Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Komedi, Cinta dan Revolusi pada Tout Ce Qu’il Me Reste De La Révolution

Komedi, Cinta dan Revolusi pada Tout Ce Qu’il Me Reste De La Révolution



Berita Baru, Resensi Film – Tout Ce Qu’il Me Reste De La Révolution (Whatever Hapenned To My Revolution), merupakan salah satu film yang diputar pada Festival Sinema Prancis 2019. Festival Sinema Prancis ini diadakan dari tanggal 6 sampai 10 November 2019, dan akan memutar 12 film Prancis pilihan, di 15 kota di Indonesia.

Film drama komedi ini disutradarai oleh Judith Davis yang juga ikut menulis naskah, serta menjadi pemeran Angèle di film ini. Film ini dibuka dengan adegan di mana Angèle, seorang urban planner yang bersemangat ingin merubah dunia, diberhentikan dari pekerjaannya. Alasan semacam pada masa lalu pekerjaan lebih mudah untuk didapatkan dan anggapan bahwa generasi Angèle adalah generasi yang dilahirkan terlambat, yang dilontarkan oleh atasannya membuat Angèle marah besar.

Angèle tumbuh di keluarga kelas pekerja yang sangat memahami politik. Ayahnya bergabung dengan partai komunis di Prancis dan mendalami paham maoisme. Sementara ibunya yang mencita-citakan revolusi meyakini marxisme. Namun pada suatu hari, ibu Angèle tiba-tiba menyerah dan tidak ingin memperjuangkan perubahan lagi. Diane, ibu Angèle, memilih untuk meninggalkan keluarganya saat Angèle berusia 15 tahun, atau setidaknya itulah yang diketahui Angèle.

Komedi, Cinta dan Revolusi pada Tout Ce Qu’il Me Reste De La Révolution
Claire Dumas sebagai Léonor Cherqui (imdb.com)

Bersama sahabatnya Léonor, Angèle masih tetap ingin memperjuangkan perubahan. Mereka melakukan gerakan- gerakan kecil dan ingin membuka pandangan orang-orang mengenai kegelisahan-kegelisahan yang terjadi di masyarakat. Mereka kemudian membentuk kelompok untuk mendiskusikan berbagai gagasan. Kelompok diskusi ini mengantarkan Angèle bertemu dengan Said yang memiliki pemikiran terbuka dan menaruh hati pada Angèle.

Angèle merasa terganggu melihat bagaimana kakaknya, Noutka  mengorbankan nilai yang selama ini diyakininya dan memaksakan diri sedemikian rupa sehingga menjadi seseorang yang menurutnya adalah budak dari korporasi.

Sebuah rahasia mengenai kepergian ibunya terungkap dan mengubah pemahaman Angèle tentang banyak hal. Film yang berlatar belakang kehidupan masyarakat di perkotaan Prancis ini sarat akan dialog. Interaksi antar para pemerannya membuat dialog terasa mengalir alami dan sederhana. Konflik-konflik yang terjadi di dalam cerita, mengindikasikan iklim berkomunikasi dan nilai demokrasi yang sehat dan terimplementasi dalam kehidupan di masyarakat, tanpa meninggalkan realitas yang terjadi.

Komedi, Cinta dan Revolusi pada Tout Ce Qu’il Me Reste De La Révolution
(imdb.com)

Sikap kritis Angèle, alasan ketakutan Angèle untuk berkomitmen, nilai- nilai yang ia yakini dan coba untuk pertahankan tergambarkan dengan baik di film ini. Detail-detail kecil dihadirkan dengan proporsional pada beberapa adegan sehingga cerita di dalamnya terasa lengkap. Film ini mampu menggabungkan antara permasalahan yang terjadi di keluarga dan juga di masyarakat serta dapat memberikan gambaran kepada kita akan situasi ekonomi dan politik yang terjadi sekarang ini tanpa terlalu mendalam membahas mengenai politik itu sendiri.

Film ini memberikan gambaran realita pada kita, bahwa apapun nilai yang kita percayai, pada akhirnya nilai-nilai tersebut akan mengalami benturan di masyarakat. Tetap menjaga bentuk nilai yang kita yakini, mengubah nilai kita agar seusai dengan penerimaan masyarakat atau membuang begitu saja nilai yang telah kita anut merupakan pilihan yang bebas untuk kita tentukan. Namun tetap menjadi manusia yang peka akan permasalahan yang terjadi di masyarakat adalah sebuah keharusan. (Rizki Hasan)

“May our words, become actions.”  Diane

Tout Ce Qu’il Me Reste De La Révolution
Penulis: Rizki Hasan (*)