Amnesty International Nilai Pengesahan UU Cipta Kerja Akan Memicu Krisis HAM
Berita Baru, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja, atau yang lebih dikenal sebagai Omnibus Law, melalui Rapat Paripurna pada Senin (5/10).
Sejak pertama kali diusulkan, Omnibus Cipta Kerja telah menuai kontroversi di kalangan serikat pekerja dan kelompok masyarakat karena memuat pasal-pasal yang mengancam hak pekerja.
Amnesty International Indonesia menilai proses penyusunan RUU Cipta Kerja kurang terbuka, pembahasannya tertutup saat hari libur, dan waktu pengesahan yang lebih cepat dari yang dijadwalkan.
“Pembahasan yang dilakukan sejak awal dengan minim konsultasi melanggar hak untuk berpartisipasi dalam urusan publik dan hak atas informasi”. Tutur Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia dalam keterangan tertulisnya.
Selain itu, Usman juga menyebut pengesahan RUU Cipta Kerja ini telah menunjukkan rendahnya komitmen pemerintah dan DPR untuk menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) karena hak jutaan pekerjaan menjadi terancam.
“Mereka yang menentang karena substansi Ciptaker dan prosedur penyusunan UU baru ini sama sekali tidak menjadi pertimbangan para pembuat kebijakan. Anggota dewan dan pemerintah, nampaknya, lebih memilih untuk mendengar kelompok kecil yang diuntungkan oleh aturan ini. Sementara hak jutaan pekerja kini terancam”. Jelas Usman.
Paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja, lanjut Usman, hanya akan memberikan lebih banyak ruang bagi perusahaan dan korporasi untuk mengeksploitasi tenaga kerja, dan akan berujung pada kurangnya kepatuhan pengusaha terhadap upah minimum menurut undang-undang.
Usman juga memperingatkan kepada pemerintah, DPR dan pihak penegak hukum agar tidak membungkam ruang penyampaian pendapat warga negara yang tidak menyetujui pengesahan RUU Cipta Kerja tersebut.
“Jangan sampai pengesahan ini menjadi awal krisis hak asasi manusia baru, di mana mereka yang menentang kebijakan baru dibungkam”. Pungkasnya.