Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Perppu Cipta Kerja
Menko Polhukam Mahfud MD (Foto: IG @mahfudmd)

Alasan Terbit Perppu Cipta Kerja, Mahfud: Penuhi Unsur Kegentingan



Berita Baru, Jakarta – Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) pada Jumat (30/12/2022).

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menyatakan Perppu ini sudah memenuhi alasan kegentingan yang memaksa sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi atau MK Nomor 38/PUU7/2009.

Sebelumnya pada 25 November 2021, MK memutuskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja cacat secara formil. Lewat Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, Mahkamah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusionalitas bersyarat.

“Dalam konteks UU Ciptaker sesuai vonis MK No. 9-/PUU-XVIII/2020 yg oleh MK dinyatakan inkonstitusional bersyarat, maka inkonstitusional bersyarat utk UU Ciptaker itu artinya berlaku asal diperbaiki sampai waktu tertentu yakni dua tahun. Perbaikan itu bisa dilakukan dengan membuat UU baru, atau dgn membuat peraturan yg setingkat UU. Perppu itu setingkat UU, jadi secara hukum sah.” ujar Mahfud dalam keterangan resminya yang dikutip Sabtu (31/12/2022).

Mahfud menyampaikan alasan memilih Perppu karena ada situasi global dan nasional yang memerlukan langkah strategis. Ia mengatakan putusan MK menyebabkan Pemerintah tak boleh melakukan langkah stategis berdasar UU Ciptaker yg dinyakatan inkonstitusional bersyarat itu.

“Maka dgn dikeluarkannya Perppu hari ini, sesuai dgn hukum, UU Ciptaker yg divonis inkonstitusional bersyarat sdh tidak berlaku lagi dan yg berlaku adalah Perppu No. 2 Tahun 2022 yang merupakan revisi atas UU Ciptaker yg sdh dinyatakan inkonstitusional bersyarat,” kata Mahfud.

Dengan terbitnya Perppu Cipta Kerja ini, menurut Mahfud pemerintah sudah bisa melakukan langkah-langkah strategis yang berdasarkan pada Perppu itu.

“Adapun alasan kegentingan atau kemendesakannya adalah perkembangan geopolitik, seperti terkait Perang Rusia-Ukraina, ancaman inflasi, stagflasi, perlunya kepastian bagi investor, dan lain-lain. Dan berdasar teori manapun, penentuan keadaan genting itu merupakan hak subyektif Presiden yang nanti akan dijelaskan dlm proses legislasi pada masa sidang DPR berikutnya,” pungkas Mahfud.