,” kata Erguiza kepada Kantor Berita Filipina. “Ini adalah masalah energi dan keamanan nasional. Haruskah diputuskan di masa depan bahwa Filipina sudah fit dan akhirnya siap untuk memulai perjalanan energi nuklirnya, kami akan dapat melihat ke belakang dan menghargai penerbitan penting ini.”
Bagian dari rencana itu adalah seruan untuk menghidupkan kembali Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Bataan, sebuah reaktor air ringan bertekanan 620 megawatt yang dibangun oleh perusahaan tenaga nuklir AS, Westinghouse, pada tahun 1976 untuk rezim otoriter Ferdinand Marcos. Namun, ketika pembangkit listrik itu hampir selesai, bencana 1986 di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Chernobyl di Uni Soviet menyebabkan bangunan itu mangkrak sejak tidak pernah diisi bahan bakar atau dinyalakan.
Masalah keamanan lainnya juga muncul, seperti potensi dampak dari letusan Gunung Pinatubo 35 mil jauhnya, yang pada saat itu tidak aktif selama 500 tahun. Namun, gunung berapi itu meletus hanya enam tahun kemudian pada Juni 1991 yang menjadi letusan gunung berapi terbesar kedua di abad ke-20.