Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Aksi Tolak UU Cipta Kerja di Jababeka, Enam Mahasiswa UPB Kritis
Foto: CNN Indonesia

Aksi Tolak UU Cipta Kerja di Jababeka, Enam Mahasiswa UPB Kritis



Berita Baru, Jakarta — Enam mahasiswa Universitas Pelita Bangsa dilarikan ke rumah sakit dalam keadaan kritis usai bentrok dengan aparat dalam aksi tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Rabu (7/10).

“Enam orang dalam kondisi cukup kritis, satu mahasiswa masih dalam tindakan serius karena terus mengalami pendarahan,” tutur Humas Universitas Pelita Bangsa, Nining Yuningsih, dikutip dari CNNIndonesia.com, Rabu (7/10).

Selain itu, Nining membantah kabar media sosial yang menyarakan satu mahasiswa UPB meninggal. Para mahasiswa yang masuk rumah sakit, kata Nining, didominasi luka pendarahan pada bagian kepala hingga pelipis.

Nining belum bisa mengonfirmasi mengnai luka akibat peluru karet, meski laporan dari mahasiswa yang ikut demo mengatakan demikian.

“Namun kabar mahasiswa kami meninggal dapat kami tegaskan bahwa itu tidak benar,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua DPC GMNI Kabupaten Bekasi Yogi Trinanda menerangkan bentrokan yang terjadi dengan polisi. Kata Yogu, tiga rekannya harus menjalani pengobatan di rumah sakit terdekat.

“Tiga [korban]. Dua luka di kepala, satu luka di rahang pipi,” kata Ketua DPC GMNI Kabupaten Bekasi Yogi Trinanda.

Dia mengatakan bahwa tiga mahasiswa itu menjalani perawatan medis di rumah sakit, di antarnya dijahit. Salah seorang, kata dia, harus melewati rawat inap.

Lanjut dia, massa mahasiswa yang berasal dari kampus Universitas Pelita Bangsa pada siang tadi melakukan aksi penolakan Omnibus Law Ciptaker. Mereka bergerak dari kampus menuju kawasan Jababeka pukul 09.00 WIB.

Akan tetapi, langkah mereka terhenti diadang aparat kepolisian. Usai bernegosiasi, sempat ada kesepakatan massa hanya boleh bergerak hingga tengah kawasan Jababeka 1, tidak boleh mendekati jalan tol.

Tapi, belum sampai pada titik yang disepakati, massa kembali dihadang kembali. Alhasil, kata dia, mulai terjadi keributan pada sore tadi.

Menyikapi peristiwa kekerasan yang terjadi ini, Ketua Umum DPP GMNI Arjuna menyerukan kepada pihak aparat keamanan agar tak represif mengamankan demonstrasi.

“Pengamanan memang perlu. Tapi tidak perlu berlebihan dan tidak perlu represif. Karena ini penolakan biasa. Masyarakat mengungkapkan pikirannya bagian dari demokrasi, dilindungi undang-undang dasar,” tutur Arjuna.

“Di Bekasi, kader kami jadi korban tindakan represif aparat keamanan. Jadi kami sangat menyesalkan aparat yang seharusnya melindungi. Bukan menggebuk agar mahasiswa tidak berdemonstrasi,” tambahnya.

DPP GMNI, kata Arjuna, akan menindaklanjuti kasus pemukulan ini dengan melaporkannya ke Komnas HAM. “Kami akan melaporkan ke Komnas HAM. Karena setiap mengamankan aksi demonstrasi aparat memiliki protap. Tidak bisa sembarang pukul,” pungkasnya.