Sedekah kepada Masyarakat Terdampak Covid-19 Lebih Utama dari pada Berkurban
Berita Baru, Yogyakarta – Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sleman DI Yogyakarta menggelar bahtsul masail mengenai keutamaan menggunakan dana untuk sedekah kepada masyarakat terdampak Covid-19 dan berkurban yang diselenggarakan secara virtual via zoom meeting pada hari Jumat, 16 Juli 2021.
KH. Muhammad Hasyim Wakil Rais Syuriah Bidang Kajian Strategis dan Kerjasama PCNU Sleman menyampaikan sebagian besar ulama menghukumi bahwa berkurban adalah sunnah mu’akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Syafi’iyyah berpendapat bahwa berkurban adalah sunnah kifayah. Bahkan, Imam Abu Hanifah dengan mendasarkan pada ayat dan hadits-hadits masyhur berpendapat bahwa kurban adalah wajib.
Selain itu, juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang lebih utama mana antara ibadah kurban dan sedekah sunnah biasa. Menurut jumhurul ulama, udhiyah (kurban) lebih utama daripada sedekah tathawu’ karena di dalam udhiyah pun juga ada unsur sedekah.
“Namun, ada riwayat dari Imam Malik yang mengatakan bahwa sedekah tathawu’ lebih utama. Pendapat ini mungkin bisa menjadi sebuah celah untuk menerapkan bahwa sedekah lebih diutamakan, khususnya dalam kondisi sekarang ini dimana masyarakat kesulitan secara ekonomi akibat dampak pandemi covid 19. Bahkan jika kondisi menjadi darurat dan uluran sedekah sangat dibutuhkan, maka sedekah lebih utama dari pada berkurban,” demikian kata Kiai Hasyim dikutip dari rilis resmi PCNU Sleman.
Sementara itu, Ketua LBM PCNU Sleman KH. Abdur Rosyid menyampaikan bahwa bahtsul masail tersebut juga membahas bagaimana hukum mengganti hewan kurban dengan uang tunai. Menurut hasil keputusannya dikatakan bahwa antara kurban dan sedekah tatahawwu’ adalah dua ibadah yang berbeda, sehingga sedekah tathawwu’ tidak bisa menjadi ganti dari kurban. Karena syarat kurban adalah syi’ar Islam yang di dalamnya harus ada iraqatu ad-dam (penyembelihan hewan).
“Dengan demikian, tidak sah berkurban dengan menggunakan uang senilai hewan kurban,” tegas Kiai Abdur Rosyid.
Kendati demikian, lanjutnya ada sebagian ulama Malikiyah yang berpendapat bahwa sahnya disebut kurban adalah jika hewan kurban itu sudah disembelih. Dengan demikian, sebelum kurban disembelih, pemilik boleh memilih antara tetap jadi kurban atau dijual ke orang lain.
“Dengan pendapat ini dapat menjadi dasar untuk menjual “hewan kurban” yang belum disembelih atau mengalihkan dana untuk kurban jika sangat dibutuhkan untuk kemaslahatan yang lebih besar,” terangnya.
Lebih lanjut, menurut Kiai Abdur Rosyid LBM PCNU Sleman memberikan beberapa alternatif agar ibadah kurban bisa berjalan sebagaimana mestinya dan juga ikut meringankan beban masyarakat yang terdampak pandemi dengan sedekah maka bisa dengan cara penerima yang kurang mampu bisa menjual daging perolehannya.
Selain itu juga, penerima dari golongan mampu bisa menyedekahkan pada yang terdampak dan shohibul kurban hendaknya mengambil hanya sedikit (luqaman: beberapa suap) dari haknya dan menyedekahkan sisanya.