Amerika Serikat Khawatir dengan Industri Minyak Arab Saudi
Berita Baru, Internasional – Pertengahan bulan Maret, ketika dunia sedang menghadapi pandemi virus korona, harga minyak jatuh ke level terendah dalam beberapa dekade. Kegagalan OPEC+ dalam menyepakati pengurangan produksi minyak juga mempengaruhi anjloknya harga minyak dunia. Melihat peluang ini, Arab Saudi dan sekutunya semakin membuka keran.
Dari laporan Wall Street Journal yang mengutip pejabat Arab Saudi dan pedagang minyak, menyebut kini kilang minyak di Amerika Serikat dan Eropa menolak menerima minyak mentah dari Arab Saudi lagi, bahkan dengan harga diskon. Ini karena AS dan Eropa merasa telah terlalu banyak minyak dan malahan kekurangan tempat penyimpanan. kekenyangan minyak mentah dan kurangnya ruang penyimpanan.
Gulf Agency Company Ltd, sebuah perusahaan logistik maritim yang berbasis di Dubai, mengatakan pembeli di India juga mengurangi pembelian minyak mentah dari Saudi karena India sedang berada pada status karantina wilayah sebagai upaya mengurangi penyebaran virus korona. Menurut kabar berita, setidaknya 52 kilang minyak India telah mengajukan force majeure di tengah pandemi, dan ini memungkinkan mereka untuk membatalkan pesanan tanpa dikenakan penalti.
Pedagang juga mengatakan kepada WSJ bahwa Rusia sudah mengkompensasi beberapa penurunan ekspor ke Eropa dengan mengarahkan mereka ke Cina, yang mana kini Cina sudah mulai melakukan pemulihan secara perlahan setelah menghadapi pandemi virus korona. Rusia sendiri merupakan pengekspor minyak saingan utama Arab Saudi.
Sebelumnya, S&P Global, perusahaan analitik keuangan yang berbasis di AS melaporkan bahwa Saudi Aramco telah menambah fasilitas penyimpanan minyak mentah di dekat kilang-kilang besar di Rotterdam Belanda dan di Sidi Kerir Mesir.
Lebih lanjut, S&P Global mengatakan bahwa pengiriman minyak ke Rotterdam adalah bagian dari upaya jangka panjang Saudi Aramco untuk meningkatkan pangsa pasar minyak mentah pada perusahaan-perusahaan di Eropa, di mana perusahaan-perusahaan minyak Eropa didominasi pasokan dari Rusia.
Menurut WSJ, Arab Saudi mungkin perlu memangkas harga lebih jauh, sebagaimana patokan Internasional Brent telah turun drastis bahkan dengan tingkat diskon yang dilakukan Arab Saudi.
Bulan ini, minyak mentah berjangka (crude futures) turun sekitar 45 persen di tengah krisis ekonomi global yang terkait dengan pandemi virus korona, di tambah keputusan Arab Saudi untuk meningkatkan produksi hingga 12,3 juta barel per hari.
Pada awal Maret, Arab Saudi dan sekutu-sekutunya bergerak untuk meningkatkan produksi minyak mentah. Ini dilakukan setelah kementerian energi Rusia mengatakan bahwa pihaknya tidak dapat menyetujui penurunan angka produksi minyak. Dan imbas selanjutnya, Arab Saudi pun membanjiri pasar minyak dan memulai perang harga minyak.
Awal pekan ini, Bloomberg memperingatkan bahwa penurunan pendapatan minyak dapat menyebabkan Arab Saudi memiliki “krisis neraca pembayaran yang tidak terduga.” Bahkan penurunan ini bisa mengakhiri kebijakan panjang AS-Saudi yang puluhan tahun dibangun dalam hal kurs mata uangnya, riyal terhadap dolar AS.
Kantor berita bisnis memperingatkan bahwa dana cadangan bank sentral Arab Saudi ditambah dana kekayaan negara, lalu dikurangi utang pemerintah saat ini, hanya sebesar 0,1 persen dari PDB. Jumlah itu turun sangat drastis jika dibanding 6 tahun lalu yang sebesar 50 persen dari PDB.
Kantor berita bisnis itu juga meramalkan bahwa Arab Saudi akan berada pada posisi utang bersih (net debtor) “untuk masa mendatang, meskipun harga minyak kembali naik di harga USD 80.”
Sementara itu, Perusahaan Moody’s memperkirakan harga akan stabil di angka USD 40-55 per barel di tahun 2020, dan meningkat di angka USD 50-55 per barel pada tahun 2021 sambil menunggu dimulainya kembali pertumbuhan ekonomi global.
Pada hari Rabu (25/3), media AS melaporkan bahwa Presiden Donald Trump berencana untuk mencoba meyakinkan Arab Saudi agar mengakhiri peningkatan produksi minyak di tengah kekhawatiran dampak perang harga terhadap harga minyak serpih di AS, yang mana kini harga titik impasnya senilai USD 68 per barel.
Washington telah mengambil langkah-langkah darurat yang bertujuan mencegah runtuhnya industri minyak serpih. Pekan lalu, Washington mengumumkan bahwa pihaknya akan membeli sekitar 77 juta barel minyak mentah di pasar domestik untuk menopang cadangan minyak strategis.
Sumber | Sputnik News |