2 Tahun Jokowi-Ma’ruf, PB PMII: Kemandirian Ekonomi dan Pemberantasan Korupsi Hanya Ilusi
Berita Baru, Jakarta – Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Indonesia (PB PMII) memberikan catatan terhadap pemerintahan Presiden Jokowi-Wakil Presiden Ma’ruf yang genap dua tahun pada 20 Oktober 2021 kemarin.
Dalam momentum dua tahun Jokowi-Ma’ruf bersama kabinet Indonesia Maju, Ketua Bidang Pertahanan dan Keamanan PB PMII, Muhammad Arsyad menyoroti sejumlah kebijakan yang dinilai kontradiktif dengan beberapa poin dalam visi Indonesia Maju.
“Dalam bidang ekonomi, pembangunan infrastruktur selama ini tidak efisien bahkan tidak tepat,” kata Arsyad dalam orasi pada acara mimbar bebas yang digelar bertepatan hari sumpah pemuda, di Kantor PB PMII, di bilangan Salemba Tengah, Kamis (28/10).
Ia mencontohkan pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang membengkak sehingga mengubah skema awal dari bisnis-ke-bisnis menjadi pendanaan dari APBN yang membuat pemerintah harus mengucurkan dana sebesar Rp4,5 triliun untuk proyek itu.
Menurut Arsyad, suntikan dana tersebut sangat jelas menjadi beban keuangan negara di tengah masa sulit defisit APBN yang mencapai Rp452 triliun hingga akhir September 2021 .
Arsyad mengungkap, Kereta Cepat Jakarta-Bandung berpotensi menjerumuskan Indonesia kedalam utang tersembunyi. Ia pun menghimbau agar pemerintah berhati-hati supaya Indonesia tidak jatuh pada China’s debt trap.
“Ambil pelajaran dari kasus Pelabuhan Hambantota di Sri Lanka dan Kereta Api Kenya. Jangan sampai Kereta Cepat Jakarta-Bandung bernasib seperti Kereta Mombasa-Nairobi di Kenya,” tuturnya.
Selain itu, Arsyad juga menyoroti monopsoni penjualan bijih nikel ke perusahaan smelter China yang merugikan penambang Indonesia.
Menurutnya, harga bijih nikel yang dijual ke smelter China lebih murah dibanding harga jual bijih nikel di pasaran internasional.
“Lalu untuk apa membangun smelter di dalam negeri jika ekspor langsung ke pasaran internasional harganya lebih bagus, jadi visi penciptaan nilai tambah dalam negeri malah tidak terjadi,” ujar Arsyad.
Sementara itu, dalam bidang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, Arsyad melihat kebijakan pemerintah yang payah ketika Presiden tidak bergeming saat 57 pegawai KPK dipecat.
“Pandangan kita dan persepsi publik pun negatif terhadap komitmen penegakan hukum dan pemberantasan korupsi oleh pemerintah,” tegasnya.
“Dalam rilis survey SMRC dan Poltracking kemarin juga terlihat tingkat kepuasan publik terhadap penegakan hukum paling rendah,” tambahnya.
Arsyat menegaskan, atas dasar itulah PB PMII mendesak pemerintah memperkuat KPK dengan menerbitkan Perppu bagi UU KPK serta mendorong pemberantasan secara tuntas kasus-kasus korupsi di Indonesia.