Akar Desa Indonesia Gelar Dialog Wacana Penambahan Masa Jabatan Kades
Berita Baru, Jakarta – Akar Desa Indonesia gelar Dialog Desa bertajuk ‘Penambahan masa periodisasi Kepala Desa, kepentingan siapa?’, pada Senin (23/1). Hadir sebagai narasumber Rektor Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi Andang Subaharianto, Sekretaris Anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI Jan Prince Permata dan Sekjen DPP GMNI M Ageng Dendy setiawan, serta Junaedhi Mulyono Kepala Desa Ponggok.
Diskusi yang berlangsung kurang lebih tiga jam itu juga mendatangkan dua penanggap dari aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia Ikhwan Nugraha Budjang dan Farel Yafi W Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara.
Ketua Umum Akar Desa Indonesia Rifqi Nuril Huda mengatakan bahwa dalam diskusi di internal pengurus Akar Desa Indonesia kaget dengan adanya gerakan kepala desa seluruh Indonesia yang melakukan demonstrasi. Meskipun, negara tidak melarang warganya untuk menyampaikan aspirasi.
“Tapi perlu kita tahu bersama dulu apa penyebab dan urgensi apa. Hingga tuntutan kepala desa ingin merevisi Undang-Undang Desa Nomor 6 tahun 2014 tentang perihal pasal masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Sehingga kami dapat desakan dari berbagai elemen untuk membuat diskusi terbuka sebagai representasi organisasi pemuda desa di seluruh Indonesia,” kata Rifqi Nuril Huda dalam sambutannya.
Andang selaku narasumber menyampaikan, dalam demokrasi gesekan itu merupakan hal yang biasa. Baginya penambahan masa jabatan bukan hal yang dibutuhkan untuk saat ini. Justru yang harus dikuatkan, kata dia, pendidikan politik masyarakat desa atau pemimpin di desa.
“Bagaimana dewasa secara demokrasi dalam bentuk Pemilihan Kepala Desa,” ucap Andang.
Sedangkan Junaedhi, Kepala Desa Ponggok, dalam kesempatannya menjelaskan bahwa menyampaikan pendapat sangat diperbolehkan. Dia mengaku menjadi kepala desa gak semudah yang dibayangkan.
Pasalnya gesekan-gesekan antar tetangga sangat kencang, tapi dalam setiap usulan tentu ada pro dan kontra.
“Saya ini kepala desa dipilih 3 periode dan ini periode terakhir saya, saya meyakini apabila kepala desa punya visi yang jelas pasti akan dicintai masyarakat dan kalaupun perlu minimal dalam syarat menjadi kepala desa minimal strata satu atau sarjana dan di ponggok program satu rumah satu sarjana terus berjalan,” ungkapnya.
Jan Prince Permata Sekretaris Anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI, dalam diskusi malam itu menegaskan bahwa dirinya berdiri di tengah. “Saya tidak posisi pro atau kontra,” ujarnya.
Namun dia menegaskan bahwa kualitas dan pengerjaan potensi desa harus benar-benar dipikirkan. “Saya setuju dengan pak rektor harusnya pendidikan politik menjadi upaya yang harus dilakukan sejak dari desa,” sambungnya.
Sementara itu, M Ageng Dendy Setiawan Hadi sebagai pihak yang menolak perpanjangan masa jabatan kepala desa masih teguh dengan sikapnya. Bukan tanpa alasan. Ageng menilai bahwa apabila tuntutan para kades dikabulkan maka akan memunculkan raja-raja kecil hingga oligarki maupun dinasti di tingkat kepala desa.
“Dan belum sesuai urgensi dalam penambahan masa jabatan,” ujar Sekjen DPP GMNI itu.
Para penanggap ada dari BEM Seluruh Indonesia dan BEM Nusantara memiliki sikap yang sama, yaitu menolak penambahan masa jabatan. Hasil kajian mereka menyebutkan bahwa tak ada urgensi untuk penambahan masa jabatan kepala desa.
“DPR dan Istana sangat mesra mendukung penambahan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun. Harusnya benahi dulu pembangunan desa baik secara infrastruktur dan Sumber Daya Manusia, lihat di Indonesia timur yang kebetulan saya ini dari Sulawesi Tengah,” tutur Ichwan Nugraha Budjang.
Diskusi yang dihadiri hampir 400 peserta itu juga saling adu argumentasi dari beberapa peserta seperti dari Eko Pratama Partai Mahasiswa Indonesia dan perwakilan Badan Permusyawaratan Desa Rudi Latif
Dalam penutup acara Ketua Umum Akar Desa Indonesia Rifqi menegaskan sebagai organisasi yang mengedepankan Desa Kuat, Indonesia Berdaulat dengan semangat Dari Pemuda Desa Untuk Indonesia menolak wacana 9 tahun penambahan masa jabatan kepala desa.
“Saya meyakini apabila kepala desa itu bagus dalam memimpin dan berpolitik di desa, masyarakat desa itu gak tutup mata,” kata rifqi yang juga turun di desa melalui Karang Taruna di Banyuwangi.
“Kami akan terus bergerak di setiap sudut-sudut desa, sudut-sudut kampus dan di seluruh Indonesia untuk menggalang petisi menolak perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun,” imbuhnya tegas.