Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

AMUK
Warga membubuhkan tanda tangan dalam aksi menolak revisi RKUHP yang diadakan oleh Aliansi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Demokras saat berlangsungnya Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (15/9/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pd.

AMUK: Tunda Pengesahan R-KUHP!



Berita Baru, Jakarta – Kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi (AMUK), melalui siaran pers menyerukan dengan tegas: TUNDA RKHUP, TUNDA DEMI SEMUA, HAPUS PASAL NGAWUR!

Gabungan para aktivis ini mengkritik keras “rapat rahasia” antara DPR dan pemerintah pada Senin (16/9), yang dijadwalkan sebagai rapat pengambilan keputusan tingkat I Panitia Kerja (Panja) RKUHP, kemudian dibahas untuk mengambil keputusan melalui rapat paripurna yang dijadwalkan pada 24 September 2019. Artinya, pembahasan RKUHP dianggap telah mencapai tahap akhir substansi dan siap untuk disahkan.

“Kami, Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi yang tak henti mengawal dan memonitor pembahasan RKUHP, menolak untuk dilakukannya pengesahan RKUHP. Kami juga menolak pertemuan 16 September 2019 sebagai pertemuan akhir pembahasan RKUHP di Panja DPR. RKUHP masih mengandung banyak masalah, baik secara substansi maupun proses pembahasan”. Kata Henry Subagiyo, Direktur Eksekutif ICEL yang juga salah satu anggota AMUK.

Alasan utama tuntutan aliansi agar pengesahan R-KUHP ditunda antara lain, pertama, Sejak 30 Mei 2018, pembahasan perubahan-perubahan rumusan dalam RKUHP cenderung tertutup, tanpa melibatkan masyarakat sipil dan pemangku kepentingan lainnya. Kedua, Pemerintah belum pernah memaparkan atau mempublikasikan secara terbuka mengenai substansi apa saja yang diubah dalam draft akhir RKUHP. Ketiga, banyak persoalan dalam substansi RKUHP, bahkan hingga versi yang diklaim sebagai versi final pemerintah pada 28 Agustus 2019.

“Kami mencatat ada 20 kelemahan substansi dalam R-KUHP yang dibahas oleh pemerintah dan DPR. Itu semua kalau disahkan jadi UU, dampaknya akan sangat buruk bagi demokrasi”. Tutur Henry menjelaskan.

Perlu diingat, lanjut Henry, bahwa upaya revisi KUHP dilakukan sejak tahun 2005 sebagai sebuah perjuangan masyarakat sipil pro-demokrasi untuk mereformasi RKUHP. Jangan sampai RKUHP yang akan disahkan saat ini, justru mengkhianati semangat reformasi KUHP yang menjunjung demokrasi dan Hak Asasi Manusia.

Atas dasar itulah AMUK menuntut Pemerintah dan DPR RI untuk:

Pertama, Menghentikan seluruh usaha mengesahkan RKUHP yang masih memuat banyak permasalahan.

Kedua, Meminta Pemerintah untuk menarik RKUHP dan membahas ulang dengan berbasis data dan pendekatan lintas disiplin ilmu, dengan melibatkan seluruh pihak, lembaga terkait, dan masyarakat sipil, serta DPR harus mengawal setiap proses tersebut, setiap rapat subtansi di Pemerintah juga harus dapat diakses publik;

Ketiga, Menolak RKUHP sekadar dijadikan pajangan “maha karya” bagi pemerintah Indonesia dan DPR, yang saat ini dipaksakan pengesahannya.