ANALISA – Beritabaru.co https://beritabaru.co Meluruskan Distorsi Informasi Sat, 17 Feb 2024 06:24:41 +0000 id hourly 1 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2019/09/cropped-Berita-Baru-Icon-32x32.png ANALISA – Beritabaru.co https://beritabaru.co 32 32 Bijak Keuangan (Pinjol) bagi UMKM https://beritabaru.co/bijak-keuangan-pinjol-bagi-umkm-opini-dwinda-rahman/ Fri, 16 Feb 2024 03:52:05 +0000 https://beritabaru.co/?p=180407 Ilustrasi - Pinjaman Online (FOTO: merahputih)

Opini: Dwinda Rahman Specialist on Digital Economy and MSMEs - The Reform Initiatives


  Wajahnya lesu. Tatapannya kosong. Setiap hari ada saja yang datang mengetuk pintunya. Ketakutan seperti sarapan bagi Dian (nama samaran), yang berumur sekitar 40 tahun dan berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Akibat ketagihan mengklik pesan singkat (SMS) pinjaman murah dan cepat, dia tak sadar utangnya sudah setinggi gunung. Kerap sekali, anaknya yang masih belia dijadikan tumbal untuk meminjam uang kepada tetangga dengan alasan untuk berobat. Kisah seperti ini tak hanya satu tetapi banyak dapat dijumpai di internet. Bahkan, ada yang hampir cerai dengan istrinya karena meminjam untuk main judi online. Jika meminjam karena kesulitan ekonomi atau ingin berusaha mungkin sedikit dibenarkan, tetapi jika meminjam untuk judi di pinjaman online (pinjol) illegal tentu ini kebodohan yang hakiki. Berkaca dari data survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2022, dapat dimaklumi karena literasi keuangan masyarakat Indonesia masih rendah, yakni baru 49,68%. Ini artinya, masih banyak yang belum mengerti terkait sistem dan produk layanan keuangan. Data lainnya, terdapat sebanyak 30 juta usaha mikro belum mendapatkan akses pendanaan formal; 7 juta di antaranya meminjam ke kerabat, 5 juta ke rentenir, dan 18 juta sisanya belum mendapatkan pembiayaan (BRI, Pegadaian, PNM, 2021). Padahal, Susan, M (2020) menyebutkan, literasi keuangan berpengaruh positif terhadap akses keuangan dan pertumbuhan UMKM. Jika UMKM punya literasi keuangan yang baik maka mereka akan mampu memilih pembiayaan yang sesuai untuk usaha dan pada akhirnya meningkatkan usahanya. Persoalan ini perlu menjadi perhatian serius agar UMKM dapat naik kelas dan sejahtera.

 Modus pinjaman online

Pinjaman online menjadi alternatif pembiayaan selain perbankan. Namun, kita perlu mempelajari terlebih dahulu sistemnya, produk layanan, bunga yang diberikan, karena hanya ada 102 perusahaan fintech P2P lending yang terdaftar di OJK Per Juni 2023. Sementara, fintech illegal yang ditangani periode 2018-2023 sebanyak 5.084 entitas atau 49 kali lebih banyak dari yang legal. Menurut OJK (2023), ciri ciri pinjol illegal, yakni tidak memiliki izin resmi, pemberian pinjaman sangat mudah cukup dengan KTP, foto diri, dan nomor rekening. Namun, dampaknya sungguh buruk, mereka dapat mengakses seluruh data di ponsel (kontak, storage, gallery, history call), dan bunga/biaya pinjaman/denda tidak terbatas. Jika pembayaran terlambat, ada ancaman teror, penghinaan, pencemaran nama baik, dan penyebaran foto/video dari data ponsel yang disedot tersebut. Ciri lainnya adalah identitas pengurus dan alamat kantor tidak jelas, serta penawaran dilakukan via saluran komunikasi pribadi tanpa izin. Nasib menyedihkan menimpa Donna dipecat dari kantor karena pinjol, (Kompas.com, 2021). Atasannya tidak percaya meski telah dijelaskan bahwa dia tidak memberikan nomor tersebut sebagai jaminan. Donna menjadi korban teror perusahaan pinjol pada 2018 dengan meminjam Rp1,2 juta untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Dia tidak mempelajari cara kerja pinjol karena menganggap sama dengan aturan bank. Ketika telat membayar utang, perusahaan pinjol itu menagih bayaran dengan cara mengirim SMS blast ke semua nomor kontaknya (ke atasan, rekan kantor, keluarga, dan teman-teman). Padahal, dia tidak pernah memberikan nomor ponsel siapa pun ke perusahaan pinjol tersebut.

Berkah Pinjol

Sebenarnya, tak masalah jika menggunakan pinjol tetapi harus digunakan untuk tujuan produktif, disesuaikan dengan kemampuan, dan potensi usahanya. Sebelum meminjam, alangkah baiknya melakukan pengecekan legalitas pinjol tersebut di website OJK dan dipelajari informasi terkait apa manfaat, jangka waktu, bunga, denda, dan resikonya. Tak kalah penting, yakni perlu mengatur keuangan agar UMKM stabil dan berkelanjutan. Beberapa hal yang dapat dilakukan, yakni pemisahan uang pribadi dan usaha.  Banyak usaha menjadi bangkrut karena uangnya tercampur, apa lagi pemilik usaha bergaya hidup mewah. Akibatnya, arus kas terkuras dan terganggu. UMKM dapat membenahi pencatatan laporan keuangan melalui aplikasi laporan keuangan sederhana, mudah, dan tak berbayar, yakni aplikasi Laporan Akutansi Usaha Mikro (LAMIKRO) oleh KemenkopUKM dan penggunaan Sistem Informasi Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan (SIAPIK) yang diisini Bank Indonesia. Dengan aplikasi tersebut, UMKM lebih mudah dalam pencatatan transaksi keuangan usaha, dapat menghasilkan laporan keuangan digital secara otomatis, serta dapat diakses kapan dan di mana saja melalui ponsel berbasis operasi android. Pelaku usaha mikro dapat menghitung arus kas, belanja, pendapatan dan laba secara mudah dan terukur. Aplikasi ini sudah memenuhi standar akutansi entitas mikro kecil dan menengah yang dikeluarkan oleh Ikatan Akutansi Indonesia (IAI). Setiap tahun, pemerintah selalu memberikan pelatihan gratis kepada UMKM. Apabila UMKM telah memiliki laporan keuangan yang rapi dan tercatat maka akan memudahkan untuk mendapatkan akses pembiayaan formal.  Menurut Hussain J, Salia S, & Karim A. (2018), literasi keuangan memungkinkan UKM di Inggris untuk mengakses keuangan ekternal, yang pada gilirannya membantu usaha beroperasi pada tingkat yang optimal untuk memengaruhi pertumbuhan kinerja. Penghitungan biaya operasional menjadi penting untuk menilai apakah usaha mendapatkan laba/rugi, dan bisa melakukan perencanaan keuangan ke depan. Belajar dari pengalaman Via, pendiri Berhijab.co, yang berhasil meraih Rp100 juta pertamanya dengan berbisnis hijab kecil-kecilan di usia 20 tahun ((Idxchannel, 2023). Awalnya, Via dengan bermodalkan Rp3 juta memberanikan diri menjual barang yang diproduksi sendiri lewat konveksi. Namun, usahanya gagal karena biaya operasional yang tinggi. Setelah dievaluasi, sebetulnya dia belum sanggup untuk memproduksi sendiri sehingga diputuskan menjadi reseller produk hijab milik orang lain terlebih dahulu. Ketika merasa modalnya cukup, barulah dia memproduksi fashion hijab sendiri yang saat ini, omsetnya terus tumbuh. Bijak keuangan, yakni memilih, merencanakan, menggunakan, dan mengevaluasinya adalah kunci pengembangan usaha UMKM. Kelak, hal ini dapat menjadi pelajaran bagi Dian-Dian di luar sana. Sarapannya haruslah senyuman dan laba usaha, tak boleh lagi ketakutan dan ancaman.]]>
Ilustrasi - Pinjaman Online (FOTO: merahputih)

Opini: Dwinda Rahman Specialist on Digital Economy and MSMEs - The Reform Initiatives


  Wajahnya lesu. Tatapannya kosong. Setiap hari ada saja yang datang mengetuk pintunya. Ketakutan seperti sarapan bagi Dian (nama samaran), yang berumur sekitar 40 tahun dan berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Akibat ketagihan mengklik pesan singkat (SMS) pinjaman murah dan cepat, dia tak sadar utangnya sudah setinggi gunung. Kerap sekali, anaknya yang masih belia dijadikan tumbal untuk meminjam uang kepada tetangga dengan alasan untuk berobat. Kisah seperti ini tak hanya satu tetapi banyak dapat dijumpai di internet. Bahkan, ada yang hampir cerai dengan istrinya karena meminjam untuk main judi online. Jika meminjam karena kesulitan ekonomi atau ingin berusaha mungkin sedikit dibenarkan, tetapi jika meminjam untuk judi di pinjaman online (pinjol) illegal tentu ini kebodohan yang hakiki. Berkaca dari data survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2022, dapat dimaklumi karena literasi keuangan masyarakat Indonesia masih rendah, yakni baru 49,68%. Ini artinya, masih banyak yang belum mengerti terkait sistem dan produk layanan keuangan. Data lainnya, terdapat sebanyak 30 juta usaha mikro belum mendapatkan akses pendanaan formal; 7 juta di antaranya meminjam ke kerabat, 5 juta ke rentenir, dan 18 juta sisanya belum mendapatkan pembiayaan (BRI, Pegadaian, PNM, 2021). Padahal, Susan, M (2020) menyebutkan, literasi keuangan berpengaruh positif terhadap akses keuangan dan pertumbuhan UMKM. Jika UMKM punya literasi keuangan yang baik maka mereka akan mampu memilih pembiayaan yang sesuai untuk usaha dan pada akhirnya meningkatkan usahanya. Persoalan ini perlu menjadi perhatian serius agar UMKM dapat naik kelas dan sejahtera.

 Modus pinjaman online

Pinjaman online menjadi alternatif pembiayaan selain perbankan. Namun, kita perlu mempelajari terlebih dahulu sistemnya, produk layanan, bunga yang diberikan, karena hanya ada 102 perusahaan fintech P2P lending yang terdaftar di OJK Per Juni 2023. Sementara, fintech illegal yang ditangani periode 2018-2023 sebanyak 5.084 entitas atau 49 kali lebih banyak dari yang legal. Menurut OJK (2023), ciri ciri pinjol illegal, yakni tidak memiliki izin resmi, pemberian pinjaman sangat mudah cukup dengan KTP, foto diri, dan nomor rekening. Namun, dampaknya sungguh buruk, mereka dapat mengakses seluruh data di ponsel (kontak, storage, gallery, history call), dan bunga/biaya pinjaman/denda tidak terbatas. Jika pembayaran terlambat, ada ancaman teror, penghinaan, pencemaran nama baik, dan penyebaran foto/video dari data ponsel yang disedot tersebut. Ciri lainnya adalah identitas pengurus dan alamat kantor tidak jelas, serta penawaran dilakukan via saluran komunikasi pribadi tanpa izin. Nasib menyedihkan menimpa Donna dipecat dari kantor karena pinjol, (Kompas.com, 2021). Atasannya tidak percaya meski telah dijelaskan bahwa dia tidak memberikan nomor tersebut sebagai jaminan. Donna menjadi korban teror perusahaan pinjol pada 2018 dengan meminjam Rp1,2 juta untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Dia tidak mempelajari cara kerja pinjol karena menganggap sama dengan aturan bank. Ketika telat membayar utang, perusahaan pinjol itu menagih bayaran dengan cara mengirim SMS blast ke semua nomor kontaknya (ke atasan, rekan kantor, keluarga, dan teman-teman). Padahal, dia tidak pernah memberikan nomor ponsel siapa pun ke perusahaan pinjol tersebut.

Berkah Pinjol

Sebenarnya, tak masalah jika menggunakan pinjol tetapi harus digunakan untuk tujuan produktif, disesuaikan dengan kemampuan, dan potensi usahanya. Sebelum meminjam, alangkah baiknya melakukan pengecekan legalitas pinjol tersebut di website OJK dan dipelajari informasi terkait apa manfaat, jangka waktu, bunga, denda, dan resikonya. Tak kalah penting, yakni perlu mengatur keuangan agar UMKM stabil dan berkelanjutan. Beberapa hal yang dapat dilakukan, yakni pemisahan uang pribadi dan usaha.  Banyak usaha menjadi bangkrut karena uangnya tercampur, apa lagi pemilik usaha bergaya hidup mewah. Akibatnya, arus kas terkuras dan terganggu. UMKM dapat membenahi pencatatan laporan keuangan melalui aplikasi laporan keuangan sederhana, mudah, dan tak berbayar, yakni aplikasi Laporan Akutansi Usaha Mikro (LAMIKRO) oleh KemenkopUKM dan penggunaan Sistem Informasi Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan (SIAPIK) yang diisini Bank Indonesia. Dengan aplikasi tersebut, UMKM lebih mudah dalam pencatatan transaksi keuangan usaha, dapat menghasilkan laporan keuangan digital secara otomatis, serta dapat diakses kapan dan di mana saja melalui ponsel berbasis operasi android. Pelaku usaha mikro dapat menghitung arus kas, belanja, pendapatan dan laba secara mudah dan terukur. Aplikasi ini sudah memenuhi standar akutansi entitas mikro kecil dan menengah yang dikeluarkan oleh Ikatan Akutansi Indonesia (IAI). Setiap tahun, pemerintah selalu memberikan pelatihan gratis kepada UMKM. Apabila UMKM telah memiliki laporan keuangan yang rapi dan tercatat maka akan memudahkan untuk mendapatkan akses pembiayaan formal.  Menurut Hussain J, Salia S, & Karim A. (2018), literasi keuangan memungkinkan UKM di Inggris untuk mengakses keuangan ekternal, yang pada gilirannya membantu usaha beroperasi pada tingkat yang optimal untuk memengaruhi pertumbuhan kinerja. Penghitungan biaya operasional menjadi penting untuk menilai apakah usaha mendapatkan laba/rugi, dan bisa melakukan perencanaan keuangan ke depan. Belajar dari pengalaman Via, pendiri Berhijab.co, yang berhasil meraih Rp100 juta pertamanya dengan berbisnis hijab kecil-kecilan di usia 20 tahun ((Idxchannel, 2023). Awalnya, Via dengan bermodalkan Rp3 juta memberanikan diri menjual barang yang diproduksi sendiri lewat konveksi. Namun, usahanya gagal karena biaya operasional yang tinggi. Setelah dievaluasi, sebetulnya dia belum sanggup untuk memproduksi sendiri sehingga diputuskan menjadi reseller produk hijab milik orang lain terlebih dahulu. Ketika merasa modalnya cukup, barulah dia memproduksi fashion hijab sendiri yang saat ini, omsetnya terus tumbuh. Bijak keuangan, yakni memilih, merencanakan, menggunakan, dan mengevaluasinya adalah kunci pengembangan usaha UMKM. Kelak, hal ini dapat menjadi pelajaran bagi Dian-Dian di luar sana. Sarapannya haruslah senyuman dan laba usaha, tak boleh lagi ketakutan dan ancaman.]]>
https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2024/02/Pinjaman-Online-300x170.jpg
Peluang Tiongkok untuk Jalur Pembangunan Global yang “Inklusif, Bermanfaat, dan Tangguh” https://beritabaru.co/peluang-tiongkok-untuk-jalur-pembangunan-global-yang-inklusif-bermanfaat-dan-tangguh/ https://beritabaru.co/peluang-tiongkok-untuk-jalur-pembangunan-global-yang-inklusif-bermanfaat-dan-tangguh/#respond Thu, 17 Nov 2022 10:18:41 +0000 https://beritabaru.co/?p=138838 Peluang Tiongkok untuk Jalur Pembangunan Global yang "Inklusif, Bermanfaat, dan Tangguh"

China’s opportunities for an “inclusive, beneficial, resilient” global development path

Zhou Jiaxin

Reporter CGTN


Beritabaru.co, Analisa - Dengan hiasan garis berwarna merah, kereta berkecepatan tinggi yang super ramping dan bertubuh perak perlahan-lahan keluar dari Stasiun Tegalluar Bandung pada hari Rabu kemarin. Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Indonesia Joko Widodo secara virtual memantau uji coba operasional kereta cepat pertama di Asia Tenggara di Bali, di mana Indonesia menjadi tuan rumah KTT G20.

Kedua belah pihak sepakat untuk membangun dan mengoperasikan Kereta Cepat Jakarta-Bandung pada tahun 2015, dan pembangunannya telah berjalan lancar sejak tahun 2018. Terlepas dari berbagai masalah yang kompleks, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pihak-pihak yang berpartisipasi telah melakukan upaya yang sungguh-sungguh tanpa mengorbankan standar dan kualitas yang tinggi.

Proyek tengara ini adalah proyek konstruksi luar negeri pertama yang sepenuhnya menggunakan sistem kereta api, teknologi, dan komponen industri Tiongkok, yang sedang dipamerkan di KTT G20 sebagai bagian dari upaya Tiongkok untuk menyelesaikan proyek-proyek dalam inisiatif  Sabuk dan Jalan. Pada sesi pertama konferensi, Xi mengatakan bahwa dunia sedang menghadapi perubahan penting yang sebelumnya belum pernah terjadi dalam satu abad, dan menyebut bahwa COVID-19, ekonomi yang rapuh, geopolitik yang tegang, tata kelola global yang tidak memadai, dan krisis pangan dan energi, adalah ‘tantangan berat’ bagi pembangunan bersama.

"Sangat penting bahwa semua negara merangkul visi komunitas dengan masa depan bersama bagi umat manusia, mengadvokasi perdamaian, pembangunan, dan kerja sama yang saling menguntungkan," kata pemimpin Tiongkok itu. "Semua negara harus menggantikan perpecahan dengan persatuan, konfrontasi dengan kerja sama, dan eksklusivitas dengan inklusivitas."

Pertumbuhan Inklusif

"Mentalitas Perang Dingin telah lama ketinggalan zaman," tekan Xi, ia mengatakan tidak ada yang boleh mencari keuntungan sendiri dengan menyulitkan orang lain, membangun "halaman kecilnya sendiri dengan pagar tinggi", atau membuat kelompoknya sendiri yang tertutup dan eksklusif. Beijing telah melihat garis ideologis dan politik kelompok Washington sebagai ancaman terhadap kedaulatan, keamanan, dan hak pembangunannya di dunia yang multi-polar.

Pada hari Senin lalu, dalam pertemuan yang sangat dinanti-nantikan oleh Xi dan mitranya dari AS Joe Biden, kedua pemimpin mengadakan pertukaran yang jujur dan mendalam, yang berlangsung selama lebih dari tiga jam di sela-sela KTT G20. Tiongkok mendesak agar hubungan kedua negara dapat kembali ke jalur yang stabil. Pertemuan itu terjadi beberapa bulan setelah Beijing memutuskan sejumlah kontak rutin dengan Washington karena kunjungan Ketua DPR Nancy Pelosi ke Taiwan.

Beijing mengatakan bahwa kedua belah pihak harus mengelola perbedaan, sementara pihak AS menekankan bahwa persaingan harus dicegah agar tidak menjadi konflik.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken sekarang berencana untuk mengunjungi Tiongkok di sela-sela serangkaian dialog yang dilanjutkan.

"Perpecahan dan konfrontasi tidak akan memberikan keuntungan dan manfaat bagi siapa pun," kata Xi pada sesi tersebut. Pada KTT tersebut, Kristalina Georgieva, Direktur Pelaksana IMF, memperingatkan para pemimpin G20 untuk tidak membiarkan proteksionisme perdagangan "berakar" dan mengatakan bahwa fragmentasi ekonomi dunia ke dalam blok-blok geopolitik akan secara signifikan merusak pertumbuhan. "Yang perlu kita lakukan adalah bergandengan tangan dan meningkatkan kerja sama win-win kita ke tingkat yang lebih tinggi," kata Presiden Tiongkok Xi Jinping, ia mengutip pepatah Indonesia yang mengatakan "serumpun serai, selubang seliang bagai tebu" yang berarti bersolidaritas.

Bermanfaat bagi Semua

Sebagai negara berkembang terbesar di dunia, Tiongkok telah memainkan peran utama dalam memulai program keamanan dan pembangunan secara global, terutama di antara negara-negara berkembang lainnya. Inisiatif Pembangunan Global (GDI) yang diusulkan oleh Xi, ditujukan untuk mendorong konsensus internasional dalam mendorong pembangunan, menumbuhkan pendorong baru untuk pembangunan global, serta memfasilitasi pembangunan bersama dan kemajuan semua negara.

Tiongkok juga telah membentuk Global Development and South-South Cooperation Fund, dan akan meningkatkan pendanaannya untuk Dana Perdamaian dan Pembangunan Tiongkok-PBB. Xi mengatakan Tiongkok telah bekerja sama dengan lebih dari 100 negara dan organisasi internasional di GDI, sehingga telah memberikan dorongan baru bagi implementasi Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Dalam "Aksi G20 untuk Pemulihan yang Kuat dan Inklusif", Tiongkok telah mengajukan 15 proyek dan berpartisipasi dalam lima proyek lainnya dalam kerangka kerja ini. Tiongkok berikrar untuk bekerja sama dengan anggota G20 dalam proyek-proyek tersebut. Para ahli mengatakan, Tiongkok sedang mencoba mengubah fokus tren global ke jalan pembangunan yang lebih damai dan cepat, meskipun beberapa negara termasuk pihak konservatif AS berpikir sebaliknya.

Pelepasan keterkaitan antara AS dengan Tiongkok telah memberikan tekanan yang lebih luas pada negara lain. Direktur Studi Politik Internasional di National Institute for Global Strategy, Zhao Hai mengatakan, "Dalam banyak kasus, negara-negara itu harus memihak, misalnya memisahkan diri dari rantai pasokan Tiongkok, menangguhkan produk teknologi dan ekspor peralatan ke Tiongkok, atau bekerja sama dengan militer AS."

Lebih Tangguh

"Sanksi sepihak harus dihapus, dan pembatasan kerja sama ilmiah dan teknologi terkait juga harus dicabut," kata Xi. Satu bulan lalu, pemerintahan Biden mulai memotong pasokan microchip Beijing, mengeluarkan dua aturan baru yang membatasi perusahaan pengekspor chip dan peralatan pembuat chip ke Tiongkok sambil mendorong sekutunya melakukan hal yang sama. Banyak yang melihatnya lebih dari sekadar kebuntuan perdagangan dan kenyataan yang berkembang menjadi gempa geopolitik yang mengkhawatirkan pemain lain dan sistem tata kelola global.

‘Persaingan’ yang dipolitisasi antara dua ekonomi terbesar datang ketika globalisasi ekonomi ditempa angin kencang, dan ekonomi dunia berisiko mengalami resesi. Dalam G20, pemimpin Tiongkok menyoroti masalah kerawanan pangan dan energi, dengan mengatakan bahwa krisis itu adalah "tantangan paling mendesak dalam pembangunan global," menyebut bahwa rantai pasokan yang terputus dan kerja sama internasional sebagai "akar penyebab krisis yang sedang berlangsung."

"Kita harus dengan tegas menentang upaya politisasi, instrumentalisasi, dan persenjataan masalah pangan dan energi," kata Xi. Tahun ini, Tiongkok telah mengusulkan, Inisiatif Kerja Sama Internasional tentang Industri dan Rantai Pasokan yang Tangguh dan Stabil bersama dengan enam mitra termasuk Indonesia dan Serbia. Tiongkok juga bergabung dengan negara-negara lain mengimbau pembentukan Kemitraan Kerja Sama Energi Bersih Global, dan mengedepankan Inisiatif Kerja Sama Internasional tentang Ketahanan Pangan Global di G20.

"Kita perlu membangun kemitraan global untuk pemulihan ekonomi, selalu mengingat kesulitan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang, dan mengakomodasi kekhawatiran mereka," kata Xi kepada para pemimpin dunia di KTT itu. "Semua orang mengalami kesulitan, tetapi negara-negara berkembang yang menanggung bebannya."

Xi mengatakan, lembaga keuangan internasional dan kreditor komersial, yang menjadi kreditor utama negara-negara berkembang harus ambil bagian dalam pengurangan dan penangguhan utang untuk negara-negara berkembang, serta menyatakan dukungan mereka terhadap niat Uni Afrika untuk bergabung dalam G20.

Tiongkok sekarang menerapkan Inisiatif Penangguhan Layanan Utang (G20 Debt Service Suspension Initiative/ DSSI) G20, dan telah menangguhkan jumlah pembayaran layanan utang terbesar di antara semua anggota G20.

Sementara itu, Tiongkok bekerja sama dengan beberapa anggota G20 dalam penanganan utang di bawah Common Framework for Debt Treatment di luar program DSSI, untuk membantu negara-negara berkembang terkait melalui masa-masa sulit mereka.

Peluang Tiongkok

Presiden Tiongkok juga merujuk pada Kongres Nasional yang baru-baru ini diselenggarakan oleh Partai Komunis Tiongkok. Presiden Xi, sekaligus Sekretaris Jenderal Komite Sentral PKT mengatakan bahwa pertemuan ini menegaskan kembali bahwa Tiongkok akan tetap berkomitmen pada pembangunan damai, keterbukaan, dan mendorong peremajaan kembali bangsa Tionghoa melalui modernisasi.

"Tiongkok yang bergerak menuju modernisasi akan membawa lebih banyak peluang kepada dunia, memberikan momentum yang lebih kuat bagi kerja sama internasional, dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kemajuan manusia," kata Xi.

Kerja sama KCJB sudah jelas merupakan sebuah perwujudan. Selama pertemuannya dengan Presiden Afrika Selatan Ramaphosa dan Presiden Argentina Fernandez, Xi juga menekankan pendalaman kerja sama dalam mekanisme multilateral seperti BRICS, serta memajukan inisiatif Sabuk dan Jalan dengan memperluas kerja sama di sektor-sektor pertanian, energi dan infrastruktur, serta tentang perubahan iklim.


Referensi:

]]>
Peluang Tiongkok untuk Jalur Pembangunan Global yang "Inklusif, Bermanfaat, dan Tangguh"

China’s opportunities for an “inclusive, beneficial, resilient” global development path

Zhou Jiaxin

Reporter CGTN


Beritabaru.co, Analisa - Dengan hiasan garis berwarna merah, kereta berkecepatan tinggi yang super ramping dan bertubuh perak perlahan-lahan keluar dari Stasiun Tegalluar Bandung pada hari Rabu kemarin. Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Indonesia Joko Widodo secara virtual memantau uji coba operasional kereta cepat pertama di Asia Tenggara di Bali, di mana Indonesia menjadi tuan rumah KTT G20.

Kedua belah pihak sepakat untuk membangun dan mengoperasikan Kereta Cepat Jakarta-Bandung pada tahun 2015, dan pembangunannya telah berjalan lancar sejak tahun 2018. Terlepas dari berbagai masalah yang kompleks, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pihak-pihak yang berpartisipasi telah melakukan upaya yang sungguh-sungguh tanpa mengorbankan standar dan kualitas yang tinggi.

Proyek tengara ini adalah proyek konstruksi luar negeri pertama yang sepenuhnya menggunakan sistem kereta api, teknologi, dan komponen industri Tiongkok, yang sedang dipamerkan di KTT G20 sebagai bagian dari upaya Tiongkok untuk menyelesaikan proyek-proyek dalam inisiatif  Sabuk dan Jalan. Pada sesi pertama konferensi, Xi mengatakan bahwa dunia sedang menghadapi perubahan penting yang sebelumnya belum pernah terjadi dalam satu abad, dan menyebut bahwa COVID-19, ekonomi yang rapuh, geopolitik yang tegang, tata kelola global yang tidak memadai, dan krisis pangan dan energi, adalah ‘tantangan berat’ bagi pembangunan bersama.

"Sangat penting bahwa semua negara merangkul visi komunitas dengan masa depan bersama bagi umat manusia, mengadvokasi perdamaian, pembangunan, dan kerja sama yang saling menguntungkan," kata pemimpin Tiongkok itu. "Semua negara harus menggantikan perpecahan dengan persatuan, konfrontasi dengan kerja sama, dan eksklusivitas dengan inklusivitas."

Pertumbuhan Inklusif

"Mentalitas Perang Dingin telah lama ketinggalan zaman," tekan Xi, ia mengatakan tidak ada yang boleh mencari keuntungan sendiri dengan menyulitkan orang lain, membangun "halaman kecilnya sendiri dengan pagar tinggi", atau membuat kelompoknya sendiri yang tertutup dan eksklusif. Beijing telah melihat garis ideologis dan politik kelompok Washington sebagai ancaman terhadap kedaulatan, keamanan, dan hak pembangunannya di dunia yang multi-polar.

Pada hari Senin lalu, dalam pertemuan yang sangat dinanti-nantikan oleh Xi dan mitranya dari AS Joe Biden, kedua pemimpin mengadakan pertukaran yang jujur dan mendalam, yang berlangsung selama lebih dari tiga jam di sela-sela KTT G20. Tiongkok mendesak agar hubungan kedua negara dapat kembali ke jalur yang stabil. Pertemuan itu terjadi beberapa bulan setelah Beijing memutuskan sejumlah kontak rutin dengan Washington karena kunjungan Ketua DPR Nancy Pelosi ke Taiwan.

Beijing mengatakan bahwa kedua belah pihak harus mengelola perbedaan, sementara pihak AS menekankan bahwa persaingan harus dicegah agar tidak menjadi konflik.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken sekarang berencana untuk mengunjungi Tiongkok di sela-sela serangkaian dialog yang dilanjutkan.

"Perpecahan dan konfrontasi tidak akan memberikan keuntungan dan manfaat bagi siapa pun," kata Xi pada sesi tersebut. Pada KTT tersebut, Kristalina Georgieva, Direktur Pelaksana IMF, memperingatkan para pemimpin G20 untuk tidak membiarkan proteksionisme perdagangan "berakar" dan mengatakan bahwa fragmentasi ekonomi dunia ke dalam blok-blok geopolitik akan secara signifikan merusak pertumbuhan. "Yang perlu kita lakukan adalah bergandengan tangan dan meningkatkan kerja sama win-win kita ke tingkat yang lebih tinggi," kata Presiden Tiongkok Xi Jinping, ia mengutip pepatah Indonesia yang mengatakan "serumpun serai, selubang seliang bagai tebu" yang berarti bersolidaritas.

Bermanfaat bagi Semua

Sebagai negara berkembang terbesar di dunia, Tiongkok telah memainkan peran utama dalam memulai program keamanan dan pembangunan secara global, terutama di antara negara-negara berkembang lainnya. Inisiatif Pembangunan Global (GDI) yang diusulkan oleh Xi, ditujukan untuk mendorong konsensus internasional dalam mendorong pembangunan, menumbuhkan pendorong baru untuk pembangunan global, serta memfasilitasi pembangunan bersama dan kemajuan semua negara.

Tiongkok juga telah membentuk Global Development and South-South Cooperation Fund, dan akan meningkatkan pendanaannya untuk Dana Perdamaian dan Pembangunan Tiongkok-PBB. Xi mengatakan Tiongkok telah bekerja sama dengan lebih dari 100 negara dan organisasi internasional di GDI, sehingga telah memberikan dorongan baru bagi implementasi Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Dalam "Aksi G20 untuk Pemulihan yang Kuat dan Inklusif", Tiongkok telah mengajukan 15 proyek dan berpartisipasi dalam lima proyek lainnya dalam kerangka kerja ini. Tiongkok berikrar untuk bekerja sama dengan anggota G20 dalam proyek-proyek tersebut. Para ahli mengatakan, Tiongkok sedang mencoba mengubah fokus tren global ke jalan pembangunan yang lebih damai dan cepat, meskipun beberapa negara termasuk pihak konservatif AS berpikir sebaliknya.

Pelepasan keterkaitan antara AS dengan Tiongkok telah memberikan tekanan yang lebih luas pada negara lain. Direktur Studi Politik Internasional di National Institute for Global Strategy, Zhao Hai mengatakan, "Dalam banyak kasus, negara-negara itu harus memihak, misalnya memisahkan diri dari rantai pasokan Tiongkok, menangguhkan produk teknologi dan ekspor peralatan ke Tiongkok, atau bekerja sama dengan militer AS."

Lebih Tangguh

"Sanksi sepihak harus dihapus, dan pembatasan kerja sama ilmiah dan teknologi terkait juga harus dicabut," kata Xi. Satu bulan lalu, pemerintahan Biden mulai memotong pasokan microchip Beijing, mengeluarkan dua aturan baru yang membatasi perusahaan pengekspor chip dan peralatan pembuat chip ke Tiongkok sambil mendorong sekutunya melakukan hal yang sama. Banyak yang melihatnya lebih dari sekadar kebuntuan perdagangan dan kenyataan yang berkembang menjadi gempa geopolitik yang mengkhawatirkan pemain lain dan sistem tata kelola global.

‘Persaingan’ yang dipolitisasi antara dua ekonomi terbesar datang ketika globalisasi ekonomi ditempa angin kencang, dan ekonomi dunia berisiko mengalami resesi. Dalam G20, pemimpin Tiongkok menyoroti masalah kerawanan pangan dan energi, dengan mengatakan bahwa krisis itu adalah "tantangan paling mendesak dalam pembangunan global," menyebut bahwa rantai pasokan yang terputus dan kerja sama internasional sebagai "akar penyebab krisis yang sedang berlangsung."

"Kita harus dengan tegas menentang upaya politisasi, instrumentalisasi, dan persenjataan masalah pangan dan energi," kata Xi. Tahun ini, Tiongkok telah mengusulkan, Inisiatif Kerja Sama Internasional tentang Industri dan Rantai Pasokan yang Tangguh dan Stabil bersama dengan enam mitra termasuk Indonesia dan Serbia. Tiongkok juga bergabung dengan negara-negara lain mengimbau pembentukan Kemitraan Kerja Sama Energi Bersih Global, dan mengedepankan Inisiatif Kerja Sama Internasional tentang Ketahanan Pangan Global di G20.

"Kita perlu membangun kemitraan global untuk pemulihan ekonomi, selalu mengingat kesulitan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang, dan mengakomodasi kekhawatiran mereka," kata Xi kepada para pemimpin dunia di KTT itu. "Semua orang mengalami kesulitan, tetapi negara-negara berkembang yang menanggung bebannya."

Xi mengatakan, lembaga keuangan internasional dan kreditor komersial, yang menjadi kreditor utama negara-negara berkembang harus ambil bagian dalam pengurangan dan penangguhan utang untuk negara-negara berkembang, serta menyatakan dukungan mereka terhadap niat Uni Afrika untuk bergabung dalam G20.

Tiongkok sekarang menerapkan Inisiatif Penangguhan Layanan Utang (G20 Debt Service Suspension Initiative/ DSSI) G20, dan telah menangguhkan jumlah pembayaran layanan utang terbesar di antara semua anggota G20.

Sementara itu, Tiongkok bekerja sama dengan beberapa anggota G20 dalam penanganan utang di bawah Common Framework for Debt Treatment di luar program DSSI, untuk membantu negara-negara berkembang terkait melalui masa-masa sulit mereka.

Peluang Tiongkok

Presiden Tiongkok juga merujuk pada Kongres Nasional yang baru-baru ini diselenggarakan oleh Partai Komunis Tiongkok. Presiden Xi, sekaligus Sekretaris Jenderal Komite Sentral PKT mengatakan bahwa pertemuan ini menegaskan kembali bahwa Tiongkok akan tetap berkomitmen pada pembangunan damai, keterbukaan, dan mendorong peremajaan kembali bangsa Tionghoa melalui modernisasi.

"Tiongkok yang bergerak menuju modernisasi akan membawa lebih banyak peluang kepada dunia, memberikan momentum yang lebih kuat bagi kerja sama internasional, dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kemajuan manusia," kata Xi.

Kerja sama KCJB sudah jelas merupakan sebuah perwujudan. Selama pertemuannya dengan Presiden Afrika Selatan Ramaphosa dan Presiden Argentina Fernandez, Xi juga menekankan pendalaman kerja sama dalam mekanisme multilateral seperti BRICS, serta memajukan inisiatif Sabuk dan Jalan dengan memperluas kerja sama di sektor-sektor pertanian, energi dan infrastruktur, serta tentang perubahan iklim.


Referensi:

]]>
https://beritabaru.co/peluang-tiongkok-untuk-jalur-pembangunan-global-yang-inklusif-bermanfaat-dan-tangguh/feed/ 0 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2022/11/image-1-1536x864-1-300x169.jpg
Anggaran untuk Lingkungan Hidup, Apakah Sudah Jadi Prioritas? https://beritabaru.co/anggaran-untuk-lingkungan-hidup-apakah-sudah-jadi-prioritas/ https://beritabaru.co/anggaran-untuk-lingkungan-hidup-apakah-sudah-jadi-prioritas/#respond Wed, 31 Aug 2022 16:34:05 +0000 https://beritabaru.co/?p=131192 Lingkungan Hidup

Oleh : Rizka Fitriyani


Analisis – Pembangunan dan lingkungan hidup adalah dua mata uang yang tidak dapat terpisahkan, keduanya saling berkaitan dan saling terdampak. Seringkali pembangunan dilakukan dengan mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) secara massif yang berimplikasi pada kerusakan lingkungan hidup di kemudian hari. Pola pembangunan ekonomi yang ekstaktif sudah “ketinggalan jaman” dan harus segera ditindaklanjuti dengan mengubah pola pembangunan ekonomi yang ekstraktif menjadi pembangunan  yang berkelanjutan.

Komitmen untuk Menjaga Lingkungan Hidup

Pada tingkat global upaya mendorong pembangungan yang berkelanjutan dicetuskan dalam komitmen Sustainable Development Goals (SDGs), dimana upaya pelestarian lingkungan juga termaktub di dalamnya. Pada SDGs terdapat 17 komitmen global yang kemudian coba diintegrasikan ke dalam RPJMN 2020-2024. RPJMN 2020-2024 oleh pemerintah diklaim sebagai RPJMN hijau, karena mengintegrasikan kebijakan – kebijakan terkait upaya perlindungan lingkungan hidup, kebijakan pembangunan rendah karbon dan ketahanan iklim yang dijadikan sebagai salah satu Visi- Misi Presiden ke-4, yaitu “mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan”, dan kemudian diterjemahkan ke dalam agenda pembangunan ke-6, yaitu “Lingkungan Hidup, Ketahanan Bencana, dan Perubahan Iklim”.

RPJMN 2020 2024 juga menetapkan beberapa indicator target capaian pembangunan pada sector lingkungan hidup, yaitu : 1).Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) mencapai 69,7 di tahun 2024; 2). Luas kawasan konservasi perairan dari 22,7 juta ha (2019) menjadi 26,9 juta ha (2024); 3).Luas area dengan nilai konservasi tinggi dari 52 juta ha (2019) menjadi 70 juta ha (2024); 4). Luas kawasan konservasi yang dikelola atau dipertahankan seluas 27 juta ha.

Sumber : LKPP dan Nota Keuangan, diolah.

Target Pembangunan Sector Lingkungan Hidup Terkesan Ambisius

Anggaran lingkungan hidup tersebar dalam beberapa alokasi belanja di berbagai kementerian dan Lembaga, secara umum kita dapat melihat sekilas mengenai concern terhadap upaya perlindungan lingkungan hidup melalui belanja fungsi lingkungan hidup. Jika melihat dari anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah pusat terkait fungsi lingkungan hidup, dapat dikatakan bahwa target pembangunan di sector lingkungan hidup masih terkesan ambisius, karena target yang dituju tidak seiring dengan komitmen anggaran yang dilakukan oleh pemerintah.

Realisasi anggaran fungsi lingkungan hidup tidak mengalami perubahan yang cukup berarti setiap tahunnya. Rata – rata rasio anggaran fungsi lingkungan hidup terhadap total belanja fungsi berada dibawah 1 persen atau hanya sebesar 0,82 persen pada periode  2020 - 2022. Rasio ini dapat dikatakan sangat kecil jika dibandingkan dengan kekayaan ekologi yang harus dijaga dan kerusakan lingkungan hidup yang harus diperbaiki dan diantisipasi. Bahkan pada RAPBN 2023 pemerintah pusat hanya mengalokasikan sekitar Rp13,13 triliun untuk anggaran perlindungan lingkungan hidup, atau 0,59 persen terhadap total belanja fungsi.

Sumber : Belanja Fungsi Tahun 2022, Dirjen Perimbangan Keuangan, diolah.

Alokasi fungsi lingkungan hidup (LH) didaerah tidak jauh berbeda, dimana dari 34 provinsi hanya sekitar 23,5 persen daerah yang memiliki rasio belanja fungsi lingkungan hidup(LH) terhadap total balanja daerah diatas satu persen atau sekitar 8 daerah, yaitu Provinsi Riau (IKFD 0,89; rasio belanja LH 1,6%), Provinsi Lampung(IKFD 0,53; rasio belanja LH 19,4%), Provinsi DKI Jakarta (IKFD 11,39; rasio belanja LH 4,2%), Provinsi Yogjakarta (IKFD 0,27; rasio belanja LH 3%), Provinsi Kalimantan Selatan (IKFD 0,71; rasio belanja LH 5,2%), Provinsi Sulawesi Utara (IKFD 0,34; rasio belanja LH 1,6%), Provinsi Maluku Utara (IKFD 0,27; rasio belanja LH 1,2%), Dan Provinsi Sulawesi Barat (IKFD 0,18; rasio belanja LH1,3%).

Dari 34 provinsi terdapat 5 daerah yang memiliki Indeks Kapasitas fiscal daerah (IKFD) berkategori tinggi (Provinsi Sumatera Utara 0,893; Provinsi Riau 0,887; Provinsi Sumatera Selatan 0,958; Provinsi Kalimantan Timur 0,975;  Provinsi Banten 1,133), dan 4 daerah yang berkategori sangat tinggi (Provinsi DKI Jakarta 11,39; Provinsi Jawa Barat 3,60; Provinsi Jawa Tengah 2,05; Provinsi Jawa Timur 2,54).

Dari 9 daerah tersebut hanya terdapat 2 daerah yang mengalokasikan belanja fungsi lingkungan hidup diatas 1 persen yaitu Provinsi Riau (1,6%) dan provinsi Jakarta (4,2%). Masih banyak daerah yang memiliki kemampuan kapasitas fiscal sangat tinggi atau tinggi tidak mengalokasikan belanja fungsi LH diatas 1 persen,  bahkan provinsi Kalimantan timur (IKFD 0,98) yang dikawasannya banyak dilakukan ekstraksi SDA hanya mengalokasikan sekitar 0,2 persen untuk belanja LH.

Hal tersebut dapat menjadi gambaran awal bahwa memang belanja fungsi LH belum menjadi prioritas jika dibandingkan dengan belanja fungsi lainnya, hal ini sangat bertentangan dengan target perlindungan LH yang ingin dikejar oleh pemerintah.

]]>
Lingkungan Hidup

Oleh : Rizka Fitriyani


Analisis – Pembangunan dan lingkungan hidup adalah dua mata uang yang tidak dapat terpisahkan, keduanya saling berkaitan dan saling terdampak. Seringkali pembangunan dilakukan dengan mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) secara massif yang berimplikasi pada kerusakan lingkungan hidup di kemudian hari. Pola pembangunan ekonomi yang ekstaktif sudah “ketinggalan jaman” dan harus segera ditindaklanjuti dengan mengubah pola pembangunan ekonomi yang ekstraktif menjadi pembangunan  yang berkelanjutan.

Komitmen untuk Menjaga Lingkungan Hidup

Pada tingkat global upaya mendorong pembangungan yang berkelanjutan dicetuskan dalam komitmen Sustainable Development Goals (SDGs), dimana upaya pelestarian lingkungan juga termaktub di dalamnya. Pada SDGs terdapat 17 komitmen global yang kemudian coba diintegrasikan ke dalam RPJMN 2020-2024. RPJMN 2020-2024 oleh pemerintah diklaim sebagai RPJMN hijau, karena mengintegrasikan kebijakan – kebijakan terkait upaya perlindungan lingkungan hidup, kebijakan pembangunan rendah karbon dan ketahanan iklim yang dijadikan sebagai salah satu Visi- Misi Presiden ke-4, yaitu “mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan”, dan kemudian diterjemahkan ke dalam agenda pembangunan ke-6, yaitu “Lingkungan Hidup, Ketahanan Bencana, dan Perubahan Iklim”.

RPJMN 2020 2024 juga menetapkan beberapa indicator target capaian pembangunan pada sector lingkungan hidup, yaitu : 1).Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) mencapai 69,7 di tahun 2024; 2). Luas kawasan konservasi perairan dari 22,7 juta ha (2019) menjadi 26,9 juta ha (2024); 3).Luas area dengan nilai konservasi tinggi dari 52 juta ha (2019) menjadi 70 juta ha (2024); 4). Luas kawasan konservasi yang dikelola atau dipertahankan seluas 27 juta ha.

Sumber : LKPP dan Nota Keuangan, diolah.

Target Pembangunan Sector Lingkungan Hidup Terkesan Ambisius

Anggaran lingkungan hidup tersebar dalam beberapa alokasi belanja di berbagai kementerian dan Lembaga, secara umum kita dapat melihat sekilas mengenai concern terhadap upaya perlindungan lingkungan hidup melalui belanja fungsi lingkungan hidup. Jika melihat dari anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah pusat terkait fungsi lingkungan hidup, dapat dikatakan bahwa target pembangunan di sector lingkungan hidup masih terkesan ambisius, karena target yang dituju tidak seiring dengan komitmen anggaran yang dilakukan oleh pemerintah.

Realisasi anggaran fungsi lingkungan hidup tidak mengalami perubahan yang cukup berarti setiap tahunnya. Rata – rata rasio anggaran fungsi lingkungan hidup terhadap total belanja fungsi berada dibawah 1 persen atau hanya sebesar 0,82 persen pada periode  2020 - 2022. Rasio ini dapat dikatakan sangat kecil jika dibandingkan dengan kekayaan ekologi yang harus dijaga dan kerusakan lingkungan hidup yang harus diperbaiki dan diantisipasi. Bahkan pada RAPBN 2023 pemerintah pusat hanya mengalokasikan sekitar Rp13,13 triliun untuk anggaran perlindungan lingkungan hidup, atau 0,59 persen terhadap total belanja fungsi.

Sumber : Belanja Fungsi Tahun 2022, Dirjen Perimbangan Keuangan, diolah.

Alokasi fungsi lingkungan hidup (LH) didaerah tidak jauh berbeda, dimana dari 34 provinsi hanya sekitar 23,5 persen daerah yang memiliki rasio belanja fungsi lingkungan hidup(LH) terhadap total balanja daerah diatas satu persen atau sekitar 8 daerah, yaitu Provinsi Riau (IKFD 0,89; rasio belanja LH 1,6%), Provinsi Lampung(IKFD 0,53; rasio belanja LH 19,4%), Provinsi DKI Jakarta (IKFD 11,39; rasio belanja LH 4,2%), Provinsi Yogjakarta (IKFD 0,27; rasio belanja LH 3%), Provinsi Kalimantan Selatan (IKFD 0,71; rasio belanja LH 5,2%), Provinsi Sulawesi Utara (IKFD 0,34; rasio belanja LH 1,6%), Provinsi Maluku Utara (IKFD 0,27; rasio belanja LH 1,2%), Dan Provinsi Sulawesi Barat (IKFD 0,18; rasio belanja LH1,3%).

Dari 34 provinsi terdapat 5 daerah yang memiliki Indeks Kapasitas fiscal daerah (IKFD) berkategori tinggi (Provinsi Sumatera Utara 0,893; Provinsi Riau 0,887; Provinsi Sumatera Selatan 0,958; Provinsi Kalimantan Timur 0,975;  Provinsi Banten 1,133), dan 4 daerah yang berkategori sangat tinggi (Provinsi DKI Jakarta 11,39; Provinsi Jawa Barat 3,60; Provinsi Jawa Tengah 2,05; Provinsi Jawa Timur 2,54).

Dari 9 daerah tersebut hanya terdapat 2 daerah yang mengalokasikan belanja fungsi lingkungan hidup diatas 1 persen yaitu Provinsi Riau (1,6%) dan provinsi Jakarta (4,2%). Masih banyak daerah yang memiliki kemampuan kapasitas fiscal sangat tinggi atau tinggi tidak mengalokasikan belanja fungsi LH diatas 1 persen,  bahkan provinsi Kalimantan timur (IKFD 0,98) yang dikawasannya banyak dilakukan ekstraksi SDA hanya mengalokasikan sekitar 0,2 persen untuk belanja LH.

Hal tersebut dapat menjadi gambaran awal bahwa memang belanja fungsi LH belum menjadi prioritas jika dibandingkan dengan belanja fungsi lainnya, hal ini sangat bertentangan dengan target perlindungan LH yang ingin dikejar oleh pemerintah.

]]>
https://beritabaru.co/anggaran-untuk-lingkungan-hidup-apakah-sudah-jadi-prioritas/feed/ 0 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2022/08/Capture-2-300x183.jpg
Dari Fenomena Gunung Es Kekerasan Seksual hingga Anggaran yang Menyusut https://beritabaru.co/dari-fenomena-gunung-es-kekerasan-seksual-hingga-anggaran-yang-menyusut/ https://beritabaru.co/dari-fenomena-gunung-es-kekerasan-seksual-hingga-anggaran-yang-menyusut/#respond Fri, 26 Aug 2022 04:27:27 +0000 https://beritabaru.co/?p=130582 Dari Fenomena Gunung Es Kekerasan Seksual hingga Anggaran yang Menyusut

Oleh: Rizka Fitriyani


Analisa – Kasus kekerasan dalam bentuk apa pun kepada perempuan dan anak merupakan fenomena gunung es. Setiap tahun laporan atas kasus kekerasan yang terjadi semakin bertambah. Kekerasan Fisik, kekerasan psikis, bullying, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, kekerasan seksual berbasis elektronik, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual; dan perbudakan seksual, pelecehan seksual non-fisik maupun pelecehan seksual fisik di tempat kerja, di sekolah, di lingkungan keluarga, maupun di tempat umum semakin sering terjadi.

Kekerasan
Sumber: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, 2022

Berdasarkan data kekerasan—berdasarkan waktu pelaporan—yang dikeluarkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA) melalui aplikasi simfoni memperlihatkan bahwa angka kekerasan kepada perempuan dan anak semakin bertambah setiap tahunnya. Pada 2020, angka kekerasan pada perempuan melonjak 8,2 persen menjadi 18,2 ribu dari tahun 2019 sebesar 17,03 ribu. Hal yang sama juga terjadi pada jumlah kasus kekerasan pada anak yang semakin meningkat di tahun 2020 hingga 2021.


"Kekerasan tidak memandang gender, usia, pakaian, siapa pelaku kekerasan, kondisi saat kejadian, lingkungan saat kejadian. Kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam segala bentuk bukanlah hal yang harus dimaklumi dengan pemahaman kultur, tetapi harus dihentikan."


Kultur di Indonesia yang belum sepenuhnya mendukung keberpihakan kepada korban, kondisi lingkungan yang tidak mendukung perlindungan dan pemulihan pada korban, keadilan, ketimpangan kuasa, membuat korban sering kali mengalami reviktimisasi, sehingga banyak yang enggan melaporkan. Kebiasaan di Indonesia yang masih berputar-putar sebatas menyalahkan korban dengan permasalahan pakaian, mengaitkan dengan kebiasaan umum di masyarakat, dan lainnya membuat permasalahan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi fenomena gunung es.

Alokasi anggaran KPPA dan KPAI: anggaran masih perlu ditingkatkan

Mengatasi kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam segala bentuk merupakan salah satu target capaian dalam SDGs khususnya pada tujuan 5-kesetaraan gender, tujuan 10-berkurangnya kesenjangan, dan tujuan 16-perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh. Target capaian tersebut juga diintegrasikan dalam RPJMN pemerintah yang diaktualisasikan dalam berbagai bentuk program dan kegiatan. Salah satunya adalah dengan mengalokasikan anggaran pada KPPA dan Komisi.

Kekerasan
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang merupakan salah satu alokasi anggaran terkait perlindungan terhadap perempuan dan anak yang dialokasikan oleh pemerintah pusat. Sumber: LKPP, diolah

Melihat lebih jauh mengenai alokasi anggaran pada KPPA dan KPAI terlihat bahwa alokasi anggarannya justru mengalami tren penurunan dari tahun ke tahun, dengan rata-rata pertumbuhan anggarannya hanya sebesar -19 persen pada realisasi 2018-2021. Rata-rata rasio belanja anggaran belanja KPPA dan KPAI terhadap belanja pemerintah pusat bahkan hanya sebesar 0,022 persen per tahunnya.

Angka ini sangatlah kecil sekali jika dibandingkan dengan alokasi belanja kementerian/lembaga lainnya.  Pada outlook 2022 alokasi anggaran KPPA hanya sebesar Rp0,2 triliun atau 0,019 persen dari total Belanja K/L sebesar Rp1.032,50 triliun, dan pada RAPBN 2023 belanja KPPA dialokasikan sebesar Rp0,3 triliun atau 0,030 persen dari total Belanja K/L sebesar Rp993,2 triliun. Ini memperlihatkan bahwa belum terjadi peningkatan pada alokasi belanja KPPA.

Di sisi lain untuk merespons fenomena gunung es kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah, pemerintah pusat juga mengalokasikan anggaran Dana Pelayanan PPA kepada pemerintah daerah yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas layanan kepada perempuan dan anak korban kekerasan termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Alokasi anggaran ini dimulai sejak tahun 2021 dan dilanjutkan hingga saat ini. Pada RAPBN tahun anggaran 2023 dana Pelayanan PPA direncanakan sebesar Rp132,0 miliar atau hanya sebesar 0,101 persen terhadap total DAK non-fisik sebesar Rp130,30 triliun yang diperuntukkan bagi pendanaan layanan perlindungan perempuan dan anak di 275 daerah.

Jika kita bagi ratakan terhadap 275 daerah maka diperkirakan setiap daerah mendapatkan hanya sekitar Rp480 juta per daerah. Melihat semakin meningkatnya angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak maka sudah seharusnya alokasi untuk PPA juga ditingkatkan.

Melindungi perempuan dan anak dMelindungi perempuan dan anak dalam kekerasan seksual: UU No. 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual (UU TPKS)

Tahun 2022 merupakan titik cerah bagi penanganan kasus-kasus terkait pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak, yang ditandai dengan disahkan UU No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Disahkannya UU ini, menjadi salah satu capaian untuk memberikan jaminan hak asasi manusia secara menyeluruh, khususnya dari berbagai kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak. UU TPKS ini terdiri dari 8 BAB dan 93 pasal, di mana terdapat 8 poin utama dalam UU TPKS ini, yaitu:

  • UU TPKS menyebutkan bahwa segala perilaku pelecehan seksual termasuk dalam kekerasan seksual, yaitu setiap orang yang melakukan tindakan non fisik berupa isyarat, tulisan, dan/atau perkataan kepada orang lain yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait dengan keinginan seksual, dipidana karena pelecehan seksual non-fisik.
  • UU TPKS memberikan perlindungan kepada korban termasuk korban revenge porn atau penyebaran konten pornografi dengan modul balas dendam kepada korban, di mana pada UU TPKS terdapat sembilan jenis tindak pidana kekerasan seksual, antara lain pelecehan seksual non-fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, kekerasan seksual berbasis elektronik.
  • Memberikan denda dan pidana terhadap pemaksaan hubungan seksual, pidana penjara atau denda untuk tindak pemaksaan perkawinan; Pemaksaan perkawinan termasuk didalamnya pemaksaan perkawinan antara korban dan pelaku pemerkosaan juga termasuk tidak pidana.
  • Adanya pidana tambahan untuk pelaku kekerasan seksual dimana pelaku tindak kekerasan seksual tidak hanya mendapat hukuman penjara dan denda, namun terancam mendapatkan pidana tambahan berupa pencabutan hak asuh anak atau pengampunan, pengumuman identitas pelaku, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, pembayaran restitusi.
  • Ancaman pidana dan denda untuk korporasi. Bahkan korporasi yang melakukan TPKS juga terancam mendapatkan pidana tambahan, berupa: pembayaran restitusi. pembiayaan pelatihan kerja. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak kekerasan seksual. pencabutan izin tertentu. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha atau kegiatan korporasi, pembubaran korporasi.
  • Keterangan saksi/korban dan satu alat bukti cukup untuk menentukan terdakwa. Dalam UU TPKS, satu keterangan dan barang bukti sudah cukup untuk menentukan dakwaan terhadap seseorang. adapun alat bukti yang sah untuk membuktikan TPKS, yaitu: keterangan saksi. keterangan para ahli, surat petunjuk keterangan terdakwa, alat bukti lain seperti informasi dan/atau dokumen elektronik yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
  • Korban memiliki hak untuk mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan poin penting lainnya yang ada dalam UU TPKS yaitu korban kekerasan seksual berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan.
  • Penyelesaian kasus pelecehan seksual tidak bisa menggunakan pendekatan restorative justice; Restorative justice adalah penyelesaian perkara yang menitikberatan kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku dan korban; Hal ini berguna untuk menghindari upaya penyelesaian masalah dengan menggunakan uang; Tidak diperkenankannya restorative justice harapannya para pelaku bisa jera dan tidak mengulangi perbuatannya.

Meskipun masih jauh dari sempurna, UU TPKS merupakan titik cerah dan diharapkan dapat menjadi payung hukum atau legal standing untuk menangani setiap jenis kasus kekerasan seksual di Indonesia. Yang perlu dilakukan selanjutnya adalah pemerintah dan seluruh pemangku kebijakan tetap bersinergi dalam melakukan penyelarasan dan menyiapkan peraturan pelaksana UU TPKS, mengingat penanganan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak harus segera ditindaklanjuti karena kasus kekerasan yang terjadi sebenarnya lebih tinggi daripada yang dilaporkan.

]]>
Dari Fenomena Gunung Es Kekerasan Seksual hingga Anggaran yang Menyusut

Oleh: Rizka Fitriyani


Analisa – Kasus kekerasan dalam bentuk apa pun kepada perempuan dan anak merupakan fenomena gunung es. Setiap tahun laporan atas kasus kekerasan yang terjadi semakin bertambah. Kekerasan Fisik, kekerasan psikis, bullying, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, kekerasan seksual berbasis elektronik, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual; dan perbudakan seksual, pelecehan seksual non-fisik maupun pelecehan seksual fisik di tempat kerja, di sekolah, di lingkungan keluarga, maupun di tempat umum semakin sering terjadi.

Kekerasan
Sumber: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, 2022

Berdasarkan data kekerasan—berdasarkan waktu pelaporan—yang dikeluarkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA) melalui aplikasi simfoni memperlihatkan bahwa angka kekerasan kepada perempuan dan anak semakin bertambah setiap tahunnya. Pada 2020, angka kekerasan pada perempuan melonjak 8,2 persen menjadi 18,2 ribu dari tahun 2019 sebesar 17,03 ribu. Hal yang sama juga terjadi pada jumlah kasus kekerasan pada anak yang semakin meningkat di tahun 2020 hingga 2021.


"Kekerasan tidak memandang gender, usia, pakaian, siapa pelaku kekerasan, kondisi saat kejadian, lingkungan saat kejadian. Kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam segala bentuk bukanlah hal yang harus dimaklumi dengan pemahaman kultur, tetapi harus dihentikan."


Kultur di Indonesia yang belum sepenuhnya mendukung keberpihakan kepada korban, kondisi lingkungan yang tidak mendukung perlindungan dan pemulihan pada korban, keadilan, ketimpangan kuasa, membuat korban sering kali mengalami reviktimisasi, sehingga banyak yang enggan melaporkan. Kebiasaan di Indonesia yang masih berputar-putar sebatas menyalahkan korban dengan permasalahan pakaian, mengaitkan dengan kebiasaan umum di masyarakat, dan lainnya membuat permasalahan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi fenomena gunung es.

Alokasi anggaran KPPA dan KPAI: anggaran masih perlu ditingkatkan

Mengatasi kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam segala bentuk merupakan salah satu target capaian dalam SDGs khususnya pada tujuan 5-kesetaraan gender, tujuan 10-berkurangnya kesenjangan, dan tujuan 16-perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh. Target capaian tersebut juga diintegrasikan dalam RPJMN pemerintah yang diaktualisasikan dalam berbagai bentuk program dan kegiatan. Salah satunya adalah dengan mengalokasikan anggaran pada KPPA dan Komisi.

Kekerasan
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang merupakan salah satu alokasi anggaran terkait perlindungan terhadap perempuan dan anak yang dialokasikan oleh pemerintah pusat. Sumber: LKPP, diolah

Melihat lebih jauh mengenai alokasi anggaran pada KPPA dan KPAI terlihat bahwa alokasi anggarannya justru mengalami tren penurunan dari tahun ke tahun, dengan rata-rata pertumbuhan anggarannya hanya sebesar -19 persen pada realisasi 2018-2021. Rata-rata rasio belanja anggaran belanja KPPA dan KPAI terhadap belanja pemerintah pusat bahkan hanya sebesar 0,022 persen per tahunnya.

Angka ini sangatlah kecil sekali jika dibandingkan dengan alokasi belanja kementerian/lembaga lainnya.  Pada outlook 2022 alokasi anggaran KPPA hanya sebesar Rp0,2 triliun atau 0,019 persen dari total Belanja K/L sebesar Rp1.032,50 triliun, dan pada RAPBN 2023 belanja KPPA dialokasikan sebesar Rp0,3 triliun atau 0,030 persen dari total Belanja K/L sebesar Rp993,2 triliun. Ini memperlihatkan bahwa belum terjadi peningkatan pada alokasi belanja KPPA.

Di sisi lain untuk merespons fenomena gunung es kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah, pemerintah pusat juga mengalokasikan anggaran Dana Pelayanan PPA kepada pemerintah daerah yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas layanan kepada perempuan dan anak korban kekerasan termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Alokasi anggaran ini dimulai sejak tahun 2021 dan dilanjutkan hingga saat ini. Pada RAPBN tahun anggaran 2023 dana Pelayanan PPA direncanakan sebesar Rp132,0 miliar atau hanya sebesar 0,101 persen terhadap total DAK non-fisik sebesar Rp130,30 triliun yang diperuntukkan bagi pendanaan layanan perlindungan perempuan dan anak di 275 daerah.

Jika kita bagi ratakan terhadap 275 daerah maka diperkirakan setiap daerah mendapatkan hanya sekitar Rp480 juta per daerah. Melihat semakin meningkatnya angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak maka sudah seharusnya alokasi untuk PPA juga ditingkatkan.

Melindungi perempuan dan anak dMelindungi perempuan dan anak dalam kekerasan seksual: UU No. 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual (UU TPKS)

Tahun 2022 merupakan titik cerah bagi penanganan kasus-kasus terkait pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak, yang ditandai dengan disahkan UU No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Disahkannya UU ini, menjadi salah satu capaian untuk memberikan jaminan hak asasi manusia secara menyeluruh, khususnya dari berbagai kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak. UU TPKS ini terdiri dari 8 BAB dan 93 pasal, di mana terdapat 8 poin utama dalam UU TPKS ini, yaitu:

  • UU TPKS menyebutkan bahwa segala perilaku pelecehan seksual termasuk dalam kekerasan seksual, yaitu setiap orang yang melakukan tindakan non fisik berupa isyarat, tulisan, dan/atau perkataan kepada orang lain yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait dengan keinginan seksual, dipidana karena pelecehan seksual non-fisik.
  • UU TPKS memberikan perlindungan kepada korban termasuk korban revenge porn atau penyebaran konten pornografi dengan modul balas dendam kepada korban, di mana pada UU TPKS terdapat sembilan jenis tindak pidana kekerasan seksual, antara lain pelecehan seksual non-fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, kekerasan seksual berbasis elektronik.
  • Memberikan denda dan pidana terhadap pemaksaan hubungan seksual, pidana penjara atau denda untuk tindak pemaksaan perkawinan; Pemaksaan perkawinan termasuk didalamnya pemaksaan perkawinan antara korban dan pelaku pemerkosaan juga termasuk tidak pidana.
  • Adanya pidana tambahan untuk pelaku kekerasan seksual dimana pelaku tindak kekerasan seksual tidak hanya mendapat hukuman penjara dan denda, namun terancam mendapatkan pidana tambahan berupa pencabutan hak asuh anak atau pengampunan, pengumuman identitas pelaku, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, pembayaran restitusi.
  • Ancaman pidana dan denda untuk korporasi. Bahkan korporasi yang melakukan TPKS juga terancam mendapatkan pidana tambahan, berupa: pembayaran restitusi. pembiayaan pelatihan kerja. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak kekerasan seksual. pencabutan izin tertentu. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha atau kegiatan korporasi, pembubaran korporasi.
  • Keterangan saksi/korban dan satu alat bukti cukup untuk menentukan terdakwa. Dalam UU TPKS, satu keterangan dan barang bukti sudah cukup untuk menentukan dakwaan terhadap seseorang. adapun alat bukti yang sah untuk membuktikan TPKS, yaitu: keterangan saksi. keterangan para ahli, surat petunjuk keterangan terdakwa, alat bukti lain seperti informasi dan/atau dokumen elektronik yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
  • Korban memiliki hak untuk mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan poin penting lainnya yang ada dalam UU TPKS yaitu korban kekerasan seksual berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan.
  • Penyelesaian kasus pelecehan seksual tidak bisa menggunakan pendekatan restorative justice; Restorative justice adalah penyelesaian perkara yang menitikberatan kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku dan korban; Hal ini berguna untuk menghindari upaya penyelesaian masalah dengan menggunakan uang; Tidak diperkenankannya restorative justice harapannya para pelaku bisa jera dan tidak mengulangi perbuatannya.

Meskipun masih jauh dari sempurna, UU TPKS merupakan titik cerah dan diharapkan dapat menjadi payung hukum atau legal standing untuk menangani setiap jenis kasus kekerasan seksual di Indonesia. Yang perlu dilakukan selanjutnya adalah pemerintah dan seluruh pemangku kebijakan tetap bersinergi dalam melakukan penyelarasan dan menyiapkan peraturan pelaksana UU TPKS, mengingat penanganan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak harus segera ditindaklanjuti karena kasus kekerasan yang terjadi sebenarnya lebih tinggi daripada yang dilaporkan.

]]>
https://beritabaru.co/dari-fenomena-gunung-es-kekerasan-seksual-hingga-anggaran-yang-menyusut/feed/ 0 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2022/08/KS-300x200.jpg
Jalan Panjang Menurunkan Prevalensi Stunting https://beritabaru.co/jalan-panjang-menurunkan-prevalensi-stunting/ https://beritabaru.co/jalan-panjang-menurunkan-prevalensi-stunting/#respond Tue, 26 Jul 2022 08:57:27 +0000 https://beritabaru.co/?p=126476 Jalan Panjang Menurunkan Prevalensi Stunting

Oleh : Rizka Fitriyani


Anak merupakan generasi penerus yang memiliki hak yang sama untuk tumbuh, berkembang sesuai dengan potensinya. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memberikan perlindungan bagi anak dan memastikan bahwa anak Indonesia dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, sebagaimana tercantum di dalam Undang – Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28 B ayat 2.

Stunting, masih menjadi masalah di Indonesia yang harus diatasi secara serius, mengingat stunting berisiko menurunkan kualitas sumber daya manusia suatu negara, dimana sekitar 2 hingga 3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto atau PDB  dapat “hilang” per tahunnya akibat stunting[1].

Prevalensi stunting di Indonesia masih tinggi jika dibandingkan dengan ketentuan ambang batas yang ditetapkan WHO yaitu sebesar 20%. Tak hanya itu, bahkan,prevalensi stunting indonesia masih jauh diatas rata-rata prevalensi stunting secara global, dimana berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Joint Child Malnutrition Estimates (UNICEF, WHO, World Bank Group, Joint Child Malnutrition Estimates,2021)  persentase prevalensi stunting secara global pada tahun 2020 mencapai 22 persen, sedangkan persentase prevalensi stunting Indonesia di tahun 2020 berada pada angka 26,92 persen[2], yang artinya upaya penurunan prevalensi stunting masih memerlukan jalan Panjang. Untuk di tahun 2022 sendiri, pemerintah menargetkan untuk menurunkan prevalensi stunting menjadi 21 persen atau turun 3 persen dari tahun 2021 sebesar 24,4 persen[3].

Sumber : UNICEF, WHO, World Bank Group, Joint Child Malnutrition Estimates,2021 dan stunting.go.id, diolah

Mengatasi prevalensi stunting yang masih tinggi terus dikejar oleh pemerintah, dari sisi anggaran, pemerintah mencoba untuk mengimplementasikan upaya melalui penyaluran dana transfer untuk mengatasi permasalahan stunting, dan juga melakukan fokus anggaran belanja terkait anggaran stunting pada kementerian dan Lembaga.

Gambar : Alokasi Anggaran Pada Output K/L TA 2019-2022 Yang Mendukung Penurunan Stunting (dalam Triliun Rupiah)

Sumber : dashboard.stunting.go.id, diolah.

Pada periode 2019 – 2022 rerata anggaran pada output k/l yang mendukung penurunan stunting mencapai sebesar 36,8 triliun. Namun jika dilihat secara rerata rasio Alokasi Anggaran Pada Output K/L TA 2019-2022 Yang Mendukung Penurunan Stunting terhadap total anggaran belanja K/L pada periode yang sama hanya sebesar 4 persen. Rasio Alokasi Anggaran Pada Output K/L TA 2019-2022 Yang Mendukung Penurunan Stunting dengan total belanja K/L pada periode yang sama masih bisa dikatakan cukup kecil yaitu pada rasio realisasi tahun 2019 sebesar 3,3 persen, rasio ditahun 2020 realisasinya sebesar 4,6%, ditahun 2021 rasionya sebesar 3,4 persen, dan pada tahun 2022 hanya sebesar 3,6%, yang artinya besaran rasio anggaran yang mendukung penurunan stunting setiap tahunnya tidak mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Permasalahan terkait anggaran juga berkaitan dengan komitmen pemerintah pada level daerah

Pemerintah pusat telah menyalurkan dana transfer kepada pemerintah daerah berupa DAK Fisik dan DAK non Fisik, maupun dana desa untuk mendukung penurunan stunting di daerah, dengan jumlah alokasi anggaran yang ditransfer bertambah setiap tahunnya. Akan tetapi, pemberian anggaran ini malah cenderung membuat daerah menjadi bergantung.

Sumber: bahan paparan DAK Lintas Sektor dalam Penurunan Stunting : Refleksi dan Penguatannya, Kementerian PPN/Bappenas, juni 2022.

Berdasarkan hasil sementara tagging dan tracking anggaran APBD yang dilakukan Kemenkeu dan Bank Dunia kepada 508 kab/kota (dan 34 provinsi), diketahui bahwa total alokasi APBD kab/kota untuk intervensi penurunan stunting diperkirakan Rp59,8 T pada 2021 dan Rp60,8 T pada 2022, dan Rata-rata porsi alokasi terkait stunting per kab/kota baru mencapai 8% pada Tahun 2021 (8,4%) dan Tahun 2022 (7,8%). Tak hanya itu, berdasarkan  tagging dan tracking anggaran pada APBD juga diketahui bahwa dari alokasi anggaran sebesar Rp60 triliun dana terkait stunting dalam APBD, sekitar  69% (Rp 42 trilyun) berasal dari dana transfer ke daerah termasuk DAK, dan  31% (Rp 18 trilyun) Alokasi non dana transfer[4]. Hal ini menggambarkan bahwa komitmen ditingkat daerah dalam mengatasi stunting masih belum sinergi dengan pemerintah pusat, hal ini menjadi salah satu permasalahan didalam implementasi pengentasan stunting di Indonesia.


[1] Laporan Perkembangan Ekonomi Dan Fiskal Daerah Sinergi Pendanaan Mei 2022, Hal.10

[2] https://stunting.go.id/angka-prevalensi-stunting-tahun-2020-diprediksi-turun/

[3] https://nasional.kompas.com/read/2022/05/11/17322001/pemerintah-targetkan-angka-prevalensi-stunting-turun-3-persen-pada-2022

[4] Bahan Paparan Dr. Suprayoga Hadi, Pentingnya Komitmen Kepemimpinan Di Daerah Dalam Percepatan Penurunan Stunting, kemensetneg, 2022. Hal 5-6.


Rizka Fitriyani

]]>
Jalan Panjang Menurunkan Prevalensi Stunting

Oleh : Rizka Fitriyani


Anak merupakan generasi penerus yang memiliki hak yang sama untuk tumbuh, berkembang sesuai dengan potensinya. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memberikan perlindungan bagi anak dan memastikan bahwa anak Indonesia dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, sebagaimana tercantum di dalam Undang – Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28 B ayat 2.

Stunting, masih menjadi masalah di Indonesia yang harus diatasi secara serius, mengingat stunting berisiko menurunkan kualitas sumber daya manusia suatu negara, dimana sekitar 2 hingga 3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto atau PDB  dapat “hilang” per tahunnya akibat stunting[1].

Prevalensi stunting di Indonesia masih tinggi jika dibandingkan dengan ketentuan ambang batas yang ditetapkan WHO yaitu sebesar 20%. Tak hanya itu, bahkan,prevalensi stunting indonesia masih jauh diatas rata-rata prevalensi stunting secara global, dimana berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Joint Child Malnutrition Estimates (UNICEF, WHO, World Bank Group, Joint Child Malnutrition Estimates,2021)  persentase prevalensi stunting secara global pada tahun 2020 mencapai 22 persen, sedangkan persentase prevalensi stunting Indonesia di tahun 2020 berada pada angka 26,92 persen[2], yang artinya upaya penurunan prevalensi stunting masih memerlukan jalan Panjang. Untuk di tahun 2022 sendiri, pemerintah menargetkan untuk menurunkan prevalensi stunting menjadi 21 persen atau turun 3 persen dari tahun 2021 sebesar 24,4 persen[3].

Sumber : UNICEF, WHO, World Bank Group, Joint Child Malnutrition Estimates,2021 dan stunting.go.id, diolah

Mengatasi prevalensi stunting yang masih tinggi terus dikejar oleh pemerintah, dari sisi anggaran, pemerintah mencoba untuk mengimplementasikan upaya melalui penyaluran dana transfer untuk mengatasi permasalahan stunting, dan juga melakukan fokus anggaran belanja terkait anggaran stunting pada kementerian dan Lembaga.

Gambar : Alokasi Anggaran Pada Output K/L TA 2019-2022 Yang Mendukung Penurunan Stunting (dalam Triliun Rupiah)

Sumber : dashboard.stunting.go.id, diolah.

Pada periode 2019 – 2022 rerata anggaran pada output k/l yang mendukung penurunan stunting mencapai sebesar 36,8 triliun. Namun jika dilihat secara rerata rasio Alokasi Anggaran Pada Output K/L TA 2019-2022 Yang Mendukung Penurunan Stunting terhadap total anggaran belanja K/L pada periode yang sama hanya sebesar 4 persen. Rasio Alokasi Anggaran Pada Output K/L TA 2019-2022 Yang Mendukung Penurunan Stunting dengan total belanja K/L pada periode yang sama masih bisa dikatakan cukup kecil yaitu pada rasio realisasi tahun 2019 sebesar 3,3 persen, rasio ditahun 2020 realisasinya sebesar 4,6%, ditahun 2021 rasionya sebesar 3,4 persen, dan pada tahun 2022 hanya sebesar 3,6%, yang artinya besaran rasio anggaran yang mendukung penurunan stunting setiap tahunnya tidak mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Permasalahan terkait anggaran juga berkaitan dengan komitmen pemerintah pada level daerah

Pemerintah pusat telah menyalurkan dana transfer kepada pemerintah daerah berupa DAK Fisik dan DAK non Fisik, maupun dana desa untuk mendukung penurunan stunting di daerah, dengan jumlah alokasi anggaran yang ditransfer bertambah setiap tahunnya. Akan tetapi, pemberian anggaran ini malah cenderung membuat daerah menjadi bergantung.

Sumber: bahan paparan DAK Lintas Sektor dalam Penurunan Stunting : Refleksi dan Penguatannya, Kementerian PPN/Bappenas, juni 2022.

Berdasarkan hasil sementara tagging dan tracking anggaran APBD yang dilakukan Kemenkeu dan Bank Dunia kepada 508 kab/kota (dan 34 provinsi), diketahui bahwa total alokasi APBD kab/kota untuk intervensi penurunan stunting diperkirakan Rp59,8 T pada 2021 dan Rp60,8 T pada 2022, dan Rata-rata porsi alokasi terkait stunting per kab/kota baru mencapai 8% pada Tahun 2021 (8,4%) dan Tahun 2022 (7,8%). Tak hanya itu, berdasarkan  tagging dan tracking anggaran pada APBD juga diketahui bahwa dari alokasi anggaran sebesar Rp60 triliun dana terkait stunting dalam APBD, sekitar  69% (Rp 42 trilyun) berasal dari dana transfer ke daerah termasuk DAK, dan  31% (Rp 18 trilyun) Alokasi non dana transfer[4]. Hal ini menggambarkan bahwa komitmen ditingkat daerah dalam mengatasi stunting masih belum sinergi dengan pemerintah pusat, hal ini menjadi salah satu permasalahan didalam implementasi pengentasan stunting di Indonesia.


[1] Laporan Perkembangan Ekonomi Dan Fiskal Daerah Sinergi Pendanaan Mei 2022, Hal.10

[2] https://stunting.go.id/angka-prevalensi-stunting-tahun-2020-diprediksi-turun/

[3] https://nasional.kompas.com/read/2022/05/11/17322001/pemerintah-targetkan-angka-prevalensi-stunting-turun-3-persen-pada-2022

[4] Bahan Paparan Dr. Suprayoga Hadi, Pentingnya Komitmen Kepemimpinan Di Daerah Dalam Percepatan Penurunan Stunting, kemensetneg, 2022. Hal 5-6.


Rizka Fitriyani

]]>
https://beritabaru.co/jalan-panjang-menurunkan-prevalensi-stunting/feed/ 0 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2022/07/desa-prevalensi-stunting-14-persen-jadi-fokus-pemprov-300x169.jpeg
Konflik Global, Media, dan Propaganda Barat https://beritabaru.co/konflik-global-media-dan-propaganda-barat/ https://beritabaru.co/konflik-global-media-dan-propaganda-barat/#respond Mon, 07 Mar 2022 03:42:45 +0000 https://beritabaru.co/?p=111078 Konflik Global, Media, dan Propaganda Barat

Veronika S. Saraswati
China Study Unit, CSIS Indonesia


Peran media pemberitaan jika hanya dibaca secara teknis dan normatif, tentu saja hanya menjadi instrumen biasa sebagai penyebaran informasi. Namun jika dilihat dalam perspektif yang luas, peran media sangatlah vital bukan hanya untuk instrumen menyampaikan kabar pemberitaan, namun juga efektif untuk mempengaruhi nalar opini publik melalui pemilihan framing dan strategi isi wacana yang dibentuknya. Media bisa menjadi senjata ampuh untuk menggiring kesan persepsi dan isi pikiran masyarakat.

Dalam sejarah panjang politik di abad modern ini, tidak ada satupun praktik kekuasaan yang tidak melibatkan peran media. Jauh lebih mendasarnya, media tak hanya sebagai instrumen kekuasaan, namun menjadi ‘kekuasaan’ itu sendiri. Siapa yang bisa menguasai media, ia yang mampu menguasai politik dunia. Apa yang diproduksi media tak shanya kumpulan narasi kalimat, namun sebuah rpresentasi dari sebagain realitas. Dalam praktikm kuasanya, media juga mampu mengkonstruksi realitas, bahkan realitas yang sudah jauh dari fakta kebenaran. Dengan manipulasi media, kebohongan bisa akan Nampak sebagai narasi-narasi kebenaran.

Propaganda dan Legitimasi Intervensi

Pasca peristiwa 11 September 2011 dengan momen serangan bunuh diri pesawat ke menara kembar Gedung World Trade Center Amerika Serikat, telah mendorong sebuah derklarasi perlawanan terhadap Terorisme Global. Nagara AS selanjutnya dengan sangat massif mengkampanyekan kutukan sekaligus perlawanan terhadap praktik terorisme global. Doktrin Anti-Terorisme menjadi platform sekaligus materi utama dalam setiap wacana-wacana politik Amerika Serikat. Berbareng dengan berbagai theadline topik yang terus menerus direproduksi mengenai kengerian serangan 11 september, telunjuk politik AS juga secara stigmatic mengarahkan kepada beberapa negara yang dianggap sebagai pendukung kelompok teroiris, terutama negara-negara yang selama ini berseberangan dengan politik AS  di Timur Tengah.

Inilah tonggak awal dari startegi kampanye dan politik propaganda AS upaya mengkonstruksikan negara-negara seperti Irak, Suriah, Afghanistan, Libya dan beberapa kroni politik lain sebagai musuh AS. Tidak hanya selesai di situ, praktis AS rezim selanjutnya melakukan serangan-serangan kongkrit di beberapa negara tersebut. Serangan agresi AS berhasil meruntuhkan kekuasaan Sadam Husein di Irak dan juga kekuasaan Muammar Qadhafi di Linya. Dalih adanya pembangunan reaktor senjata pemusnah massal di Irak, menjadi salah satu dalih yang dipakai untuk meruntuhkan kekuatan Sadam Husein. Dalam perkembangan belakangan, fakta justru membuktikan hal yang bertolak belakang, bahwa tuduhan AS tidak memiliki verifikasi bukti sama sekali. Setelah kehancuran total kawasan Irak, toh tuduhan yang tidak berdasar itu tetap tidak diklarifikas untuk dipertanggungjawabkan.

Bombardir politik AS dan sekutunya ke Irak hanyalah Sebagian potret bagaimana propaganda media sungguh sangat efektif untuk dimainkan dalam politik dalih pembenaran dari langkah kepentingan politik Barat terutama kebijakan politik intervensi di kawasan Timur Tengah selama ini. Propaganda selalu disemai berbarengan dengan langkah intervensi fisik lainnya. Pelabelan ‘terorisme’ menjadi salah satu diksi wacana yang terus direproduksi terhadap setiap negara yang bersikap bersebrangan dengan AS. Kasus krisis dan konflik politik di Suriah juga menjadi salah satu contoh episode lainnya . Drama kekejaman, kediktatoran, politik teror dan anti demokrasi juga sering dimobilisasikan untuk membangun pelabelan  buruk terhadap setiap pimpinan negara yang melawan dominasi kepentingan AS.

Manipulasi framing isi pemberitaan dan juga praktik rekayasa isi media bahkan juga selalu dimainkan. Dunia tidak pernah lupa dan pasti masih sangat ingat dengan fenomena rekayasa dan manipulasi pemberitaan Barat mengenai krisis perang di Suria. Mnipulasi kekejaman Suriah dikreasikan sedemikian rupa dalam cerita bocah Omran, bocah demngan wajah kusut dan luka parah sedang duduk di kursi mobil ambulance yang digambarkan sebagai korban kebiadaban rezim Suriah. Belakangan telah terbiongkar bahwa profil gambar bocah Omran hanyalah setingan rekayasa untuk membangun empati dan simpati dunia. Dengan pelabelan rezim Assad sebagai kejam dan monster terror, maka seolah AS dan para sekutunya memiliki legitimasi moral untuk melakukan serangan ke Suriah atas nama dalih kemanusiaan.

Praktik propaganda untuk legitimasi atas politik kepentingan Barat telah banyak dilakukan di berbagai negara bahkan tidak luput juga Indonesia. Keterlibatan negara-negara Barat untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno juga menggunakan copy paste pola yang sama.  Bagaimana praktik propaganda media barat menyebutkan Soekarno sebagai pemimpin diktator dan sekaligus mengancam prinsip demokrasi seperti yang diandaikan oleh kepentingan Barat. Kejatuhan Soekarno tidak lepas juga dari praktik intervensi Barat. Jatihnua Soekarno dan juga peristiwa tragedy kekeraan politik sesudahnya adalah cermin dari wajah kontestasi politik global dengan melalui strategi ideologis maupun koersinya. Kedekatan Soekarno terhadap blok sosialis tentu saja mengkhawatirkan posisi politik imperialisme Barat di Indonesia.u

Kuasa Media dan Strategi Ekonomi Politik

Analisis potret propaganda medias dan politik intervensi Barat ini juga bisa digunakan untuk mendalami persoalan konflik Rusia-Ukrania. Tidak jauh berbeda, kepentingan negara Barat dan terutama AS sangat kental dalam memposisikan framaing dan politik wacana yang dikembangkan. Respon dan mobilisasi pemberitaan media mainstream Barat telah memberi diksi dan koonotasi buruk pada kebijakan Rusia sebagai bentuk agresi dan invansi yang merusak kedaulatan Ukraina. Label aagresor bagi Rusia diucapkan langsung oleh presiden Joe Biden dan terus direproduksi menjadi diksi politik yang memberi citra buruk bagi langkah Rusia. Bahkan label buruk ini kemudian disandingkan dengan framing dan diksi pemberitaa atas negara Ukrania sebagai negara berdaulat dan beradab.

Konstruksi label aggressor tentu berkehendak untuk menyalahkan kebijakan Rusia di Ukraina. Pemberian citra positif bagi Ukraina juga bersamaan ingin memberi konotasi positif bahwa perlawanan Ukraina sangat dibenarkan dan mampu mendapat mobilisasi dukungan negara-negara Barat. Konstruksi konten pemberitaan ini tentu saja di sisi lain tidak pernah menunjukkan verifikasi data pemberitaan yang berimabng. Di ujung dimensi yang lain juga menyembunyikan fakta besar yang lain, semisal tentang bagaimana AS \bersama kekuatan blok NATO punya kepentingan ekonomi politik melalui kondisi politik Ukraina.

Dalam konteks dan wajah media mainstream Indonesia, atmosfir pemberitaan juga cenderung memiliki tendensi untuk melatakkan Rusia sebagai aktor yang lebih disalahkan. Secara politik, oligarki kepemilikan media Indonesia memang masih terkosentrasi pada para actor yang memiliki pandangan yang pro Barat. Pasca perubahan politik 1965 hingga sekarang, platform ekonomi politik masih erat berdekatan dengan banyak kepentingan politik Barat, tidak terkecuali posisi politik media. Sejak Orde Baru hingga sekarang, memang lanskap dominan kebijakan media memang lebih dekat dengan perspektif Barat daripada kepentingan Rusia.

Jejak perspektif kontestasi Perang Dingin, dalam beberapa artikulasi terlihat direproduksi dan terkesan dihidupkan kembali. Memori sejarah tersebut membantu untuk memperkuat pandangan publik atas posisi politik Rusia. Tidak sedikit mendudukan konflik Ukraina sebagai persoalan kontestasi antara negara-negara demokratis dengan negara-negara yang tidak dermokratis seperti yang dituduhkan kepada Rusia. Atau tidak sedikit yang juga memberi pandangan bahwa persoalan Rusia dan Ukraina sebagai konflik antara negara berdaulat (Ukraina) dan negara intervensionis (Rusia). Sudut pandang semacam ini sekali lagi telah menyembunyikan banyak fakta historis dan politis mengenai lanskap problem ketegangan Ukraina dan Rusia.

Framing dan strategi wacana pemberitaan memiliki kemampuan sekaligus, yakni untuk menonjolkan dan sejakugus menyembunyikan persoalan fakta sesungguhnya.  Apa yang telah diproduksi oleh wacana media barat hanya menjadi bukti nyata bahwa media mainstreram barat tidak pernah netral dan objektif falam memberitakan persoalan konflik global yang menyangkut kepentingan Barat, termasuk dalam hal ini konflik Rusia dan Ukraina. Bahkan dalam ranah praktik media, sebuah perang sudah dimulai, sebelum perang sesungguhnya terjadi. Dalam dunia yang sudah termediasi oleh hadirnya banyak platform mrdia, maka tidak akan pernah ada sebu8ah kepentingan ekonomi politik yang tidak menggunakan media sebagai instrument senjata dan amunisi paling efektif untuk membantu kemenagan ekonomi politik.

]]>
Konflik Global, Media, dan Propaganda Barat

Veronika S. Saraswati
China Study Unit, CSIS Indonesia


Peran media pemberitaan jika hanya dibaca secara teknis dan normatif, tentu saja hanya menjadi instrumen biasa sebagai penyebaran informasi. Namun jika dilihat dalam perspektif yang luas, peran media sangatlah vital bukan hanya untuk instrumen menyampaikan kabar pemberitaan, namun juga efektif untuk mempengaruhi nalar opini publik melalui pemilihan framing dan strategi isi wacana yang dibentuknya. Media bisa menjadi senjata ampuh untuk menggiring kesan persepsi dan isi pikiran masyarakat.

Dalam sejarah panjang politik di abad modern ini, tidak ada satupun praktik kekuasaan yang tidak melibatkan peran media. Jauh lebih mendasarnya, media tak hanya sebagai instrumen kekuasaan, namun menjadi ‘kekuasaan’ itu sendiri. Siapa yang bisa menguasai media, ia yang mampu menguasai politik dunia. Apa yang diproduksi media tak shanya kumpulan narasi kalimat, namun sebuah rpresentasi dari sebagain realitas. Dalam praktikm kuasanya, media juga mampu mengkonstruksi realitas, bahkan realitas yang sudah jauh dari fakta kebenaran. Dengan manipulasi media, kebohongan bisa akan Nampak sebagai narasi-narasi kebenaran.

Propaganda dan Legitimasi Intervensi

Pasca peristiwa 11 September 2011 dengan momen serangan bunuh diri pesawat ke menara kembar Gedung World Trade Center Amerika Serikat, telah mendorong sebuah derklarasi perlawanan terhadap Terorisme Global. Nagara AS selanjutnya dengan sangat massif mengkampanyekan kutukan sekaligus perlawanan terhadap praktik terorisme global. Doktrin Anti-Terorisme menjadi platform sekaligus materi utama dalam setiap wacana-wacana politik Amerika Serikat. Berbareng dengan berbagai theadline topik yang terus menerus direproduksi mengenai kengerian serangan 11 september, telunjuk politik AS juga secara stigmatic mengarahkan kepada beberapa negara yang dianggap sebagai pendukung kelompok teroiris, terutama negara-negara yang selama ini berseberangan dengan politik AS  di Timur Tengah.

Inilah tonggak awal dari startegi kampanye dan politik propaganda AS upaya mengkonstruksikan negara-negara seperti Irak, Suriah, Afghanistan, Libya dan beberapa kroni politik lain sebagai musuh AS. Tidak hanya selesai di situ, praktis AS rezim selanjutnya melakukan serangan-serangan kongkrit di beberapa negara tersebut. Serangan agresi AS berhasil meruntuhkan kekuasaan Sadam Husein di Irak dan juga kekuasaan Muammar Qadhafi di Linya. Dalih adanya pembangunan reaktor senjata pemusnah massal di Irak, menjadi salah satu dalih yang dipakai untuk meruntuhkan kekuatan Sadam Husein. Dalam perkembangan belakangan, fakta justru membuktikan hal yang bertolak belakang, bahwa tuduhan AS tidak memiliki verifikasi bukti sama sekali. Setelah kehancuran total kawasan Irak, toh tuduhan yang tidak berdasar itu tetap tidak diklarifikas untuk dipertanggungjawabkan.

Bombardir politik AS dan sekutunya ke Irak hanyalah Sebagian potret bagaimana propaganda media sungguh sangat efektif untuk dimainkan dalam politik dalih pembenaran dari langkah kepentingan politik Barat terutama kebijakan politik intervensi di kawasan Timur Tengah selama ini. Propaganda selalu disemai berbarengan dengan langkah intervensi fisik lainnya. Pelabelan ‘terorisme’ menjadi salah satu diksi wacana yang terus direproduksi terhadap setiap negara yang bersikap bersebrangan dengan AS. Kasus krisis dan konflik politik di Suriah juga menjadi salah satu contoh episode lainnya . Drama kekejaman, kediktatoran, politik teror dan anti demokrasi juga sering dimobilisasikan untuk membangun pelabelan  buruk terhadap setiap pimpinan negara yang melawan dominasi kepentingan AS.

Manipulasi framing isi pemberitaan dan juga praktik rekayasa isi media bahkan juga selalu dimainkan. Dunia tidak pernah lupa dan pasti masih sangat ingat dengan fenomena rekayasa dan manipulasi pemberitaan Barat mengenai krisis perang di Suria. Mnipulasi kekejaman Suriah dikreasikan sedemikian rupa dalam cerita bocah Omran, bocah demngan wajah kusut dan luka parah sedang duduk di kursi mobil ambulance yang digambarkan sebagai korban kebiadaban rezim Suriah. Belakangan telah terbiongkar bahwa profil gambar bocah Omran hanyalah setingan rekayasa untuk membangun empati dan simpati dunia. Dengan pelabelan rezim Assad sebagai kejam dan monster terror, maka seolah AS dan para sekutunya memiliki legitimasi moral untuk melakukan serangan ke Suriah atas nama dalih kemanusiaan.

Praktik propaganda untuk legitimasi atas politik kepentingan Barat telah banyak dilakukan di berbagai negara bahkan tidak luput juga Indonesia. Keterlibatan negara-negara Barat untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno juga menggunakan copy paste pola yang sama.  Bagaimana praktik propaganda media barat menyebutkan Soekarno sebagai pemimpin diktator dan sekaligus mengancam prinsip demokrasi seperti yang diandaikan oleh kepentingan Barat. Kejatuhan Soekarno tidak lepas juga dari praktik intervensi Barat. Jatihnua Soekarno dan juga peristiwa tragedy kekeraan politik sesudahnya adalah cermin dari wajah kontestasi politik global dengan melalui strategi ideologis maupun koersinya. Kedekatan Soekarno terhadap blok sosialis tentu saja mengkhawatirkan posisi politik imperialisme Barat di Indonesia.u

Kuasa Media dan Strategi Ekonomi Politik

Analisis potret propaganda medias dan politik intervensi Barat ini juga bisa digunakan untuk mendalami persoalan konflik Rusia-Ukrania. Tidak jauh berbeda, kepentingan negara Barat dan terutama AS sangat kental dalam memposisikan framaing dan politik wacana yang dikembangkan. Respon dan mobilisasi pemberitaan media mainstream Barat telah memberi diksi dan koonotasi buruk pada kebijakan Rusia sebagai bentuk agresi dan invansi yang merusak kedaulatan Ukraina. Label aagresor bagi Rusia diucapkan langsung oleh presiden Joe Biden dan terus direproduksi menjadi diksi politik yang memberi citra buruk bagi langkah Rusia. Bahkan label buruk ini kemudian disandingkan dengan framing dan diksi pemberitaa atas negara Ukrania sebagai negara berdaulat dan beradab.

Konstruksi label aggressor tentu berkehendak untuk menyalahkan kebijakan Rusia di Ukraina. Pemberian citra positif bagi Ukraina juga bersamaan ingin memberi konotasi positif bahwa perlawanan Ukraina sangat dibenarkan dan mampu mendapat mobilisasi dukungan negara-negara Barat. Konstruksi konten pemberitaan ini tentu saja di sisi lain tidak pernah menunjukkan verifikasi data pemberitaan yang berimabng. Di ujung dimensi yang lain juga menyembunyikan fakta besar yang lain, semisal tentang bagaimana AS \bersama kekuatan blok NATO punya kepentingan ekonomi politik melalui kondisi politik Ukraina.

Dalam konteks dan wajah media mainstream Indonesia, atmosfir pemberitaan juga cenderung memiliki tendensi untuk melatakkan Rusia sebagai aktor yang lebih disalahkan. Secara politik, oligarki kepemilikan media Indonesia memang masih terkosentrasi pada para actor yang memiliki pandangan yang pro Barat. Pasca perubahan politik 1965 hingga sekarang, platform ekonomi politik masih erat berdekatan dengan banyak kepentingan politik Barat, tidak terkecuali posisi politik media. Sejak Orde Baru hingga sekarang, memang lanskap dominan kebijakan media memang lebih dekat dengan perspektif Barat daripada kepentingan Rusia.

Jejak perspektif kontestasi Perang Dingin, dalam beberapa artikulasi terlihat direproduksi dan terkesan dihidupkan kembali. Memori sejarah tersebut membantu untuk memperkuat pandangan publik atas posisi politik Rusia. Tidak sedikit mendudukan konflik Ukraina sebagai persoalan kontestasi antara negara-negara demokratis dengan negara-negara yang tidak dermokratis seperti yang dituduhkan kepada Rusia. Atau tidak sedikit yang juga memberi pandangan bahwa persoalan Rusia dan Ukraina sebagai konflik antara negara berdaulat (Ukraina) dan negara intervensionis (Rusia). Sudut pandang semacam ini sekali lagi telah menyembunyikan banyak fakta historis dan politis mengenai lanskap problem ketegangan Ukraina dan Rusia.

Framing dan strategi wacana pemberitaan memiliki kemampuan sekaligus, yakni untuk menonjolkan dan sejakugus menyembunyikan persoalan fakta sesungguhnya.  Apa yang telah diproduksi oleh wacana media barat hanya menjadi bukti nyata bahwa media mainstreram barat tidak pernah netral dan objektif falam memberitakan persoalan konflik global yang menyangkut kepentingan Barat, termasuk dalam hal ini konflik Rusia dan Ukraina. Bahkan dalam ranah praktik media, sebuah perang sudah dimulai, sebelum perang sesungguhnya terjadi. Dalam dunia yang sudah termediasi oleh hadirnya banyak platform mrdia, maka tidak akan pernah ada sebu8ah kepentingan ekonomi politik yang tidak menggunakan media sebagai instrument senjata dan amunisi paling efektif untuk membantu kemenagan ekonomi politik.

]]>
https://beritabaru.co/konflik-global-media-dan-propaganda-barat/feed/ 0 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2022/03/e2e1cdd0-2956-4bbe-943f-0289bc827b52-5c9f007b3ba7f717402f9682-300x195.jpeg
Dibalik Bayangan Inflasi Global https://beritabaru.co/dibalik-bayangan-inflasi-global/ https://beritabaru.co/dibalik-bayangan-inflasi-global/#respond Fri, 04 Mar 2022 03:56:04 +0000 https://beritabaru.co/?p=110575 Dibalik Bayangan Inflasi Global

Dita Nurul Aini Mustika Dewi

Dosen FEB UNAS Jakarta,
Executive Secretary The Reform Initiatives
(TRI)


Dunia sedang bergejolak karena konflik Rusia-Ukraina yang semakin memanas. Banyak negara-negara yang mengecam hingga memberikan sanksi-sanki ekonomi ke Rusia. Harga minya brent melambung tinggi, sempat menembus angka USD104,6 diiringi oleh gas yang mencapai USD4,7 MMBtu, pada hari pertama serangan militer Rusia ke Ukraina. Di waktu yang sama, bursa saham global melorot tajam akibat sentimen negatif masyarakat pada dunia. Harga komoditas-komoditas global turut serta melambung tinggi, seperti CPO, kedelai, gandum, hingga emas.

Mengutip dari data IMF pada periode 2021, PDB Rusia menempati peringkat ke 11 dengan kontribusi sebear 1,7% pada PDB dunia. Sedangkan Ukraina berada diperingkat ke 40 dengan kontribusi tidak lebih dari 0,4% terhadap PDB dunia. Jika dibandingkan Indonesia, PDB Rusia berada di atas Indonesia, sedangkan Ukraina jauh dibawah Indonesia. Indonesia menempati peringkat ke-15 dengan kontribusi sebesar 1,2% pada PDB Dunia. Rusia dan Indonesia berada pada kelompok negara G-20 yang merupakan TOP 20 PDB di dunia.

Rusia merupakan salah satu negara yang memproduksi dan eksportir minyak terbesar di dunia. Pada TW III 2021, ekspor minyak Rusia mencapai USD32,3 miliar. Sepuluh (10) komoditas ekspor terbesar Rusia periode 2021 meliputi: minyak mentah, minyak bumi, gas alam, mesin dan peralatan, logam besi, bahan bakar diesel (solar), bahan bakar cair, batu bara, gandum dan alumunium. Sedangkan Ukraina selama ini ekspor produk-produk antara lain: sereal, besi dan baja, lemak dan minyak hewani, nabati, produk pembelahan lainnya, bijih arang besi dan abu, elektronik dan peralatan elektronik, mesin, reaktor nuklir dan boilers, minyak biji-bijian, buah-buahan oleagic, biji-bijian dan buah-buhaan; residu, limbah industri makanan, pakan ternak; kayu dan barang dari kayu, arang kayu; barang dari besi atau baja.

Tabel.1 - Komoditas Ekspor Utama Rusia dan Ukraina (Top 10)

Pasar ekspor utama energi baik berupa minyak, gas alam maupun bahan bakar Rusia adalah negara-negara Eropa, China, Jepang, Korea Selatan dan Amerika Serikat. Sedangkan pasar ekspor bahan makanan dari Ukraina adalah negara-negara Eropa, China, Turki, India, Amerika, termasuk Indonesia. Mengacu pada data tersebut, sumber energi dan pangan dunia bergantung pada kedua negara tersebut, terutama Rusia. Oleh karena itu, harga minyak dan komoditas-komoditas global mengalami kenaikan tajam ketika kedua negara tersebut mengalami konflik. Jika konflik ini berkepanjangan, maka harga-harga energi dan bahan makan global akan terus mengalami peningkatan yang menyebabkan inflasi.

IMF memproyeksikan inflasi global akan mengalami penurunan seiring dengan pemulihan ekonomi pasca krisis pandemi COVID-19. Target inflasi global pada 2022 sebesar 3,8% terus menurun hingga mencapai 3,2% pada 2025. Akan tetapi, terjadinya konflik Rusia-Ukraina, inflasi global akan meningkat lebih dari 4,3% (inflasi 2021) dengan asumsi harga minyak dunia akan terus mengalami kenaikan, komoditas pangan dunia seperti gandum, kedelai dan sereal lainnya mengalami peningkatan, serta peningkatan harga pada bahan baku industri lainnya.

Gambar 1. Proyeksi Inflasi Global

Sumber: IMF, 2022, diolah

Ketergantungan Indonesia pada bahan baku makanan impor juga kan berpengaruh pada inflasi domestik. Harga kedelai dan gandum global yang terus meningkat akan berdampak pada harga bahan baku makanan dalam negeri. Indonesia mengimpor kedelai sebagai bahan baku tahu tempe dalam sepuluh tahun terakhir rata-rata mencapai 2,2 juta ton per tahun. Sedangkan impor gandum sebagai bahan baku roti, tepung terigu, mie dan lain-lain, dalam sepuluh tahun terakhir rata-rata mencapai 8,3 juta ton per tahun. Besarnya angka tersebut menunjukkan bahwa Indonesia pasti akan mengalami kenaikan harga dan inlfasi bahan pangan dalam waktu dekat.

Permasalahan kenaikan harga minyak goreng yang disebabkan oleh supply shock yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir ini akan disusul dengan kenaikan harga bahan pangan lainnya. Pemerintah harus waspada menyikapi fenomena kenaikan harga komoditas dan inflasi global yang membayangi aktivitas perekonomian nasional. Proses pemulihan ekonomi pasca pandemi masih menjadi tantangan bagi Indonesia, ditambah dengan inflasi global yang semakin mendekat membutuhkan kebijakan yang dapat menjaga stabilisasi harga. Operasi pasar untuk menjaga stok yang dibutuhkan masyarakat dan harga yang ada di pasar masih tetap dibutuhkan. Selain itu, pengaturan distribusi bahan-bahan pokok penting seperti beras, minyak goreng, gula, telur, daging perlu diperhatikan agar tidak terjadi penimbunan oleh oknum-oknum tertentu yang menyebabkan kelangkaan di lapangan. Pemerintah juga bisa memberikan insentif bagi importir-importir bahan baku pangan yang terkena imbas kenaikan harga beras atau menurunkan biaya impor agar dapat menekan biaya produksi. Langkah-langkah kongkrit tersebut tidak akan menghindarkan Indonesia dari inflasi global, namun akan membantu menjaga stabilitas harga pangan domestik, sehingga daya beli masyarakat akan terjaga, terutama masyarakat yang berpendapatan menengah ke bawah.

]]>
Dibalik Bayangan Inflasi Global

Dita Nurul Aini Mustika Dewi

Dosen FEB UNAS Jakarta,
Executive Secretary The Reform Initiatives
(TRI)


Dunia sedang bergejolak karena konflik Rusia-Ukraina yang semakin memanas. Banyak negara-negara yang mengecam hingga memberikan sanksi-sanki ekonomi ke Rusia. Harga minya brent melambung tinggi, sempat menembus angka USD104,6 diiringi oleh gas yang mencapai USD4,7 MMBtu, pada hari pertama serangan militer Rusia ke Ukraina. Di waktu yang sama, bursa saham global melorot tajam akibat sentimen negatif masyarakat pada dunia. Harga komoditas-komoditas global turut serta melambung tinggi, seperti CPO, kedelai, gandum, hingga emas.

Mengutip dari data IMF pada periode 2021, PDB Rusia menempati peringkat ke 11 dengan kontribusi sebear 1,7% pada PDB dunia. Sedangkan Ukraina berada diperingkat ke 40 dengan kontribusi tidak lebih dari 0,4% terhadap PDB dunia. Jika dibandingkan Indonesia, PDB Rusia berada di atas Indonesia, sedangkan Ukraina jauh dibawah Indonesia. Indonesia menempati peringkat ke-15 dengan kontribusi sebesar 1,2% pada PDB Dunia. Rusia dan Indonesia berada pada kelompok negara G-20 yang merupakan TOP 20 PDB di dunia.

Rusia merupakan salah satu negara yang memproduksi dan eksportir minyak terbesar di dunia. Pada TW III 2021, ekspor minyak Rusia mencapai USD32,3 miliar. Sepuluh (10) komoditas ekspor terbesar Rusia periode 2021 meliputi: minyak mentah, minyak bumi, gas alam, mesin dan peralatan, logam besi, bahan bakar diesel (solar), bahan bakar cair, batu bara, gandum dan alumunium. Sedangkan Ukraina selama ini ekspor produk-produk antara lain: sereal, besi dan baja, lemak dan minyak hewani, nabati, produk pembelahan lainnya, bijih arang besi dan abu, elektronik dan peralatan elektronik, mesin, reaktor nuklir dan boilers, minyak biji-bijian, buah-buahan oleagic, biji-bijian dan buah-buhaan; residu, limbah industri makanan, pakan ternak; kayu dan barang dari kayu, arang kayu; barang dari besi atau baja.

Tabel.1 - Komoditas Ekspor Utama Rusia dan Ukraina (Top 10)

Pasar ekspor utama energi baik berupa minyak, gas alam maupun bahan bakar Rusia adalah negara-negara Eropa, China, Jepang, Korea Selatan dan Amerika Serikat. Sedangkan pasar ekspor bahan makanan dari Ukraina adalah negara-negara Eropa, China, Turki, India, Amerika, termasuk Indonesia. Mengacu pada data tersebut, sumber energi dan pangan dunia bergantung pada kedua negara tersebut, terutama Rusia. Oleh karena itu, harga minyak dan komoditas-komoditas global mengalami kenaikan tajam ketika kedua negara tersebut mengalami konflik. Jika konflik ini berkepanjangan, maka harga-harga energi dan bahan makan global akan terus mengalami peningkatan yang menyebabkan inflasi.

IMF memproyeksikan inflasi global akan mengalami penurunan seiring dengan pemulihan ekonomi pasca krisis pandemi COVID-19. Target inflasi global pada 2022 sebesar 3,8% terus menurun hingga mencapai 3,2% pada 2025. Akan tetapi, terjadinya konflik Rusia-Ukraina, inflasi global akan meningkat lebih dari 4,3% (inflasi 2021) dengan asumsi harga minyak dunia akan terus mengalami kenaikan, komoditas pangan dunia seperti gandum, kedelai dan sereal lainnya mengalami peningkatan, serta peningkatan harga pada bahan baku industri lainnya.

Gambar 1. Proyeksi Inflasi Global

Sumber: IMF, 2022, diolah

Ketergantungan Indonesia pada bahan baku makanan impor juga kan berpengaruh pada inflasi domestik. Harga kedelai dan gandum global yang terus meningkat akan berdampak pada harga bahan baku makanan dalam negeri. Indonesia mengimpor kedelai sebagai bahan baku tahu tempe dalam sepuluh tahun terakhir rata-rata mencapai 2,2 juta ton per tahun. Sedangkan impor gandum sebagai bahan baku roti, tepung terigu, mie dan lain-lain, dalam sepuluh tahun terakhir rata-rata mencapai 8,3 juta ton per tahun. Besarnya angka tersebut menunjukkan bahwa Indonesia pasti akan mengalami kenaikan harga dan inlfasi bahan pangan dalam waktu dekat.

Permasalahan kenaikan harga minyak goreng yang disebabkan oleh supply shock yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir ini akan disusul dengan kenaikan harga bahan pangan lainnya. Pemerintah harus waspada menyikapi fenomena kenaikan harga komoditas dan inflasi global yang membayangi aktivitas perekonomian nasional. Proses pemulihan ekonomi pasca pandemi masih menjadi tantangan bagi Indonesia, ditambah dengan inflasi global yang semakin mendekat membutuhkan kebijakan yang dapat menjaga stabilisasi harga. Operasi pasar untuk menjaga stok yang dibutuhkan masyarakat dan harga yang ada di pasar masih tetap dibutuhkan. Selain itu, pengaturan distribusi bahan-bahan pokok penting seperti beras, minyak goreng, gula, telur, daging perlu diperhatikan agar tidak terjadi penimbunan oleh oknum-oknum tertentu yang menyebabkan kelangkaan di lapangan. Pemerintah juga bisa memberikan insentif bagi importir-importir bahan baku pangan yang terkena imbas kenaikan harga beras atau menurunkan biaya impor agar dapat menekan biaya produksi. Langkah-langkah kongkrit tersebut tidak akan menghindarkan Indonesia dari inflasi global, namun akan membantu menjaga stabilitas harga pangan domestik, sehingga daya beli masyarakat akan terjaga, terutama masyarakat yang berpendapatan menengah ke bawah.

]]>
https://beritabaru.co/dibalik-bayangan-inflasi-global/feed/ 0 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2022/03/WhatsApp-Image-2022-03-04-at-10.55.16-300x173.jpeg
Masa Depan Wisata Nostalgia https://beritabaru.co/masa-depan-wisata-nostalgia/ https://beritabaru.co/masa-depan-wisata-nostalgia/#respond Wed, 16 Feb 2022 15:00:58 +0000 https://beritabaru.co/?p=108446 Masa Depan Wisata Nostalgia

Moh. Thobie Prathama


Permintaan leisure economy merupakan pendorong penting industri pariwisata. Ekosistem leisure economy yang berkembang dengan dibarengi inovasi digitalisasi seperti munculnya platform Airbnb, Traveloka, Tiket.com, OYO, dan sebagainya membuat preferensi konsumen untuk mengonsumsi pengalaman makin tinggi. Walaupun industri ini menjadi salah satu yang paling tertekan akibat berbagai kebijakan melawan COVID-19, masyarakat khususnya kelas menengah dan atas akan tetap bersedia menyediakan anggaran untuk cuci mata.

Kebutuhan life style dan experience juga akan tumbuh seiring bertumbuhnya masyarakat kelas menengah. Sebagai pemasar pariwisata, momentum pandemi bisa menjadi peluang untuk membangkitkan kembali aspek emosional dari suatu pengalaman wisata. Seperti yang coba paparkan di sini, salah satu peluang ceruk yang bisa dikembangkan adalah melayani wisatawan nostalgia

Bicara kerinduan masa lalu ialah topik yang begitu menggemakan emosi. Seperti penggalan lirik lagu “Photograph” dari Ed Sheraan “We keep this love in a photograph. We made these memories for ourselves”. Manusia hanya bisa mengenang peristiwa dan ikatan masa lalu. Harvard Business Review menjelaskan bahwa nostalgia ialah sumber psikologis penting yang membantu seseorang menemukan dan mempertahankan makna hidup. Dengan memahami cara kerja nostalgia, mengapa nostalgia mendorong tren bisnis pariwisata pada saat tertentu?

Melihat serba cepatnya segala sesuatu yang terjadi di dunia saat ini sering kali menimbulkan perasaan kewalahan pada diri seseorang. Wisatawan ingin kembali merasakan petualangan masa muda, kesejukan, atau pun kesederhanaan. Seperti pendapat Prof. Susan Krauss di Psychology Today, banyak orang mendambakan waktu yang tampak lebih sederhana, meskipun zaman itu bukanlah zaman kepolosan. Banyak orang pula menemukan kejemuan ketika semua harus dikaitkan dengan teknologi atau robot entah apapun itu. Futuristik memang luar biasa, tetapi klasik sungguh memesona. 

Bernostalgia tidak berarti harus mundur dalam perkembangan diri. Justru dengan sesekali menyelam ke masa lalu akan mengingatkan tentang bagaimana seseorang pernah mengatasi tekanan hidup sebelumnya, yang dapat membantu diri ini memperkuat rasa percaya dalam menghadapi masa kini. Manusia menyimpan kenangan berharga dalam hatinya. Meskipun orang dan masanya sudah pergi, tetapi kenangannya tidak pernah pupus dari hati. Mengingat tren fesyen, makanan, musik, film, gaya arsitektur yang pernah dilalui dengan orang-orang dan memori terkasih memang menenangkan jiwa atau malah menimbulkan perasaan campur aduk yang menggemaskan.  jbkj

Konsep pariwasata nostalgia mencoba mengingatkan dan mengulang perasaan masa lalu yang diidealkan di masa sekarang. Riset Mariana dan Luis (2018) menemukan bahwa nostalgia muncul sebagai motivasi penting dalam keputusan perjalanan. Studi lain oleh Jannine di Journal of Consumer Research mencatat bahwa orang yang mengalami nostalgia meningkatkan perasaan keterhubungan yang lebih besar dengan orang lain. Studi ini juga menunjukkan bahwa perasaan nostalgia menurunkan keinginan orang akan uang. Dengan kata lain, mereka lebih bersedia menghabiskan uangnya untuk membayar objek yang diinginkan. Selain itu, ada temuan menarik dari studi ini bahwa selama masa resesi, konsumen memang lebih enggan mengeluarkan uang mereka. Namun, nostalgia dapat digunakan untuk merangsang ekonomi, karena perasaan ingin bernostalgia ini melemahkan kemampuan mereka memprioritaskan uang.

Dikutip dari majalah WDW, saat seseorang melihat ke masa depan, semakin banyak hal akan datang dari taman hiburan yang akan membuatnya merasa nostalgia. Begitulah konsep Walt Disney World didesain untuk menciptakan kenangan luar biasa ketika mengunjunginya. Di seluruh taman ini, film masa kecil favorit dari Disney menjadi hidup. Bisa dalam bentuk atraksi seperti Peter Pan’s Flight atau pondok-pondok seperti Pinocchio’s Village Haus atau Cinderella Castle. Oleh mengapa, Walt Disney World ini cocok dikatakan contoh klasik dari pariwisata nostalgia. Pengunjung yang datang ke taman ini sebagai anak-anak di tahun 1970-an dapat kembali bersama anak-anak mereka sendiri, menemukan atraksi-atraksi yang hampir sama seperti yang mereka ingat dahulu. Bukan hanya itu, untuk menurunkan cinta Disney ke generasi berikutnya, WDW telah menciptakan Star Wars: Galaxy's Edge di Disney's Hollywood Studios yang akan menciptakan nostalgia luar biasa bagi para penggemar Star Wars.

Pariwisata nostalgia di sini dapat pula diartikan secara luas yang mencakup industri kreatif yang melekat, termasuk mengapa gaya vintage dan retro kembali populer? Bagi generasi yang pernah merasakan langsung, tren ini mengingatkan petualangan masa muda mereka dalam waktu yang seakan lebih lambat. Meskipun milenial dan Gen Z tidak benar-benar ada di sana untuk menyaksikan gelombang pertama tren ini, mereka terlihat ingin menebusnya untuk inspirasi gaya hidup yang “adorable” dengan menyelam ke masa lalu. Semakin jelas, industri kreatif seperti film dan musik kembali menyentuh gelombang nostalgia era lawas. Ambil saja contoh, lagu Blinding Lights dari The Weeknd dan album Future Nostalgia dari Dua Lipa yang meledak di pasar masa kini tetapi hidup dengan nuansa disko-pop era 80-an. 

Di setiap sudut kota, konsep kafe pun semakin banyak ditemui nuansa-nuansa klasik atau jadul seperti bergaya rumah dan perabotan vintage, konsep retro yang ngejreng, atau konsep-konsep klasik Asia Timur (Jepang, Korea, Hong Kong). Bernostalgia membuat kita berpikir betapa romantisnya masa-masa itu dan membuat kita ingin merasakan bagian dari masa itu kembali. 


Moh. Thobie Prathama ialah peneliti di The Reform Initiatives, Jakarta.

]]>
Masa Depan Wisata Nostalgia

Moh. Thobie Prathama


Permintaan leisure economy merupakan pendorong penting industri pariwisata. Ekosistem leisure economy yang berkembang dengan dibarengi inovasi digitalisasi seperti munculnya platform Airbnb, Traveloka, Tiket.com, OYO, dan sebagainya membuat preferensi konsumen untuk mengonsumsi pengalaman makin tinggi. Walaupun industri ini menjadi salah satu yang paling tertekan akibat berbagai kebijakan melawan COVID-19, masyarakat khususnya kelas menengah dan atas akan tetap bersedia menyediakan anggaran untuk cuci mata.

Kebutuhan life style dan experience juga akan tumbuh seiring bertumbuhnya masyarakat kelas menengah. Sebagai pemasar pariwisata, momentum pandemi bisa menjadi peluang untuk membangkitkan kembali aspek emosional dari suatu pengalaman wisata. Seperti yang coba paparkan di sini, salah satu peluang ceruk yang bisa dikembangkan adalah melayani wisatawan nostalgia

Bicara kerinduan masa lalu ialah topik yang begitu menggemakan emosi. Seperti penggalan lirik lagu “Photograph” dari Ed Sheraan “We keep this love in a photograph. We made these memories for ourselves”. Manusia hanya bisa mengenang peristiwa dan ikatan masa lalu. Harvard Business Review menjelaskan bahwa nostalgia ialah sumber psikologis penting yang membantu seseorang menemukan dan mempertahankan makna hidup. Dengan memahami cara kerja nostalgia, mengapa nostalgia mendorong tren bisnis pariwisata pada saat tertentu?

Melihat serba cepatnya segala sesuatu yang terjadi di dunia saat ini sering kali menimbulkan perasaan kewalahan pada diri seseorang. Wisatawan ingin kembali merasakan petualangan masa muda, kesejukan, atau pun kesederhanaan. Seperti pendapat Prof. Susan Krauss di Psychology Today, banyak orang mendambakan waktu yang tampak lebih sederhana, meskipun zaman itu bukanlah zaman kepolosan. Banyak orang pula menemukan kejemuan ketika semua harus dikaitkan dengan teknologi atau robot entah apapun itu. Futuristik memang luar biasa, tetapi klasik sungguh memesona. 

Bernostalgia tidak berarti harus mundur dalam perkembangan diri. Justru dengan sesekali menyelam ke masa lalu akan mengingatkan tentang bagaimana seseorang pernah mengatasi tekanan hidup sebelumnya, yang dapat membantu diri ini memperkuat rasa percaya dalam menghadapi masa kini. Manusia menyimpan kenangan berharga dalam hatinya. Meskipun orang dan masanya sudah pergi, tetapi kenangannya tidak pernah pupus dari hati. Mengingat tren fesyen, makanan, musik, film, gaya arsitektur yang pernah dilalui dengan orang-orang dan memori terkasih memang menenangkan jiwa atau malah menimbulkan perasaan campur aduk yang menggemaskan.  jbkj

Konsep pariwasata nostalgia mencoba mengingatkan dan mengulang perasaan masa lalu yang diidealkan di masa sekarang. Riset Mariana dan Luis (2018) menemukan bahwa nostalgia muncul sebagai motivasi penting dalam keputusan perjalanan. Studi lain oleh Jannine di Journal of Consumer Research mencatat bahwa orang yang mengalami nostalgia meningkatkan perasaan keterhubungan yang lebih besar dengan orang lain. Studi ini juga menunjukkan bahwa perasaan nostalgia menurunkan keinginan orang akan uang. Dengan kata lain, mereka lebih bersedia menghabiskan uangnya untuk membayar objek yang diinginkan. Selain itu, ada temuan menarik dari studi ini bahwa selama masa resesi, konsumen memang lebih enggan mengeluarkan uang mereka. Namun, nostalgia dapat digunakan untuk merangsang ekonomi, karena perasaan ingin bernostalgia ini melemahkan kemampuan mereka memprioritaskan uang.

Dikutip dari majalah WDW, saat seseorang melihat ke masa depan, semakin banyak hal akan datang dari taman hiburan yang akan membuatnya merasa nostalgia. Begitulah konsep Walt Disney World didesain untuk menciptakan kenangan luar biasa ketika mengunjunginya. Di seluruh taman ini, film masa kecil favorit dari Disney menjadi hidup. Bisa dalam bentuk atraksi seperti Peter Pan’s Flight atau pondok-pondok seperti Pinocchio’s Village Haus atau Cinderella Castle. Oleh mengapa, Walt Disney World ini cocok dikatakan contoh klasik dari pariwisata nostalgia. Pengunjung yang datang ke taman ini sebagai anak-anak di tahun 1970-an dapat kembali bersama anak-anak mereka sendiri, menemukan atraksi-atraksi yang hampir sama seperti yang mereka ingat dahulu. Bukan hanya itu, untuk menurunkan cinta Disney ke generasi berikutnya, WDW telah menciptakan Star Wars: Galaxy's Edge di Disney's Hollywood Studios yang akan menciptakan nostalgia luar biasa bagi para penggemar Star Wars.

Pariwisata nostalgia di sini dapat pula diartikan secara luas yang mencakup industri kreatif yang melekat, termasuk mengapa gaya vintage dan retro kembali populer? Bagi generasi yang pernah merasakan langsung, tren ini mengingatkan petualangan masa muda mereka dalam waktu yang seakan lebih lambat. Meskipun milenial dan Gen Z tidak benar-benar ada di sana untuk menyaksikan gelombang pertama tren ini, mereka terlihat ingin menebusnya untuk inspirasi gaya hidup yang “adorable” dengan menyelam ke masa lalu. Semakin jelas, industri kreatif seperti film dan musik kembali menyentuh gelombang nostalgia era lawas. Ambil saja contoh, lagu Blinding Lights dari The Weeknd dan album Future Nostalgia dari Dua Lipa yang meledak di pasar masa kini tetapi hidup dengan nuansa disko-pop era 80-an. 

Di setiap sudut kota, konsep kafe pun semakin banyak ditemui nuansa-nuansa klasik atau jadul seperti bergaya rumah dan perabotan vintage, konsep retro yang ngejreng, atau konsep-konsep klasik Asia Timur (Jepang, Korea, Hong Kong). Bernostalgia membuat kita berpikir betapa romantisnya masa-masa itu dan membuat kita ingin merasakan bagian dari masa itu kembali. 


Moh. Thobie Prathama ialah peneliti di The Reform Initiatives, Jakarta.

]]>
https://beritabaru.co/masa-depan-wisata-nostalgia/feed/ 0 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2022/02/nostalgia-art-5-vistas-of-the-field-dean-thompson-300x235.jpg
Skema Ecological Fiscal Transfer (EFT) di Indonesia, Harus Bagaimana? https://beritabaru.co/skema-ecological-fiscal-transfer-eft-di-indonesia-harus-bagaimana/ https://beritabaru.co/skema-ecological-fiscal-transfer-eft-di-indonesia-harus-bagaimana/#respond Wed, 16 Feb 2022 08:43:06 +0000 https://beritabaru.co/?p=108381 EFT

Oleh Ahmad Taufiq*


Revolusi industri yang dipantik dari penemuan mesin uap yang terus dikembangkan sejak abad XVII, membawa perubahan yang signifikan bagi umat manusia. Perubahan itu terus berlanjut hingga sekarang, di mana perkembangan sains dan teknologi membawa umat manusia pada fase revolusi industri mutakhir yang dikenal dengan revolusi industri tahap keempat (IR 4.0).

Namun, revolusi industri yang dicanangkan demi mengejar kesejahteraan manusia itu membawa dua persoalan yang menjadi pekerjaan rumah. Yakni adanya kesenjangan ekonomi yang semakin lebar dan kerusakan lingkungan, yang dikenal dengan ekosida.

Mengenai kesenjangan ekonomi, sebagai gambaran, data mutakhir mengungkapkan bahwa jumlah kekayaan 8 orang terkaya di dunia lebih besar dri jumlah kekayaan separoh penduduk bumi. Selain itu, negara-negara belahan dunia utara seperti Amerika utara, atau Eropa, tetap merupakan negara maju, sementara negara-negara selatan masih tergolong tertinggal. Padahal, dari sisi kekayaan sumber daya alam (SDA), negara-negara yang tergolong maju tersebut tergolong miskin. Sementara negara-negara selatan seperti Indonesia tergolong kaya SDA.

Kenyataan tersebut seperti membuktikan suatu teori mengenai “kutukan SDA”, yang mana semakin kaya suatu negara, akan terjebak dalam ketertinggalan. Secara kasar, kemajuan negara-negara utara adalah berkat dari kemajuan industrialisasi, sementara negara-negara yang kaya SDA terjebak pada infant industry belaka, yang sekedar menjual bahan mentah, sementara untuk memenuhi kebutuhan konsumsi barang jadi tinggal impor dari luar.

Adapun mengenai kerusakan lingkungan, sejauh ini masifnya industrialisasi masih berbanding lurus dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Negara-negara yang tergolong maju dalam industrialisasi, contohnya Amerika Serikat dan China, adalah penyumbang emisi karbon terbanyak, yang berimplikasi pada pemanasan global (global warming). Adapun negara seperti Indonesia masih berkubang dalam jebakan industri ekstraktif, yang secara langsung merusak lingkungan.

Selain itu, industrialisasi memunculkan persoalan sampah atau limbah, yang semakin lama semakin besar. China adalah penyumbang sampah terbanyak yang terbuat di lautan. Sementara Indonesia menduduki ranking ke-3, suatu “prestasi” yang memprihatinkan.

Kerusakan lingkungan tersebut dampaknya mulai terasa saat ini, di mana berbagai macam fenomena bencana alam begitu mengancam. Seperti banjir, kemarau yang lebih panjang yang memicu kebakaran hutan, juga berbagai penyakit akibat persoalan sampah yang semakin menggunung tak teratasi.

Dalama berbagai penelitian, berbagai bencana alam tersebut muncul dari kenaikan suhu global. Dalam laporan Intergovernmental Panel of Climate Change (IPCC) yang berjudul “Special Report on Global Warming of 1.5C” tercatat bahwa bumi akan mengalami kenaikan suhu global melewati ambang batas minimum yang ditetapkan pada 2030, yakni 1,5 derajat celcius.

Angka 1,5 nampak kecil, tetapi dalam skala bumi efeknya sangat besar dan merusak. Apalagi negara Indonesia tergolong negara tropis, sehingga ancaman berbagai macam bencana semakin besar, seperti hujan dengan intensitas tinggi, banjir, siklon tropis, kepunahan terumbu karang, kemarau yang semakin panjang yang menyebabkan kebakaran hutan dalam skala besar. Mengenai kebakaran, fenomena kebakaran hutan di Siberia yang merupakan bentangan daerah yang dikenal sangat dingin, untuk pertama kalinya mengalami kebakaran hutan yang parah, yang asapnya sampai kutub utara. Suatu fenomena yang menunjukkan bahwa bumi tempat tinggal umat manusia sedang tidak baik-baik saja.

Pemanasan global tersebut adalah akibat langsung emisi karbon dari industrialisasi yang masih dominan saat ini. Emisi karbon terbanyak masih negara-negara industrial, seperti Amerika Serikat, China, Jepang, sementara Indonesia adalah negara yang bukan negara maju yang masuk 10 besar penghasil emisi karbon.

Kedua pekerjaan rumah tersebut memantik berbagai macam kalangan secara global untuk mengatasinya. Persoalan kesenjangan secara global memunculkan gagasan-gagasan yang sempat mewarnai jagad dunia pada abad XX, antara liberalisme dengan sosialisme, yang dinamikanya saat ini memunculkan model negara kesejahteraan (seperti negara-negara di Jazirah Skandinavia), jalan ketiga (Inggris), sosialisme pasar (Tiongkok), dan sebagainya.

Sementara itu, persoalan kerusakan lingkungan membuat berbagai negara mengkampanyekan pengurangan emisi karbon, pengembangan teknologi hijau, pengembangan industri ramah lingkungan, dan sebagainya, yang semua tercakup dalam konsep green economy. Bahwa pengejaran pertumbuhan ekonomi harus juga memperhatikan aspek keberlangsungan lingkungan hidup yang lebih sehat.

Dalam konteks Indonesia, masalah kesenjangan berkait-kelindan dengan persoalan lingkungan hidup. Kesenjangan ekonomi penduduk Indonesia masih tergolong tinggi dengan rasio gini 3,7 dan kerusakan lingkungan masih terus berlangsung seperti deforestasi besar-besaran akibat industri ekstraktif dan perkebunan monokultur, sementara negara masih terus mengejar pertumbuhan ekonomi, sebagaimana nampak dalam pengeahan UU Cipta Kerja Omnibus Law, sebuah regulasi “ramah bisnis” tapi kurang ramah terhadap pekerja dan kelestarian lingkungan.

Oleh sebab itu, dibutuhkan agar pengejaran pertumbuhan ekonomi sebagai suatu jalan yang realistis untuk ditempuh agar tetap sejalan dengan pengurangan tingkat kesenjangan dan memperhatikan kelestarian lingkungan. Dalam berbagai kajian, yang pertama dikenal dengan pertumbuhan ekonomi inklusif sementara yang kedua dikenal dengan ekonomi hijau. Jika keduanya dipakai secara terpadu, akan tercipta suatu pendekatan holistik.

Namun, mengenai keadilan ekonomi secara garis besar sudah termaktub dalam berbagai perundang-undangan, bahkan UUD 1945 seperti pasal 33 ayat 3. Adapun mengenai eksekusinya sudah terjalankan dalam berbagai kebijakan negara, seperti regulasi pasar, subsidi atas berbagai kebutuhan strategis, keberadaan berbagai jaminan social dan sebagainya. Sementara itu, mengenai persoalan kerusakan lingkungan masih tergolong baru bagi Indonesia. Sehingga memerlukan suatu tekanan secara lebih khusus agar negara kita turut andil bertanggung jawab dalam pelestarian lingkungan sebagai bagian dari keberlangsungan umat manusia itu sendiri dari generasai ke generasi.

Tanggung jawab pelestarian lingkungan tentu saja harus dilaksanakan bersama-sama, baik dari kalangan pemerintah maupun warga. Untuk itu, dukungan anggaran khususnya dari pemerintah menjadi penting dalam mendorong berbagai macam aspek yang bertujuan melestarikan lingkungan, misalnya dalam hal konservasi hutan, pengolahan sampah atau limbah, penghijauan kota, pengembangan teknologi hijau, dan sebagainya.

Secara global, saat ini mulai marak ecological fiscal transfer (EFT), insentif fiscal berbasis ekologi, yang memasukkan ekologi sebagai sapek penting dalam insentif fiscal, demi mendorong pelestarian lingkungan. Pada mulanya, EFT dilaksanakan Brazil khususnya dalam menjaga kelestarian hutan yang dimilikinya, yang kemudian disusul berbagai negara seperti Portugal, Tiongkok, India, Prancis, menyusul kemudian Indonesia, Uganda, dan seterusnya.

EFT ala Indonesia

Indonesia adalah negara yang memiliki wilayah hutan terluas ketiga di dunia. Namun, karena pemerintah pusat mendorong adanya pertumbuhan ekonomi, hal tersebut membuat daerah-daerah yang memiliki hutan yang luas menghadapi dilema. Satu sisi pertumbuhan ekonomi harus dikejar, sementara sisi lain hutan yang ada harus dijaga karena merupakan sumber daya yang memberikan banyak manfaat seperti penyerapan karbon dan pengaturan iklim. Padahal, penjagaan hutan memerlukaan biaya yang tidak sedikit.

Oleh sebab itu, sejauh ini yang berlangsung adalah agenda konservasi hutan masih tergolong lambat, sehingga hutan yang ada terus mengalami penyusutan. Sementara itu, penyusutan tutupan hutan diperkirakan akan memicu terjadinya berbagai persoalan seperti adanya banjir bandang ketika hujan deras, kelangkaan air pada musim kemarau, sebagaimana yang terjadi dalam berbagai daerah di pulau-pulau yang memiliki tutupan hutan sangat rendah seperti Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Jika hal tersebut terus berlangsung, diperkirakan luas wilayah kritis air akan meningkat dari 6 persen pada tahun 2000 menjadi 9.6 persen pada tahun 2045. Selain itu, secara global tutupan hutan tersebut sangat bermanfaat bagi penyerapan emisi karbon sehingga menghambat peningkatan efek rumah kaca.

Di samping menuntut biaya sekaligus sumber daya yang tidak sedikit, daerah-daerah yang fokus pada penjagaan hutan juga kehilangan kesempatan dalam memanfaatkan sumber daya hutan, misalnya untuk aktivitas pertambangan atau perkebunan monokultur sawit yang berperan penting dalam peningkatan pendapatan daerah. Padahal beban biaya penjagaan hutan tersebut ditanggung oleh daerah itu sendiri, sementara manfaat yang dihasilkannya jauh melebihi daerah tersebut, bahwa bisa sampai ke seluruh dunia, sebab keberadaan hutan secara langsung menyerap emisi karbon yang secara besar disumbangkan oleh aktivitas industri dalam skala global.

Hal tersebut menyebabkan ketimpangan tingkat kesejahteraan antar daerah di Indonesia, antara yang lebih banyak aktivitas industri dengan yang lebih banyak tutupan hutan. Misalnya di Jawa Barat, daerah-daerah bagian utara yang lebih banyak industri ditinjau dari pendapatan daerah lebih sejahtera daripada daerah-daerah bagian selatan yang lebih banyak tutupan hutannya. Apalagi hal tersebut berkaitan erat dengan adanya peraturan di tingkat provinsi harus menyediakan adanya alokasi konservasi hutan 70% sehingga jika suatu daerah dibangun industri, daerah yang lain dipaksa megalah menjadi penjaga hutan. Kalau pun daerah yang banyak tutupan hutannya tersebut hendak membangun industri, dalam prosesnya harus mengalami peraturan yang lebih rigid daripada daerah yang minim tutupan hutannya. Hal tersebut menimbulkan rasa ketidakadilan antar daerah yang perlu diatasi dalam skala nasional, atau minimal skala proivinsi.

Oleh sebab itu, transfer anggaran berbasis ekologi bisa menjadi alternatif jalan keluar bagi pemerintah daerah yang tutupan hutannya luas untuk mendapatkan anggaran yang sepadan dengan kerja-kerja penjagaan hutan dan hilangnya kesempatan untuk melakukan pengambilan manfaat dengan jalan industrialisasi ekstraktif seperti pertambangan dan perkebunan monokultur demi pendapatan daerah. Tingkat luasan tutupan hutan dan kinerja daerah dalam menjaga kelestariannya, bisa dijadikan sebagai salah satu indikator dalam pemberian insentif tersebut.

Pemberian tersebut perlu dilakukan demi mengatasi adanya penyusutan tutupan hutan yang terus menerus berlangsung di berbagai daerah di Indonesia. Data IPBES 2018 menyebutkan bahwa setiap tahunnya Indonesia kehilangan hutan seluas 680 ribu hektar, yang mana merupakan terbesar di kawasan Asia Tenggara. Sementara data yang dirilis Bappenas menunjukkan bahwa Indonesia diperkirakan akan terus mengalami penurunan kualitas lingkungan hidup yang semakin dalam di masa depan. Indikasinya antara lain adalah tutupan hutan primer yang semakin hari semakin menyusut dan diproyeksikan pada tahun 2045 hanya akan tersisa sekitar 18,4% dari luas lahan total nasional (189,6 juta ha).  Padahal, urgensi hutan sangat dibutuhkan dalam hal penurunan emisi karbon sebesar 29% yang menjadi target nasional pada tahun 2030.

Sementara itu, di berbagai negara negara, skema insentif bagi konservasi hutan khususnya, yang kemudian diperluas menjadi skema insentif berbasis ekologi yang meliputi persoalan pemeliharaan kualitas air sungai, pengolahan limbah, pengembangan teknologi hijau, dan sebagainya, telah dikembangkan lewat transfer fiskal dari pemerintah pusat pada pemerintah di bawahnya, seperti provinsi atau negara bagian. Hal tersebut merupakan penghargaan atas kinerja dalam pengelolaan atau pelestarian lingkungan hidup yang di dalamnya mencakup konservasi hutan.

Contoh yang paling spektakuler adalah yang  di negara bagian Parana, Brasil yang sudah menerapkan skema insentif EFT. Dalam waktu hanya 8 tahun, Parana sukses meningkatkan total kawasan hutannya dari 637 ribu ha pada 1991 menjadi 1,69 juta ha pada 2000, yakni mengalami peningkatan sekitar 165%. Keberhasilan itu menginspirasi negara-negara bagian lainnya di Brazil untuk menerapkan EFT tersebut, lalu berbagai negara lain seperti Portugal (2007), India, Tiongkok, Jerman, Swiss, menyusul. Dalam banyak kajian para peneliti menyimpulkan mengenai efek yang dihasilkan. Di Brasil dan Portugal, pemerintah daerah telah menetapkan lebih banyak kawasan lindung. Di Cina, EFT telah berkontribusi pada penurunan polusi, tetapi bukan peningkatan lahan yang dilestarikan. EFT India belum menghasilkan peningkatan tutupan hutan, tetapi telah menjadi bagian resmi dari pembiayaan komitmen iklim nasional. Adapun mengenai pertumbuhan EFT secara global menunjukkan betapa cepat pertumbuhannya, di mana pada tahun 2007 EFT hanya sebesar US$300 juta per tahun; pada tahun 2020 ini telah tumbuh menjadi US$23 miliar per tahun.

Adapun dalam skema EFT tersebut, yang menarik adalah bagaimana variasi antar negara mengenai indicator penerapannya. Beberapa EFT dibayar berdasarkan indikator “hijau” seperti kawasan hutan; sementara sebagian lainnya dibayar berdasarkan indikator “coklat” seperti pengolahan air atau pengurangan tingkat pencemaran. Selain itu, beberapa EFT dibayarkan berdasarkan dana abadi (misalnya, tutupan hutan di negara bagian Minas Gerais, Brasil), sementara yang lain dibayarkan berdasarkan perubahan status dana abadi (misalnya, pencegahan deforestasi di Pará) atau tindakan untuk melestarikan dana abadi tersebut (misalnya, pemadam kebakaran di Tocantins).

Skema EFT biasanya berlangsung secara vertical dalam arti pemerintah pusat member i insentif pada pemerintah di bawahnya, baik itu provinsi atau negara bagian, hingga pada tingkatan daerah bahkan pedesaan. Yang unik adalah Tiongkok, yang mencoba skema EFT yang selain vertical juga horizontal, antar provinsi atau antar daerah. Contohnya sebagaimana dipelopori oleh provinsi Anhui dan Zhejiang. Zhejiang yang merupakan provinsi hilir sungai membayar Anhui yang merupakah hulu sungai atas peningkatan kualitas air Sungai Xin'an yang berada di atas patokan. Namun, jika kualitas air memburuk di bawah patokan yang ditentukan, maka sebaliknya Anhui harus membayar Zhejiang. Adapun pemerintah pusat memposisikan diri sebagai pemantau yang menegakkan aturan tersebut, selain itu juga memberikan kontribusi 300 juta yuan (sekitar US$43 juta) per tahun dari EFT horizontal yang jumlahnya 700 juta yuan (sekitar US$100 juta). Hal tersebut diperlukan keterlibatan pemerintah pusat demi meringankan biaya transaksi yang mahal yang harus ditanggung.

Adapun dalam konteks negara Indonesia, skema EFT begitu gencar digaungkan oleh berbagai kalangan tahun-tahun terakhir. Beberapa sudah mulai diterapkan, dalam skala provinsi misalnya sudah diterapkan di Kalimantan Utara, sementara dalam skala daerah tingkat dua, sudah diterapkan pada berberapa daerah. Wacana EFT tersebut mulanya digalakkan oleh Research Center for Climate Change University of Indonesia/RCCCUI yang menginisiasi penambahan variabel luas kawasan hutan dalam formula pembagian Dana Alokasi Umum (DAU) ke daerah. Kemudian The Biodiversity Finance Initiative (BIOFIN) yang digagas oleh UNDP mendorong ada skema Dana Insentif Daerah (DID) untuk keanekaragaman hayati. Hingga kemudian The Asia Foundation (TAF) dengan koalisi masyarakat sipil mempromosikan EFT dalam bentuk tiga skema, yakni Transfer Anggaran Nasional berbasis Ekologi (TANE),Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), dan Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE).

TAPE mengedepankan skema insentif yang diberikan pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota yang menjaga kelestarian lingkungannya, dengan sumber dana berasal dari bantuan keuangan pemerintah provinsi. Seperti yang berlangsung di Provinsi Kalimantan Utara, kebijakan skema transfer bantuan keuangan berbasis ekologi tersebut telah dikeluarkan sebagai bagian dari Peraturan Gubernur (Pergub) No. 6/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur No. 49/2018 tentang Tata Cara Pemberian, Penyaluran dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Keuangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara.

Adapun TAKE diadopsi oleh Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, dengan memberikan skema insentif kepada desa yang menjaga kelestarian lingkungan melalui formula penghitungan Anggaran Dana Desa (ADD). Kebijakan Kabupaten Jayapura itu termaktub dalam Peraturan Bupati No.11/2019 tentang Alokasi Dana Kampung Tahun 2019. Dalam pengembangannya, TAKE yang mereformulasi Alokasi Dana Desa/Kampung (ADD/ADK) untuk memberikan insentif kepada desa-desa yang menjaga kelestarian lingkungannya. Selain di Jayapura (Papua), skema TAKE ini telah diadopsi juga oleh Kabupaten Nunukan (Kalimantan Utara) melalui, masing-masing Peraturan Bupati No. 11/2019 tentang Alokasi Dana Kampung Tahun 2019 dan Peraturan Bupati No. 59/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati No. 15/2015 tentang Alokasi Dana Desa. TAKE ini juga sedang dikembangkan di daerah-daerah lain, termasuk Kabupaten Bener Meriah (Aceh), Keerom dan Supiori (Papua), Kubu Raya (Kalimantan Barat), dan Manokwari Selatan (Papua Barat).

Adapun untuk TANE, sejauh ini masih menjadi wacana yang diusulkan untuk diadopsi pemerintah pusat. Kalau TANE nantinya diadopsi, maka Indonesia akan menjadi bagian dari negara yang punya visi ekologis dengan tanggungjawab pelestarian atas cakupan hutan yang luas dan menjadi negara raksasa dalam bidang kehutanan. Penerapan TANE akan banyak mengatasi persoalan kesenjangan antar daerah akibat ketidakmerataan industri yang ada.

Skema-skema seperti TAKE, TAPE dan TANE tersebut nampaknya sangat diminati oleh daerah-daerah dengan kawasan dengan tutupan hutan yang luas. Sehingga yang menjadi pelopor adalah Kalimantan Utara, Jayapura, dan sebagainya. Tidak di daerah padat seperti Jawa atau Bali. Oleh sebab itu, perlu adanya kajian khusus mengenai skema yang cocok dengan melihat konteks Jawa dan Bali.

Di desa-desa Jawa, misalnya, mayoritas adalah petani gurem dengan lahan sepetak. Inentif fiscal berbasis ekologis itu butuh melirik apa yang menjadi problematika petani-petani gurem tersebut, yang ada kaitan langsung dengan persoalan ekologis. Misalnya, pertanian para petani gurem tersebut sejauh ini mayoritas adalah petani tradisional dalam arti menggunakan bibit hasil membeli dari pabrik, lalu penggunaan pupuk kimia sintetik berikut pestisidanya, dan seterusnya, yang menunjukkan ketergantungan petani atas sesuatu diluar dirinya alias petani tidak berdaulat. Untuk itu, perlu adanya penggalakan pertanian organic atau bahkan pertanian alami di tingkatan desa-desa, selain demi mengakhiri ketergantungannya, juga turut andil dalam kelestarian lingkungan.

Adapun dalam konteks masyarakat urban yang mayoritas berprofesi sebagai pekerja dan pegiat UMKM, perlu adanya insentif anggaran untuk pengelolaan sampah atau limbah di kampung-kampung padat penduduk untuk menciptakan lingkungan perkampungan urban yang terkenal kumuh menjadi perkampungan yang layak huni.

Strategi Penerapan EFT

Bahwa pengejaran terhadap pertumbuhan ekonomi dalam konteks Indonesia dimana perekonomian negara masih bersandar pada industri ekstraktif seperti pertambangan dan perkebunan monokultur akan berakibat pada penyusutan kawasan hutan dan secara umum pada perusakan lingkungan, sehingga perlu adanya pendekatan baru yang lebih mendukung adanya kelestarian lingkungan.

Kebijakan “ramah bisnis” yang diterapkan pemerintah pusat melihat kondisi berbagai daerah yang sangat bervariasi, menciptakan kesenjangan kesejahteraan antar daerah. Daerah dengan tutupan hutan lebih luas akan lebih banyak beban dalam penjagaan hutan dengan anggaran ditanggung sendiri, sementara manfaat dari hutan bisa dinikmati banyak daerah lainnya bahkan sampai skala global.

Mengingat Indonesia punya kawasan hutan yang tergolong terluas ketiga di dunia, menjadi tantangan tersendiri untuk menjaganya. Selain itu, merupakan peluang tersendiri sebab kekayaan biodiversitas yang ada di dalam hutan belum banyak tereksplorasi, misalnya tanaman-obat-obatan, yang terkadang terburu punah sebelum diteliti. Ini peluang dalam pengembangan industri farmasi yang lebih ramah lingkungan daripada industri ekstraktif.

Skema EFT yang sudah berlangsung dan berhasil di berbagai negara seperti Brazil, India atau Tiongkok, dan kemudian dicobakan di Indonesia dalam tiga bentuk TAPE dan TAKE, dan diusulkan dalam TANE, harus mengikuti konteks yang ada. Selain itu, belajar dari kasus Tiongkok tentang penerapan EFT Horizontal perlu dicobakan. Misalnya dalam konteks Bengwan Solo yang membentang dari Jawa Tengah sebagai hulu ke Jawa Timur sebagai hilir. Jika sampai perbatasan Jateng/Jatim kualitas sungai bagus, Jatim patut memberi insentif, sebaliknya jika kualitas airnya buruk, Jateng patut member insentif pada Jatim.

Untuk pulau Jawa yang padat penduduk dengan mayoritas adalah petani gurem di desa-desa, yang paling dibutuhkan adalah penumbuhan kesadaran untuk menjadi petani dan berdaulat dengan mengatasi ketergantungannya atas pupuk kimia sintetik dan pestisida, dengan mengembangkan jenis pertanian organic atau bahkan pertanian alami, yang selain menekan biaya produksi besar-besaran, juga turut  andil besar dalam mengurangi emisi karbon. Pemerintah daerah wajib memberikan insentif fiskal bagi para petani yang beralih menjadi petani organik dan petani alami.

Sementara itu, untuk kawasan industrial, perlu adanya pengurangan pemakaian teknologi yang memakai sumber daya fosil. Selain itu, perlu adanya insentif bagi pengolah sampah yang semakin hari semakin menggunung seperti tak tertangani secara baik.


* Penulis aktif di Gerakan Alternatif 21

]]>
EFT

Oleh Ahmad Taufiq*


Revolusi industri yang dipantik dari penemuan mesin uap yang terus dikembangkan sejak abad XVII, membawa perubahan yang signifikan bagi umat manusia. Perubahan itu terus berlanjut hingga sekarang, di mana perkembangan sains dan teknologi membawa umat manusia pada fase revolusi industri mutakhir yang dikenal dengan revolusi industri tahap keempat (IR 4.0).

Namun, revolusi industri yang dicanangkan demi mengejar kesejahteraan manusia itu membawa dua persoalan yang menjadi pekerjaan rumah. Yakni adanya kesenjangan ekonomi yang semakin lebar dan kerusakan lingkungan, yang dikenal dengan ekosida.

Mengenai kesenjangan ekonomi, sebagai gambaran, data mutakhir mengungkapkan bahwa jumlah kekayaan 8 orang terkaya di dunia lebih besar dri jumlah kekayaan separoh penduduk bumi. Selain itu, negara-negara belahan dunia utara seperti Amerika utara, atau Eropa, tetap merupakan negara maju, sementara negara-negara selatan masih tergolong tertinggal. Padahal, dari sisi kekayaan sumber daya alam (SDA), negara-negara yang tergolong maju tersebut tergolong miskin. Sementara negara-negara selatan seperti Indonesia tergolong kaya SDA.

Kenyataan tersebut seperti membuktikan suatu teori mengenai “kutukan SDA”, yang mana semakin kaya suatu negara, akan terjebak dalam ketertinggalan. Secara kasar, kemajuan negara-negara utara adalah berkat dari kemajuan industrialisasi, sementara negara-negara yang kaya SDA terjebak pada infant industry belaka, yang sekedar menjual bahan mentah, sementara untuk memenuhi kebutuhan konsumsi barang jadi tinggal impor dari luar.

Adapun mengenai kerusakan lingkungan, sejauh ini masifnya industrialisasi masih berbanding lurus dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Negara-negara yang tergolong maju dalam industrialisasi, contohnya Amerika Serikat dan China, adalah penyumbang emisi karbon terbanyak, yang berimplikasi pada pemanasan global (global warming). Adapun negara seperti Indonesia masih berkubang dalam jebakan industri ekstraktif, yang secara langsung merusak lingkungan.

Selain itu, industrialisasi memunculkan persoalan sampah atau limbah, yang semakin lama semakin besar. China adalah penyumbang sampah terbanyak yang terbuat di lautan. Sementara Indonesia menduduki ranking ke-3, suatu “prestasi” yang memprihatinkan.

Kerusakan lingkungan tersebut dampaknya mulai terasa saat ini, di mana berbagai macam fenomena bencana alam begitu mengancam. Seperti banjir, kemarau yang lebih panjang yang memicu kebakaran hutan, juga berbagai penyakit akibat persoalan sampah yang semakin menggunung tak teratasi.

Dalama berbagai penelitian, berbagai bencana alam tersebut muncul dari kenaikan suhu global. Dalam laporan Intergovernmental Panel of Climate Change (IPCC) yang berjudul “Special Report on Global Warming of 1.5C” tercatat bahwa bumi akan mengalami kenaikan suhu global melewati ambang batas minimum yang ditetapkan pada 2030, yakni 1,5 derajat celcius.

Angka 1,5 nampak kecil, tetapi dalam skala bumi efeknya sangat besar dan merusak. Apalagi negara Indonesia tergolong negara tropis, sehingga ancaman berbagai macam bencana semakin besar, seperti hujan dengan intensitas tinggi, banjir, siklon tropis, kepunahan terumbu karang, kemarau yang semakin panjang yang menyebabkan kebakaran hutan dalam skala besar. Mengenai kebakaran, fenomena kebakaran hutan di Siberia yang merupakan bentangan daerah yang dikenal sangat dingin, untuk pertama kalinya mengalami kebakaran hutan yang parah, yang asapnya sampai kutub utara. Suatu fenomena yang menunjukkan bahwa bumi tempat tinggal umat manusia sedang tidak baik-baik saja.

Pemanasan global tersebut adalah akibat langsung emisi karbon dari industrialisasi yang masih dominan saat ini. Emisi karbon terbanyak masih negara-negara industrial, seperti Amerika Serikat, China, Jepang, sementara Indonesia adalah negara yang bukan negara maju yang masuk 10 besar penghasil emisi karbon.

Kedua pekerjaan rumah tersebut memantik berbagai macam kalangan secara global untuk mengatasinya. Persoalan kesenjangan secara global memunculkan gagasan-gagasan yang sempat mewarnai jagad dunia pada abad XX, antara liberalisme dengan sosialisme, yang dinamikanya saat ini memunculkan model negara kesejahteraan (seperti negara-negara di Jazirah Skandinavia), jalan ketiga (Inggris), sosialisme pasar (Tiongkok), dan sebagainya.

Sementara itu, persoalan kerusakan lingkungan membuat berbagai negara mengkampanyekan pengurangan emisi karbon, pengembangan teknologi hijau, pengembangan industri ramah lingkungan, dan sebagainya, yang semua tercakup dalam konsep green economy. Bahwa pengejaran pertumbuhan ekonomi harus juga memperhatikan aspek keberlangsungan lingkungan hidup yang lebih sehat.

Dalam konteks Indonesia, masalah kesenjangan berkait-kelindan dengan persoalan lingkungan hidup. Kesenjangan ekonomi penduduk Indonesia masih tergolong tinggi dengan rasio gini 3,7 dan kerusakan lingkungan masih terus berlangsung seperti deforestasi besar-besaran akibat industri ekstraktif dan perkebunan monokultur, sementara negara masih terus mengejar pertumbuhan ekonomi, sebagaimana nampak dalam pengeahan UU Cipta Kerja Omnibus Law, sebuah regulasi “ramah bisnis” tapi kurang ramah terhadap pekerja dan kelestarian lingkungan.

Oleh sebab itu, dibutuhkan agar pengejaran pertumbuhan ekonomi sebagai suatu jalan yang realistis untuk ditempuh agar tetap sejalan dengan pengurangan tingkat kesenjangan dan memperhatikan kelestarian lingkungan. Dalam berbagai kajian, yang pertama dikenal dengan pertumbuhan ekonomi inklusif sementara yang kedua dikenal dengan ekonomi hijau. Jika keduanya dipakai secara terpadu, akan tercipta suatu pendekatan holistik.

Namun, mengenai keadilan ekonomi secara garis besar sudah termaktub dalam berbagai perundang-undangan, bahkan UUD 1945 seperti pasal 33 ayat 3. Adapun mengenai eksekusinya sudah terjalankan dalam berbagai kebijakan negara, seperti regulasi pasar, subsidi atas berbagai kebutuhan strategis, keberadaan berbagai jaminan social dan sebagainya. Sementara itu, mengenai persoalan kerusakan lingkungan masih tergolong baru bagi Indonesia. Sehingga memerlukan suatu tekanan secara lebih khusus agar negara kita turut andil bertanggung jawab dalam pelestarian lingkungan sebagai bagian dari keberlangsungan umat manusia itu sendiri dari generasai ke generasi.

Tanggung jawab pelestarian lingkungan tentu saja harus dilaksanakan bersama-sama, baik dari kalangan pemerintah maupun warga. Untuk itu, dukungan anggaran khususnya dari pemerintah menjadi penting dalam mendorong berbagai macam aspek yang bertujuan melestarikan lingkungan, misalnya dalam hal konservasi hutan, pengolahan sampah atau limbah, penghijauan kota, pengembangan teknologi hijau, dan sebagainya.

Secara global, saat ini mulai marak ecological fiscal transfer (EFT), insentif fiscal berbasis ekologi, yang memasukkan ekologi sebagai sapek penting dalam insentif fiscal, demi mendorong pelestarian lingkungan. Pada mulanya, EFT dilaksanakan Brazil khususnya dalam menjaga kelestarian hutan yang dimilikinya, yang kemudian disusul berbagai negara seperti Portugal, Tiongkok, India, Prancis, menyusul kemudian Indonesia, Uganda, dan seterusnya.

EFT ala Indonesia

Indonesia adalah negara yang memiliki wilayah hutan terluas ketiga di dunia. Namun, karena pemerintah pusat mendorong adanya pertumbuhan ekonomi, hal tersebut membuat daerah-daerah yang memiliki hutan yang luas menghadapi dilema. Satu sisi pertumbuhan ekonomi harus dikejar, sementara sisi lain hutan yang ada harus dijaga karena merupakan sumber daya yang memberikan banyak manfaat seperti penyerapan karbon dan pengaturan iklim. Padahal, penjagaan hutan memerlukaan biaya yang tidak sedikit.

Oleh sebab itu, sejauh ini yang berlangsung adalah agenda konservasi hutan masih tergolong lambat, sehingga hutan yang ada terus mengalami penyusutan. Sementara itu, penyusutan tutupan hutan diperkirakan akan memicu terjadinya berbagai persoalan seperti adanya banjir bandang ketika hujan deras, kelangkaan air pada musim kemarau, sebagaimana yang terjadi dalam berbagai daerah di pulau-pulau yang memiliki tutupan hutan sangat rendah seperti Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Jika hal tersebut terus berlangsung, diperkirakan luas wilayah kritis air akan meningkat dari 6 persen pada tahun 2000 menjadi 9.6 persen pada tahun 2045. Selain itu, secara global tutupan hutan tersebut sangat bermanfaat bagi penyerapan emisi karbon sehingga menghambat peningkatan efek rumah kaca.

Di samping menuntut biaya sekaligus sumber daya yang tidak sedikit, daerah-daerah yang fokus pada penjagaan hutan juga kehilangan kesempatan dalam memanfaatkan sumber daya hutan, misalnya untuk aktivitas pertambangan atau perkebunan monokultur sawit yang berperan penting dalam peningkatan pendapatan daerah. Padahal beban biaya penjagaan hutan tersebut ditanggung oleh daerah itu sendiri, sementara manfaat yang dihasilkannya jauh melebihi daerah tersebut, bahwa bisa sampai ke seluruh dunia, sebab keberadaan hutan secara langsung menyerap emisi karbon yang secara besar disumbangkan oleh aktivitas industri dalam skala global.

Hal tersebut menyebabkan ketimpangan tingkat kesejahteraan antar daerah di Indonesia, antara yang lebih banyak aktivitas industri dengan yang lebih banyak tutupan hutan. Misalnya di Jawa Barat, daerah-daerah bagian utara yang lebih banyak industri ditinjau dari pendapatan daerah lebih sejahtera daripada daerah-daerah bagian selatan yang lebih banyak tutupan hutannya. Apalagi hal tersebut berkaitan erat dengan adanya peraturan di tingkat provinsi harus menyediakan adanya alokasi konservasi hutan 70% sehingga jika suatu daerah dibangun industri, daerah yang lain dipaksa megalah menjadi penjaga hutan. Kalau pun daerah yang banyak tutupan hutannya tersebut hendak membangun industri, dalam prosesnya harus mengalami peraturan yang lebih rigid daripada daerah yang minim tutupan hutannya. Hal tersebut menimbulkan rasa ketidakadilan antar daerah yang perlu diatasi dalam skala nasional, atau minimal skala proivinsi.

Oleh sebab itu, transfer anggaran berbasis ekologi bisa menjadi alternatif jalan keluar bagi pemerintah daerah yang tutupan hutannya luas untuk mendapatkan anggaran yang sepadan dengan kerja-kerja penjagaan hutan dan hilangnya kesempatan untuk melakukan pengambilan manfaat dengan jalan industrialisasi ekstraktif seperti pertambangan dan perkebunan monokultur demi pendapatan daerah. Tingkat luasan tutupan hutan dan kinerja daerah dalam menjaga kelestariannya, bisa dijadikan sebagai salah satu indikator dalam pemberian insentif tersebut.

Pemberian tersebut perlu dilakukan demi mengatasi adanya penyusutan tutupan hutan yang terus menerus berlangsung di berbagai daerah di Indonesia. Data IPBES 2018 menyebutkan bahwa setiap tahunnya Indonesia kehilangan hutan seluas 680 ribu hektar, yang mana merupakan terbesar di kawasan Asia Tenggara. Sementara data yang dirilis Bappenas menunjukkan bahwa Indonesia diperkirakan akan terus mengalami penurunan kualitas lingkungan hidup yang semakin dalam di masa depan. Indikasinya antara lain adalah tutupan hutan primer yang semakin hari semakin menyusut dan diproyeksikan pada tahun 2045 hanya akan tersisa sekitar 18,4% dari luas lahan total nasional (189,6 juta ha).  Padahal, urgensi hutan sangat dibutuhkan dalam hal penurunan emisi karbon sebesar 29% yang menjadi target nasional pada tahun 2030.

Sementara itu, di berbagai negara negara, skema insentif bagi konservasi hutan khususnya, yang kemudian diperluas menjadi skema insentif berbasis ekologi yang meliputi persoalan pemeliharaan kualitas air sungai, pengolahan limbah, pengembangan teknologi hijau, dan sebagainya, telah dikembangkan lewat transfer fiskal dari pemerintah pusat pada pemerintah di bawahnya, seperti provinsi atau negara bagian. Hal tersebut merupakan penghargaan atas kinerja dalam pengelolaan atau pelestarian lingkungan hidup yang di dalamnya mencakup konservasi hutan.

Contoh yang paling spektakuler adalah yang  di negara bagian Parana, Brasil yang sudah menerapkan skema insentif EFT. Dalam waktu hanya 8 tahun, Parana sukses meningkatkan total kawasan hutannya dari 637 ribu ha pada 1991 menjadi 1,69 juta ha pada 2000, yakni mengalami peningkatan sekitar 165%. Keberhasilan itu menginspirasi negara-negara bagian lainnya di Brazil untuk menerapkan EFT tersebut, lalu berbagai negara lain seperti Portugal (2007), India, Tiongkok, Jerman, Swiss, menyusul. Dalam banyak kajian para peneliti menyimpulkan mengenai efek yang dihasilkan. Di Brasil dan Portugal, pemerintah daerah telah menetapkan lebih banyak kawasan lindung. Di Cina, EFT telah berkontribusi pada penurunan polusi, tetapi bukan peningkatan lahan yang dilestarikan. EFT India belum menghasilkan peningkatan tutupan hutan, tetapi telah menjadi bagian resmi dari pembiayaan komitmen iklim nasional. Adapun mengenai pertumbuhan EFT secara global menunjukkan betapa cepat pertumbuhannya, di mana pada tahun 2007 EFT hanya sebesar US$300 juta per tahun; pada tahun 2020 ini telah tumbuh menjadi US$23 miliar per tahun.

Adapun dalam skema EFT tersebut, yang menarik adalah bagaimana variasi antar negara mengenai indicator penerapannya. Beberapa EFT dibayar berdasarkan indikator “hijau” seperti kawasan hutan; sementara sebagian lainnya dibayar berdasarkan indikator “coklat” seperti pengolahan air atau pengurangan tingkat pencemaran. Selain itu, beberapa EFT dibayarkan berdasarkan dana abadi (misalnya, tutupan hutan di negara bagian Minas Gerais, Brasil), sementara yang lain dibayarkan berdasarkan perubahan status dana abadi (misalnya, pencegahan deforestasi di Pará) atau tindakan untuk melestarikan dana abadi tersebut (misalnya, pemadam kebakaran di Tocantins).

Skema EFT biasanya berlangsung secara vertical dalam arti pemerintah pusat member i insentif pada pemerintah di bawahnya, baik itu provinsi atau negara bagian, hingga pada tingkatan daerah bahkan pedesaan. Yang unik adalah Tiongkok, yang mencoba skema EFT yang selain vertical juga horizontal, antar provinsi atau antar daerah. Contohnya sebagaimana dipelopori oleh provinsi Anhui dan Zhejiang. Zhejiang yang merupakan provinsi hilir sungai membayar Anhui yang merupakah hulu sungai atas peningkatan kualitas air Sungai Xin'an yang berada di atas patokan. Namun, jika kualitas air memburuk di bawah patokan yang ditentukan, maka sebaliknya Anhui harus membayar Zhejiang. Adapun pemerintah pusat memposisikan diri sebagai pemantau yang menegakkan aturan tersebut, selain itu juga memberikan kontribusi 300 juta yuan (sekitar US$43 juta) per tahun dari EFT horizontal yang jumlahnya 700 juta yuan (sekitar US$100 juta). Hal tersebut diperlukan keterlibatan pemerintah pusat demi meringankan biaya transaksi yang mahal yang harus ditanggung.

Adapun dalam konteks negara Indonesia, skema EFT begitu gencar digaungkan oleh berbagai kalangan tahun-tahun terakhir. Beberapa sudah mulai diterapkan, dalam skala provinsi misalnya sudah diterapkan di Kalimantan Utara, sementara dalam skala daerah tingkat dua, sudah diterapkan pada berberapa daerah. Wacana EFT tersebut mulanya digalakkan oleh Research Center for Climate Change University of Indonesia/RCCCUI yang menginisiasi penambahan variabel luas kawasan hutan dalam formula pembagian Dana Alokasi Umum (DAU) ke daerah. Kemudian The Biodiversity Finance Initiative (BIOFIN) yang digagas oleh UNDP mendorong ada skema Dana Insentif Daerah (DID) untuk keanekaragaman hayati. Hingga kemudian The Asia Foundation (TAF) dengan koalisi masyarakat sipil mempromosikan EFT dalam bentuk tiga skema, yakni Transfer Anggaran Nasional berbasis Ekologi (TANE),Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), dan Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE).

TAPE mengedepankan skema insentif yang diberikan pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota yang menjaga kelestarian lingkungannya, dengan sumber dana berasal dari bantuan keuangan pemerintah provinsi. Seperti yang berlangsung di Provinsi Kalimantan Utara, kebijakan skema transfer bantuan keuangan berbasis ekologi tersebut telah dikeluarkan sebagai bagian dari Peraturan Gubernur (Pergub) No. 6/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur No. 49/2018 tentang Tata Cara Pemberian, Penyaluran dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Keuangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara.

Adapun TAKE diadopsi oleh Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, dengan memberikan skema insentif kepada desa yang menjaga kelestarian lingkungan melalui formula penghitungan Anggaran Dana Desa (ADD). Kebijakan Kabupaten Jayapura itu termaktub dalam Peraturan Bupati No.11/2019 tentang Alokasi Dana Kampung Tahun 2019. Dalam pengembangannya, TAKE yang mereformulasi Alokasi Dana Desa/Kampung (ADD/ADK) untuk memberikan insentif kepada desa-desa yang menjaga kelestarian lingkungannya. Selain di Jayapura (Papua), skema TAKE ini telah diadopsi juga oleh Kabupaten Nunukan (Kalimantan Utara) melalui, masing-masing Peraturan Bupati No. 11/2019 tentang Alokasi Dana Kampung Tahun 2019 dan Peraturan Bupati No. 59/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati No. 15/2015 tentang Alokasi Dana Desa. TAKE ini juga sedang dikembangkan di daerah-daerah lain, termasuk Kabupaten Bener Meriah (Aceh), Keerom dan Supiori (Papua), Kubu Raya (Kalimantan Barat), dan Manokwari Selatan (Papua Barat).

Adapun untuk TANE, sejauh ini masih menjadi wacana yang diusulkan untuk diadopsi pemerintah pusat. Kalau TANE nantinya diadopsi, maka Indonesia akan menjadi bagian dari negara yang punya visi ekologis dengan tanggungjawab pelestarian atas cakupan hutan yang luas dan menjadi negara raksasa dalam bidang kehutanan. Penerapan TANE akan banyak mengatasi persoalan kesenjangan antar daerah akibat ketidakmerataan industri yang ada.

Skema-skema seperti TAKE, TAPE dan TANE tersebut nampaknya sangat diminati oleh daerah-daerah dengan kawasan dengan tutupan hutan yang luas. Sehingga yang menjadi pelopor adalah Kalimantan Utara, Jayapura, dan sebagainya. Tidak di daerah padat seperti Jawa atau Bali. Oleh sebab itu, perlu adanya kajian khusus mengenai skema yang cocok dengan melihat konteks Jawa dan Bali.

Di desa-desa Jawa, misalnya, mayoritas adalah petani gurem dengan lahan sepetak. Inentif fiscal berbasis ekologis itu butuh melirik apa yang menjadi problematika petani-petani gurem tersebut, yang ada kaitan langsung dengan persoalan ekologis. Misalnya, pertanian para petani gurem tersebut sejauh ini mayoritas adalah petani tradisional dalam arti menggunakan bibit hasil membeli dari pabrik, lalu penggunaan pupuk kimia sintetik berikut pestisidanya, dan seterusnya, yang menunjukkan ketergantungan petani atas sesuatu diluar dirinya alias petani tidak berdaulat. Untuk itu, perlu adanya penggalakan pertanian organic atau bahkan pertanian alami di tingkatan desa-desa, selain demi mengakhiri ketergantungannya, juga turut andil dalam kelestarian lingkungan.

Adapun dalam konteks masyarakat urban yang mayoritas berprofesi sebagai pekerja dan pegiat UMKM, perlu adanya insentif anggaran untuk pengelolaan sampah atau limbah di kampung-kampung padat penduduk untuk menciptakan lingkungan perkampungan urban yang terkenal kumuh menjadi perkampungan yang layak huni.

Strategi Penerapan EFT

Bahwa pengejaran terhadap pertumbuhan ekonomi dalam konteks Indonesia dimana perekonomian negara masih bersandar pada industri ekstraktif seperti pertambangan dan perkebunan monokultur akan berakibat pada penyusutan kawasan hutan dan secara umum pada perusakan lingkungan, sehingga perlu adanya pendekatan baru yang lebih mendukung adanya kelestarian lingkungan.

Kebijakan “ramah bisnis” yang diterapkan pemerintah pusat melihat kondisi berbagai daerah yang sangat bervariasi, menciptakan kesenjangan kesejahteraan antar daerah. Daerah dengan tutupan hutan lebih luas akan lebih banyak beban dalam penjagaan hutan dengan anggaran ditanggung sendiri, sementara manfaat dari hutan bisa dinikmati banyak daerah lainnya bahkan sampai skala global.

Mengingat Indonesia punya kawasan hutan yang tergolong terluas ketiga di dunia, menjadi tantangan tersendiri untuk menjaganya. Selain itu, merupakan peluang tersendiri sebab kekayaan biodiversitas yang ada di dalam hutan belum banyak tereksplorasi, misalnya tanaman-obat-obatan, yang terkadang terburu punah sebelum diteliti. Ini peluang dalam pengembangan industri farmasi yang lebih ramah lingkungan daripada industri ekstraktif.

Skema EFT yang sudah berlangsung dan berhasil di berbagai negara seperti Brazil, India atau Tiongkok, dan kemudian dicobakan di Indonesia dalam tiga bentuk TAPE dan TAKE, dan diusulkan dalam TANE, harus mengikuti konteks yang ada. Selain itu, belajar dari kasus Tiongkok tentang penerapan EFT Horizontal perlu dicobakan. Misalnya dalam konteks Bengwan Solo yang membentang dari Jawa Tengah sebagai hulu ke Jawa Timur sebagai hilir. Jika sampai perbatasan Jateng/Jatim kualitas sungai bagus, Jatim patut memberi insentif, sebaliknya jika kualitas airnya buruk, Jateng patut member insentif pada Jatim.

Untuk pulau Jawa yang padat penduduk dengan mayoritas adalah petani gurem di desa-desa, yang paling dibutuhkan adalah penumbuhan kesadaran untuk menjadi petani dan berdaulat dengan mengatasi ketergantungannya atas pupuk kimia sintetik dan pestisida, dengan mengembangkan jenis pertanian organic atau bahkan pertanian alami, yang selain menekan biaya produksi besar-besaran, juga turut  andil besar dalam mengurangi emisi karbon. Pemerintah daerah wajib memberikan insentif fiskal bagi para petani yang beralih menjadi petani organik dan petani alami.

Sementara itu, untuk kawasan industrial, perlu adanya pengurangan pemakaian teknologi yang memakai sumber daya fosil. Selain itu, perlu adanya insentif bagi pengolah sampah yang semakin hari semakin menggunung seperti tak tertangani secara baik.


* Penulis aktif di Gerakan Alternatif 21

]]>
https://beritabaru.co/skema-ecological-fiscal-transfer-eft-di-indonesia-harus-bagaimana/feed/ 0 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2022/02/EFT-300x166.jpg
COVID-19 Belum Berakhir https://beritabaru.co/covid-19-belum-berakhir/ https://beritabaru.co/covid-19-belum-berakhir/#respond Tue, 11 Jan 2022 02:32:50 +0000 https://beritabaru.co/?p=102410 COVID-19

Oleh: Hadi Prayitno*


Terhitung sejak 22 Januari 2020 sampai 10 Januari 2022 pukul 10.00 WIB, kanal publik worldometers.info mencatat jumlah kumulatif infeksi COVID-19 dunia telah menembus angka 307,89 juta kasus. Dari data tersebut, 259,53 juta orang dinyatakan sembuh, sedangkan 5,50 juta orang lainnya meninggal dunia.

Situs tersebut mencatat, pada 9 Januari 2022 masih terdapat tambahan 1,86 juta kasus baru. Sebaran kasus baru terbesar terjadi di Amerika Serikat 308.616, Perancis 296.097, India 180.438, Italia 155.659, dan Inggris 141.472.

Akan tetapi jumlah tertinggi tambahan orang yang meninggal dunia pada hari yang sama justru terjadi di Rusia yaitu 763 jiwa, meskipun tambahan kasus baru hanya sebesar 16.246. Jumlah tersebut setara dengan 23 persen dari total tambahan jumlah meninggal dunia yaitu 3.318 orang.

Sumber: worldomters.info, diolah TRI, tanggal 9 Januari 2022

Di luar 15 negara dengan jumlah kasus tertinggi di dunia tersebut, terdapat Australia yang mencatatkan tambahan kasus harian terbesar keenam yaitu 100.571, meskipun negara ini berada di urutan 46 berdasarkan jumlah kumulatif kasus COVID-19 yang hanya sebesar 1.035.306 kasus.

Sebelumnya, Australia tercatat sebagai salah satu negara yang dinilai sukses membendung arus infeksi COVID-19 gelombang pertama dan gelombang kedua, melalui kebijakan penutupan dan pengetatan wilayah. Akan tetapi negeri kanguru tersebut terlihat kecolongan untuk mengantisipasi serbuan varian baru, terhitung sejak akhir minggu pertama Desember 2021. Berdasarkan data historis tanggal 30 Agustus 2021 jumlah kasus harian di Australia adalah 1.356, kemudian meningkat menjadi 2.400 per hari pada 30 September 2021, sampai akhirnya mencapai angka tertinggi harian pada 8 Januari 2022 sebesar 115.507 kasus, sebelum kembali menurun menjadi 100.571 kasus satu hari berikutnya.

Fenomena global penambahan kasus harian tersebut memberikan isarat kuat bahwa COVID-19 belum sepenuhnya berakhir, meskipun kondisi umum telah membaik dibandingkan keadaan pada awal tahun 2020 yang lalu.

Meskipun dengan jumlah yang relatif kecil, peningkatan kasus baru COVID-19 di Indonesia juga tetap patut diwaspadai. Pada 26 Desember 2021 Indonesia hanya mencatat 92 kasus baru, yang kini telah meningkat menjadi 529 pada tanggal 9 Januari 2022 kemarin. Secara statistik laju kenaikan tersebut mencapai angka sebesar 475 persen atau setara dengan hampir lima kali lipat dalam 14 hari terakhir. Episentrum penularan terbesar masih terjadi di DKI Jakarta dengan tingkat kepadatan penduduk terbesar, serta mobilitas masyarakat paling tinggi.

Vaksinasi Adalah Kunci

Pada tanggal 8 Januari 2022, Our World Data in Data, sebuah lembaga riset nirlaba yang berpusat di Inggris melaporkan bahwa jumlah suntikan vaksin COVID-19 di seluruh dunia telah mencapai 9,43 miliar dosis, dimana 3,92 miliar dosis diantaranya telah diberikan sebanyak dua kali atau dalam dosis lengkap. Rata-rata jumlah vaksin yang diberikan setiap hari adalah setara dengan 29,9 juta dosis. Hal itu telah menjangkau 59,1 persen dari total penduduk dunia yang saat ini berjumlah lebih kurang 7,92 miliar jiwa.

Lembaga tersebut menyajikan lima negara dengan jumlah dosis vaksin terbesar yaitu China 2,89 miliar, India 1,51 miliar, Amerika Serikat 519,34 juta, Brazil 333,63 juta, dan Indonesia 286,15 juta.

Masuknya Indonesia dalam lima besar vaksinasi dunia tersebut merupakan hasil kerja keras pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan untuk mendatangkan vaksin sejak tahun 2020 silam, baik dengan cara membeli maupun bantuan dari negara-negara maju.

Pada Desember 2020 Presiden Joko Widodo menegaskan komitmen pmerintah untuk menyediakan vaksin gratis bagi seluruh rakyat Indonesia. Merespon hal itu, Menteri Keuangan melakukan penambahan alokasi untuk pengadaan vaksin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2021 menjadi Rp74 triliun.

Dalam berbagai kesempatan, salah satunya dalam acara Pembukaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia pada 3 Desember 2021 silam, Presiden Joko Widodo selalu menekankan bahwa kunci pertumbuhan ekonomi bagi Indonesia hanya satu, yaitu pengendalian pandemi. Adapun kunci pengendalian pandemi adalah vaksinasi.

Pelonggaran Kebijakan

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, dan Menteri Agama tertanggal 21 Desember 2021, maka pemerintah telah menerapkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen secara terbatas. Kebijakan tersebut mulai efektif diterapkan di seluruh sekolah di tanah air sejak 3 Januari 2022.

Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga terus dilonggarkan, dimana pada periode libur panjang jelang perayaan Natal 2021 sampai tahun baru 2022 tidak ada penerapan PPKM level tiga. Menurut Satgas COVID-19 dan pemerintah, pelonggaran kebijakan tersebut diambil seiring dengan terus menurunnya jumlah kasus setiap hari.

Ditelisik lebih jauh, sebelumnya pemerintah dan DPR juga telah melonggarkan kebijakan anggaran penanganan COVID-19 pada APBN 2022 yang telah disahkan bersama DPR RI pada 30 September 2021, sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2021.

Alokasi anggaran penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN) tahun 2022 adalah sebesar Rp414 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan alokasi anggaran tahun 2021 yaitu sebesar Rp744,77 triliun. Arah penggunaannya meliputi bidang kesehatan Rp117,9 triliun, perlindungan sosial Rp154,8 triliun, dan penguatan pemulihan ekonomi Rp141,4 triliun.

Meskipun pemerintah masih memberikan ruang fleksibilitas terhadap kebijakan anggaran COVID-19 tahun 2022 melalui peluang penambahan di tengah tahun jika diperlukan, namun kebijakan tersebut juga telah mencerminkan sikap pemerintah yang lebih optimis dalam menghadapi pandemi. Secara tersirat pemerintah berkeyakinan kalau pandemi COVID-19 pada tahun 2022 akan terus menurun dan dapat dikendalikan, sehingga dukungan anggaran melalui APBN dikurangi sebesar 44,4 persen dibandingkan tahun 2021.

Momentum Kebangkitan

UU No. 6 tahun 2021 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2022 merupakan periode terakhir pelaksanaan UU No 2 Tahun 2020 yang membolehkan defisit di atas 3 persen. Dalam penjelasannya pemerintah optimis menetapkan defisit lebih rendah dari dua tahun sebelumnya. Seiring dengan konsistensi tren penurunan defisit, pemerintah mengaku optimis dapat melakukan konsolidasi fiskal secara bertahap, sehingga dapat kembali pada disiplin fiskal yaitu dengan defisit di bawah 3 persen setiap tahun.

Di sisi lain APBN 2022 yang hadir di masa transisi akan bertanggungjawab sekaligus dalam penanganan pandemi, pemulihan ekonomi, serta penyehatan kembali keuangan negara. Desain kebijakan yang dibangun pemerintah, yang juga disetujui oleh DPR, adalah rancang bangun APBN 2022 yang mampu melindungi masyarakat Indonesia dari ancaman kesehatan dan jiwa, menjaga kesejahteraan masyarakat miskin dan rentan, serta mendukung daya tahan dunia usaha dan UMKM.

Tahun 2022 merupakan momentum penting bagi Indonesia untuk bangkit dari tekanan krisis multidimensi akibat pandemi COVID-19. Penetrasi kebijakan yang dilakukan harus tepat, terukur dan sistematis.

Penanggulangan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan, pemulihan ekonomi masyarakat, dan kebangkitan dunia usaha sangat dipengaruhi oleh kemampuan pemerintah dalam mengendalikan pandemi, serta menekan terjadinya lonjakan kasus baru yang lebih menakutkan.

Artinya, pemerintah harus berhasil mendahulukan penanganan COVID-19 secara optimal melalui vaksinasi secara merata dan memastikan disiplin protokol kesehatan selalu dijaga penerapannya. Ketika pandemi dapat dikendalikan secara bertahap, mobilitas masyarakat akan berangsur normal, sehingga kegiatan ekonomi dapat kembali berjalan dengan lebih optimal.

Selanjutnya titik balik dari keterpurukan menuju kebangkitan itu akan terjadi, dimana pendapatan masyarakat akan meningkat, kemampuan transaksi akan bertambah, dan iklim usaha akan bangkit. Harapannya lapangan kerja baru akan kembali tercipta, sehingga dapat berkontribusi signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di masa depan.


*Penulis adalah Direktur Eksekutif – The Reform Initiatives (TRI)

]]>
COVID-19

Oleh: Hadi Prayitno*


Terhitung sejak 22 Januari 2020 sampai 10 Januari 2022 pukul 10.00 WIB, kanal publik worldometers.info mencatat jumlah kumulatif infeksi COVID-19 dunia telah menembus angka 307,89 juta kasus. Dari data tersebut, 259,53 juta orang dinyatakan sembuh, sedangkan 5,50 juta orang lainnya meninggal dunia.

Situs tersebut mencatat, pada 9 Januari 2022 masih terdapat tambahan 1,86 juta kasus baru. Sebaran kasus baru terbesar terjadi di Amerika Serikat 308.616, Perancis 296.097, India 180.438, Italia 155.659, dan Inggris 141.472.

Akan tetapi jumlah tertinggi tambahan orang yang meninggal dunia pada hari yang sama justru terjadi di Rusia yaitu 763 jiwa, meskipun tambahan kasus baru hanya sebesar 16.246. Jumlah tersebut setara dengan 23 persen dari total tambahan jumlah meninggal dunia yaitu 3.318 orang.

Sumber: worldomters.info, diolah TRI, tanggal 9 Januari 2022

Di luar 15 negara dengan jumlah kasus tertinggi di dunia tersebut, terdapat Australia yang mencatatkan tambahan kasus harian terbesar keenam yaitu 100.571, meskipun negara ini berada di urutan 46 berdasarkan jumlah kumulatif kasus COVID-19 yang hanya sebesar 1.035.306 kasus.

Sebelumnya, Australia tercatat sebagai salah satu negara yang dinilai sukses membendung arus infeksi COVID-19 gelombang pertama dan gelombang kedua, melalui kebijakan penutupan dan pengetatan wilayah. Akan tetapi negeri kanguru tersebut terlihat kecolongan untuk mengantisipasi serbuan varian baru, terhitung sejak akhir minggu pertama Desember 2021. Berdasarkan data historis tanggal 30 Agustus 2021 jumlah kasus harian di Australia adalah 1.356, kemudian meningkat menjadi 2.400 per hari pada 30 September 2021, sampai akhirnya mencapai angka tertinggi harian pada 8 Januari 2022 sebesar 115.507 kasus, sebelum kembali menurun menjadi 100.571 kasus satu hari berikutnya.

Fenomena global penambahan kasus harian tersebut memberikan isarat kuat bahwa COVID-19 belum sepenuhnya berakhir, meskipun kondisi umum telah membaik dibandingkan keadaan pada awal tahun 2020 yang lalu.

Meskipun dengan jumlah yang relatif kecil, peningkatan kasus baru COVID-19 di Indonesia juga tetap patut diwaspadai. Pada 26 Desember 2021 Indonesia hanya mencatat 92 kasus baru, yang kini telah meningkat menjadi 529 pada tanggal 9 Januari 2022 kemarin. Secara statistik laju kenaikan tersebut mencapai angka sebesar 475 persen atau setara dengan hampir lima kali lipat dalam 14 hari terakhir. Episentrum penularan terbesar masih terjadi di DKI Jakarta dengan tingkat kepadatan penduduk terbesar, serta mobilitas masyarakat paling tinggi.

Vaksinasi Adalah Kunci

Pada tanggal 8 Januari 2022, Our World Data in Data, sebuah lembaga riset nirlaba yang berpusat di Inggris melaporkan bahwa jumlah suntikan vaksin COVID-19 di seluruh dunia telah mencapai 9,43 miliar dosis, dimana 3,92 miliar dosis diantaranya telah diberikan sebanyak dua kali atau dalam dosis lengkap. Rata-rata jumlah vaksin yang diberikan setiap hari adalah setara dengan 29,9 juta dosis. Hal itu telah menjangkau 59,1 persen dari total penduduk dunia yang saat ini berjumlah lebih kurang 7,92 miliar jiwa.

Lembaga tersebut menyajikan lima negara dengan jumlah dosis vaksin terbesar yaitu China 2,89 miliar, India 1,51 miliar, Amerika Serikat 519,34 juta, Brazil 333,63 juta, dan Indonesia 286,15 juta.

Masuknya Indonesia dalam lima besar vaksinasi dunia tersebut merupakan hasil kerja keras pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan untuk mendatangkan vaksin sejak tahun 2020 silam, baik dengan cara membeli maupun bantuan dari negara-negara maju.

Pada Desember 2020 Presiden Joko Widodo menegaskan komitmen pmerintah untuk menyediakan vaksin gratis bagi seluruh rakyat Indonesia. Merespon hal itu, Menteri Keuangan melakukan penambahan alokasi untuk pengadaan vaksin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2021 menjadi Rp74 triliun.

Dalam berbagai kesempatan, salah satunya dalam acara Pembukaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia pada 3 Desember 2021 silam, Presiden Joko Widodo selalu menekankan bahwa kunci pertumbuhan ekonomi bagi Indonesia hanya satu, yaitu pengendalian pandemi. Adapun kunci pengendalian pandemi adalah vaksinasi.

Pelonggaran Kebijakan

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, dan Menteri Agama tertanggal 21 Desember 2021, maka pemerintah telah menerapkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen secara terbatas. Kebijakan tersebut mulai efektif diterapkan di seluruh sekolah di tanah air sejak 3 Januari 2022.

Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga terus dilonggarkan, dimana pada periode libur panjang jelang perayaan Natal 2021 sampai tahun baru 2022 tidak ada penerapan PPKM level tiga. Menurut Satgas COVID-19 dan pemerintah, pelonggaran kebijakan tersebut diambil seiring dengan terus menurunnya jumlah kasus setiap hari.

Ditelisik lebih jauh, sebelumnya pemerintah dan DPR juga telah melonggarkan kebijakan anggaran penanganan COVID-19 pada APBN 2022 yang telah disahkan bersama DPR RI pada 30 September 2021, sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2021.

Alokasi anggaran penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN) tahun 2022 adalah sebesar Rp414 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan alokasi anggaran tahun 2021 yaitu sebesar Rp744,77 triliun. Arah penggunaannya meliputi bidang kesehatan Rp117,9 triliun, perlindungan sosial Rp154,8 triliun, dan penguatan pemulihan ekonomi Rp141,4 triliun.

Meskipun pemerintah masih memberikan ruang fleksibilitas terhadap kebijakan anggaran COVID-19 tahun 2022 melalui peluang penambahan di tengah tahun jika diperlukan, namun kebijakan tersebut juga telah mencerminkan sikap pemerintah yang lebih optimis dalam menghadapi pandemi. Secara tersirat pemerintah berkeyakinan kalau pandemi COVID-19 pada tahun 2022 akan terus menurun dan dapat dikendalikan, sehingga dukungan anggaran melalui APBN dikurangi sebesar 44,4 persen dibandingkan tahun 2021.

Momentum Kebangkitan

UU No. 6 tahun 2021 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2022 merupakan periode terakhir pelaksanaan UU No 2 Tahun 2020 yang membolehkan defisit di atas 3 persen. Dalam penjelasannya pemerintah optimis menetapkan defisit lebih rendah dari dua tahun sebelumnya. Seiring dengan konsistensi tren penurunan defisit, pemerintah mengaku optimis dapat melakukan konsolidasi fiskal secara bertahap, sehingga dapat kembali pada disiplin fiskal yaitu dengan defisit di bawah 3 persen setiap tahun.

Di sisi lain APBN 2022 yang hadir di masa transisi akan bertanggungjawab sekaligus dalam penanganan pandemi, pemulihan ekonomi, serta penyehatan kembali keuangan negara. Desain kebijakan yang dibangun pemerintah, yang juga disetujui oleh DPR, adalah rancang bangun APBN 2022 yang mampu melindungi masyarakat Indonesia dari ancaman kesehatan dan jiwa, menjaga kesejahteraan masyarakat miskin dan rentan, serta mendukung daya tahan dunia usaha dan UMKM.

Tahun 2022 merupakan momentum penting bagi Indonesia untuk bangkit dari tekanan krisis multidimensi akibat pandemi COVID-19. Penetrasi kebijakan yang dilakukan harus tepat, terukur dan sistematis.

Penanggulangan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan, pemulihan ekonomi masyarakat, dan kebangkitan dunia usaha sangat dipengaruhi oleh kemampuan pemerintah dalam mengendalikan pandemi, serta menekan terjadinya lonjakan kasus baru yang lebih menakutkan.

Artinya, pemerintah harus berhasil mendahulukan penanganan COVID-19 secara optimal melalui vaksinasi secara merata dan memastikan disiplin protokol kesehatan selalu dijaga penerapannya. Ketika pandemi dapat dikendalikan secara bertahap, mobilitas masyarakat akan berangsur normal, sehingga kegiatan ekonomi dapat kembali berjalan dengan lebih optimal.

Selanjutnya titik balik dari keterpurukan menuju kebangkitan itu akan terjadi, dimana pendapatan masyarakat akan meningkat, kemampuan transaksi akan bertambah, dan iklim usaha akan bangkit. Harapannya lapangan kerja baru akan kembali tercipta, sehingga dapat berkontribusi signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di masa depan.


*Penulis adalah Direktur Eksekutif – The Reform Initiatives (TRI)

]]>
https://beritabaru.co/covid-19-belum-berakhir/feed/ 0 https://beritabaru.co/wp-content/uploads/2022/01/Omicron_3.0-300x200.jpg