AJI Minta Presiden Kaji Kembali Perpres Platform Digital untuk Jurnalisme
Berita Baru, Jakarta – Beberapa organisasi media dan jurnalis, seperti Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Indonesian Digital Association (IDA), telah mengajukan permohonan kepada Presiden Joko Widodo untuk mempertimbangkan kembali naskah Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tanggung Jawab Platform Digital untuk Jurnalisme yang Berkualitas.
Dalam rilis resmi yang diterima pada Selasa (1/8/2023) AJI mengatakan Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, telah mengonfirmasi bahwa naskah rancangan Perpres tersebut telah diserahkan ke Sekretariat Negara untuk ditandatangani oleh Presiden.
Namun, menurutnya ada beberapa poin dalam naskah rancangan terakhir yang belum disetujui oleh seluruh pemangku kepentingan di industri media.
Wenseslaus Manggut, Ketua Umum AMSI, menyatakan bahwa substansi Perpres tersebut seharusnya mencakup upaya untuk meningkatkan ekosistem jurnalisme di Indonesia.
“Tujuan kita semua adalah menciptakan bisnis media yang sehat dengan konten jurnalisme yang berkualitas,” ujarnya.
Namun, Manggut juga menekankan pentingnya melibatkan platform digital sebagai pemangku kepentingan dalam ekosistem informasi di Indonesia.
Dalam upaya mencari solusi yang menguntungkan semua pihak, Manggut menyarankan untuk menerapkan konsep “designation clause” yang telah diterapkan di Australia melalui Media Bargaining Code.
Klausul ini akan mewajibkan platform digital yang tidak berkontribusi secara signifikan pada pemulihan ekosistem media untuk mematuhi ketentuan dalam peraturan. Sayangnya, draft terakhir Perpres Publishers Rights yang beredar tidak mencakup klausul tersebut.
Sasmito, Ketua Umum AJI Indonesia, menegaskan pentingnya memastikan semua kompensasi yang diterima oleh platform benar-benar digunakan untuk mendukung produksi jurnalisme berkualitas.
“Harus ada jaminan bahwa peraturan ini berdampak pada kesejahteraan jurnalis,” katanya.
Ia juga menekankan perlunya badan pelaksana atau komite independen untuk mengawasi dan menegakkan peraturan tersebut, namun tetap tunduk pada Undang-Undang Pers dan tidak mendapatkan kewenangan dari Dewan Pers.
Dian Gemiano, Ketua Umum IDA, berharap Perpres ini tidak akan menyebabkan kemunduran bagi industri media digital di Indonesia.
“Kami mendukung regulasi untuk memastikan keberlanjutan jurnalisme berkualitas di Indonesia, namun harus bijaksana dalam mempertimbangkan risiko yang dapat mengganggu bisnis media jika seluruh pemangku kepentingan belum sepakat dengan rancangan regulasi yang ada,” katanya.
Sementara itu, Herik Kurniawan, Ketua Umum IJTI, meminta regulasi ini untuk menciptakan keadilan bagi seluruh penerbit media, termasuk yang berskala menengah dan kecil. Tujuan utama dari regulasi ini adalah untuk mendukung pertumbuhan media yang berkualitas dan memastikan ekosistem media digital yang sehat, profesional, dan mensejahterakan para jurnalis.
Google Indonesia juga merespons rencana penandatanganan Perpres Publishers Rights dengan ancaman untuk tidak lagi menayangkan konten berita di platformnya. Ancaman serupa sebelumnya dilakukan oleh Google di Australia dan Kanada. Jika ancaman tersebut dilaksanakan, penerbit media di Indonesia berpotensi kehilangan traffic pembaca dan pendapatan dari Google, serta publik juga akan kehilangan akses pada informasi penting yang diproduksi oleh media massa.
Terkait desakan dari AMSI, AJI, IJTI, dan IDA, Presiden Joko Widodo diminta untuk mengkaji kembali isi Perpres Publishers Rights dengan mempertimbangkan prinsip global untuk hubungan yang lebih adil antara penerbit media dan perusahaan teknologi.
Peraturan Publishers Rights diharapkan akan mencakup kompensasi untuk konten berita dan perlindungan hak cipta penerbit media dari Generative AI. Regulasi ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem informasi digital yang lebih kredibel dan bermanfaat untuk publik di tengah perubahan teknologi yang terus berkembang.