Feminis Pantura Desak Keberpihakan Pemerintah terhadap Korban Kekerasan Seksual
Berita Baru, Jakarta – Meningkatnya kasus kekerasan seksual, khususnya bagi perempuan dan anak-anak, yang terjadi belakangan ini cukup banyak menyita perhatian publik. Salah satunya, Aistetia Patriandita selalu Founder Feminis Pantura.
Melihat kondisi tersebut, Aistetia mendorong negara atau pemerintah supaya benar-benar hadir memberikan perlindungan yang berpihak kepada korban. Selain itu juga menjamin keamanan bagi setiap warganya dari tindakan kekerasan seksual.
“Ini harusnya menjadi kesempatan bagi negara untuk menghadirkan dan membuat sebuah peraturan perundang-undangan atau sebuah kebijakan yang mendorong dan berpihak kepada korban, perempuan dan anak-anak atau teman-teman minoritas,” kata Aistetia saat menjadi pembicara dalam Perspektif Milenial, Jumat, (10/12) lalu.
Acara tersebut dalam rangka memperingati Hari Anti Kekerasan Pada Perempuan yang digelar secara live streaming melalui akun Instagram Beritabarujateng dengan mengusung tema “16 Hari Anti Kekerasan Pada Perempuan : Langkah Hukum Untuk Korban Kekerasan”.
Lebih lanjut Aistetia menyampaikan selama dirinya mendampingi korban kekerasan seksual tidaklah mudah dan sangat kompleks. Karena belum adanya payung hukum yang benar-benar memihak kepada korban. Hukum positif di Indonesia menuntut adanya bukti-bukti beberapa hal, selain itu korban juga dituntut untuk melakukan visum.
“Sementara kekerasan seksual kebanyakan terjadi di ruang privat, secara hukum sangat lemah, tidak mempunyai bukti-bukti berupa CCTV, foto, video dan lain sebagainya. Betapa hukum di negara kita belum memiliki keberpihakan yang jelas kepada korban. Tentunya ini sangat mengecewakan bagi teman-teman yang mengadvokasi kasus kekerasan seksual,” tuturnya.
Disamping itu, lanjutnya, wakil-wakil rakyat juga belum memiliki keberpihakan jelas terhadap korban kekerasan seksual. Hal itu dibuktikan dengan posisi mereka sebagai wakil rakyat yang terlembaga di legislatif tidak memiliki responsif terhadap kasus kekerasan seksual.
“Alih-alih kita fokus penuntasan dan penyadaran tentang kekerasan seksual, negara saat ini negara tidak dapat menerbitkan peraturan perundang-undangan dan aturan yang pro terhadap korban. Mereka terlalu banyak menghabiskan waktu untuk berdebat,” tukasnya
Ia juga menyampaikan bahwa penyelesaian kasus kekerasan seksual tidak hanya semata-mata mengenai sanksi atau hukuman. “Tetapi kita juga harus memikirkan dan mempertimbangkan serta mempunyai cara pandang tentang masa depan si korban, terkait psikologisnya, traumanya,” katanya.
Dalam acara yang dipandu Venie, Aistetia menyebut bahwa generasi muda bisa mengambil peran untuk ikut serta dalam menyelesaikan kekerasan seksual, dengan menyuarakan dan menyadarkan publik bahwa kekerasan seksual adalah tindak kejahatan yang tidak manusiawi.
“Meskipun untuk menyelesaikan kasus kekerasan seksual tidak hanya menjadi tugas generasi muda, akan tapi tugas semua pihak, mulai dari masyarakat sendiri, negara hingga tokoh agama, karena kekerasan seksual sifatnya berantai,” tukasnya.