Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

AJI Yogyakarta
28 Tahun Polisi Biarkan Pembunuh Udin

AJI Yogyakarta Kecam Kepolisian atas Gagalnya Pengungkapan 28 Tahun Kasus Udin



Berita Baru, Yogyakarta – Pada hari Jum’at lalu (16/8/2024), menandai 28 tahun sejak pembunuhan tragis jurnalis Harian Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin, yang akrab disapa Udin. Hingga kini, pengungkapan kasus tersebut masih menjadi misteri. Polisi belum berhasil mengungkap pelaku pembunuhan, dan banyak pihak menilai bahwa aparat penegak hukum cuci tangan atas kasus ini.

Melalui siaran pers yang diterbitkan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta pada Selasa (20/8/2024), Januardi Husin, Ketua AJI Yogyakarta, menyampaikan keprihatinannya atas kegagalan polisi dalam mengusut kasus ini. “Sangat disayangkan, polisi tetap saja tak punya nyali untuk mengungkap kasus ini. Ini menunjukkan bahwa negara telah gagal menjaga tegaknya hukum,” ujar Januardi di sela-sela aksi yang diadakan di Nol Kilometer Yogyakarta, Jumat (16/8/2024).

Menurut Januardi, kasus Udin telah melalui 21 pergantian Kapolda di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), namun tidak ada perkembangan signifikan dalam penyelidikan. “Fakta historis yang mengkonfirmasi dihabisinya kebebasan pers ini akan tercatat dalam sejarah ruang dan waktu hingga kapan pun,” tambahnya.

Untuk memperingati 28 tahun kasus ini, AJI Yogyakarta bersama jurnalis, mahasiswa, dan jaringan masyarakat sipil Yogyakarta kembali mendesak Kapolda DIY, Irjen Pol Suwondo Nainggolan, untuk mengusut tuntas pelaku pembunuhan Udin. Januardi menegaskan, “Kasus ini sangat mungkin bisa diusut karena saksi-saksi yang diduga terlibat masih bisa diperiksa. Kuncinya ya kemauan dan keseriusan polisi.”

Fenomena pembunuhan jurnalis tidak hanya menjadi perhatian di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Data dari International Federation of Journalists (IFJ) mencatat bahwa terdapat 117 jurnalis yang dibunuh pada 2020-2021, 68 kasus pada 2022, dan 51 kasus pada 2023. Di Indonesia sendiri, terdapat sembilan jurnalis yang dibunuh karena berita yang mereka tulis, termasuk Udin pada 1996, Naimullah pada 1997, dan Alfred Mirulewan pada 2010.

“Satu-satunya kasus yang terungkap adalah pembunuhan Anak Agung Prabangsa. Ini pertama kalinya polisi, jaksa, dan hakim bekerja berdasarkan asas hukum dan rasa keadilan,” kata Januardi, menyoroti satu-satunya kasus yang berhasil diungkap oleh aparat penegak hukum.

Kasus-kasus pembunuhan jurnalis menjadi salah satu indikator kuat yang mencederai kebebasan pers di Indonesia. Menurut riset Reporters Without Borders, sejak 2006 terdapat 956 kasus yang menyerang kebebasan pers, mulai dari kekerasan fisik, ancaman, intimidasi, hingga sensor. “Tahun 2023, tercatat ada 89 kekerasan terhadap jurnalis dan media, tertinggi dalam 10 tahun terakhir,” ujar Januardi.

Tren kekerasan terhadap jurnalis terus menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Pada 2022 terdapat 61 kasus, pada 2021 ada 43 kasus, dan pada 2020 tercatat ada 84 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Serangan yang dialami oleh para jurnalis ini meliputi kekerasan fisik, teror, digital, kriminalisasi, dan kekerasan seksual, dengan total 83 individu jurnalis, 5 kelompok jurnalis, dan 15 media menjadi target serangan.

Secara yuridis, kebebasan pers di Indonesia juga terancam oleh regulasi seperti Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), KUHP, dan UU Perlindungan Data Pribadi. Januardi menegaskan bahwa kondisi ini menjadi bukti nyata bahwa kebebasan pers masih menghadapi masa-masa sulit. “Ini menjadi bukti bahwa hingga saat ini, kita semua masih menghadapi masa-masa sulit. Untuk itu, siapkan skenario untuk kondisi terburuk,” pungkasnya.