Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Akademisi UI Ungkap Tiga Ujung Tombak Masa Depan Budaya Literasi di Indonesia
Dua orang siswa sedang membaca buku di perpustakaan sekolah. (Foto: Istimewa)

Akademisi UI Ungkap Tiga Ujung Tombak Masa Depan Budaya Literasi di Indonesia



Berita Baru, Jakarta – Guru Besar Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) mengungkapkan bahwa budaya literasi menjadi salah satu ujung tombak kemajuan sebuah bangsa. 

Menurut Prof. Paulus Wirutomo, setidaknya ada tiga kekuatan yang dapat mendukung tumbuhnya budaya literasi di Indonesia. Pertama adalah elemen struktural. 

“Yaitu pemerintah, yang memberikan panduan dan dorongan kepada masyarakat agar terbiasa dengan budaya literasi,” kata Prof. Paulus Wirutomo, sebagaimana dikutip dari Antara, Selasa (14/3).

Kedua adalah elemen kultural masyarakat yang dapat membangkitkan kembali tradisi lama, seperti mendongeng. “Ini mesti kita bangkitkan kembali, harapannya kekuatan literasi semakin kuat dan mengakar,” sambungnya.

Ketiga, elemen proses sosial yang merupakan kolaborasi antar lembaga.Seperti perpustakaan sebagai learning-hub agar perpustakaan tidak hanya menjadi tempat untuk menyimpan buku.

“Transformasi perpustakaan saat ini begitu dahsyat, tetapi di lapangan masih belum terasa oleh masyarakat. Oleh karena itu, saya kecewa mengapa pembudayaan literasi hanya sampai tahun 2045 seharusnya masih bisa terus berlanjut,” ujar Prof. Paulus.

Sementara itu, Peneliti Klaster Riset Pendidikan dan Transformasi Sosial, Kajian LabSosio, Departemen Sosiologi, Indera Ratna Irawati Pattinasarany menyampaikan terkait problem pemahaman mengenai literasi.

Di sekolah, lanjutnya, literasi masih dikenal dan dimaknai secara terbatas serta kurang dimanfaatkan oleh siswa dan guru. Sedangkan di lingkungan rumah, orang tua dan masyarakat tidak terbiasa berkegiatan literasi.

“Ini terjadi karena perpustakaan belum menjadi tempat yang menarik untuk dikunjungi dan masyarakat lebih tertarik pada gadget,” jelasnya.

“Sejumlah siswa beralasan perpustakaan sudah tutup saat pulang sekolah, sehingga mereka tidak dapat mengakses bahan bacaan. Siswa hanya belajar di kelas dan membaca buku pelajaran,” tambahnya.

Padahal,  lanjut Indera Ratna Irawati Pattinasarany, penting bagi siswa untuk mencari informasi di luar di kelas, baik yang tertulis maupun secara lisan. 

“Sementara itu, di lingkungan keluarga, orang tua tidak terbiasa berkegiatan literasi di rumah dan tingkat literasi digital mereka pun masih rendah,” tuturnya menjelaskan.

Untuk menangani permasalahan keterbatasan literasi di beberapa daerah di Indonesia, Kajian LabSosio UI merekomendasikan beberapa hal. 

“Salah satunya adalah pembentukan kelompok kerja (pokja) yang melibatkan guru, siswa, orang tua, dan pegiat literasi untuk mendorong kegiatan literasi di sekolah,” pungkasnya.