KPK Duga Ada Pemberian Fasilitas Khusus Terkait Perpanjangan HGU Sawit di Kuansing
Berita Baru, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa sepuluh saksi terkait dugaan suap perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing).
“Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait pengajuan perpanjangan HGU oleh PT AA (Adimulya Agrolestari) dan dugaan adanya pemberian fasilitas tertentu pada beberapa pihak terkait pengurusan dimaksud,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Selasa (2/11).
Kesepuluh orang yang diperiksa, yakni PJ Sekda Kuansing Agus Mandar, Kabag Perekonomian SDA Setda Kuansing Irwan Nazif, Senior Manager PT AA Paino Harianto, dan Staf PT AA Rudy Ngadiman. Kemudian, Staf Legal PT AA Fahmi Zulfanfi, Staf PT AA Yuhartaty, Staf PT AA Riana Iskandar; Kepala Kantor PT AA Syahlevi, pegawai negeri sipil (PNS) Indrie Kartika Dewi, dan Supir Joharnalis.
Ali enggan memerinci pihak-pihak tertentu yang memberikan ‘karpet merah’ untuk PT AA. Pemberian ‘karpet merah’ itu dikaitkan dengan pekerjaan Bupati nonaktif Kuansing Andi Putra.
“Didalami juga mengenai posisi tersangka AP (Andi Putra) dalam memberikan persetujuan izin HGU tersebut,” ujar Ali.
KPK menetapkan dua tersangka terkait OTT di Kuansing, Riau. Mereka ialah Bupati Kuansing Andi Putra dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso.
Kasus ini dimulai saat Sudarso mencoba menghubungi Andi agar perizinan hak guna usaha lahan kebun sawit yang dikelola perusahaannya direstui di wilayahnya. Saat itu, izin hak guna usaha kebun sawit perusahaan milik Sudarso berakhir pada 2024.
Tak lama setelah permintaan itu, Sudarso dan Andi bertemu. Dalam pertemuannya, Andi menyebut perpanjangan hak guna usaha membutuhkan minimal Rp2 miliar.
KPK menduga pertemuan itu tidak hanya membahas perpanjangan hak guna usaha lahan sawit. Lembaga Antikorupsi menyebut Andi dan Sudarso menyepakati perjanjian lain dalam pertemuan itu.
Sudarso juga memberikan sejumlah uang secara bertahap ke Andi. Pertama, Rp500 juta pada September 2021, dan Rp200 juta pada 18 Oktober 2021.
Sudarso disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Andi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.