Ralyn Lilly Satidtanasarn; Gadis 12 Tahun Serukan Gerakan Anti-Plastik
Berita Baru, Internasional – Setelah Greta Tumberg, remaja 16 tahun asal Swedia yang menentang pencemaran lingkungan penyebab pemanasan global. Kini ada Ralyn Lilly Satidtanasarn, gadis berusia 12 tahun yang ikut berpartisipasi dalam aksi bertajuk ‘mati-hidup’ pada 20 September 2019 di depan Kementerian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Thailand.
Pada aksi yang melambangkan semakin memberuknya krisis iklim itu, Ralyn Lilly Satidtanasarn– bersama anak muda di seluruh dunia–ikut menyoroti perlunya tindakan segera untuk membalikkan percepatan pemanasan global.
Lilly dikenal sebagai seorang single fighter yang mendukung pengurangan penggunaan plastik di Thailand. Dia telah berbicara dengan pejabat, bos perusahaan, dan pemimpin sipil dalam empat tahun terakhir tentang polusi yang disebabkan oleh plastik sekali pakai.
Usahanya telah berhasil menarik perhatian sebagian masyarakat pada limbah plastik yang mengkhawatirkan di Thailand, terbukti dari hasil advokasi yang dilakukannya mampu meyakinkan sebuah supermarket di Bangkok untuk berhenti menawarkan kantong plastik pada sehari dalam setiap minggunya.
Dalam sebuah wawancara dengan penulis melalui WhatsApp dan difasilitasi oleh keluarganya, Lilly mengatakan dia tidak yakin apakah dia harus menyebut dirinya seorang aktivis lingkungan karena dia merasa pekerjaannya lebih merupakan tanggung jawab:
“Saya merasa bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu terkait hal itu sekarang. Saya tidak tahu bahwa saya seorang pejuang lingkungan seperti yang Anda katakan. Saya hanya ingin melakukan sesuatu untuk membantu.
Keluarga saya selalu mengajari saya bahwa jika kita dapat melakukan sesuatu untuk membantu maka kita harus melakukannya. Saya melihat banyak masalah di mana kita tinggal dan saya tahu bahkan anak-anak seperti saya dapat berubah untuk melakukan sesuatu terkait hal itu, jadi saya melakukan itu.
Juga, tidak cukup hanya saya sendiri yang melakukan sesuatu. Setiap orang harus datang membantu juga. Pemerintah dan masyarakat dengan kekuasaan juga. Saya dapat memberi tahu orang lain untuk membantu dengan cara memberi tahu mereka tentang masalahnya dan mereka dapat melakukan sesuatu tentang untuk itu.”
Kepedulian Lilly terhadap lingkungan dipicu ketika dia melihat sampah plastik di pantai selama liburan keluarga ketika dia berusia delapan tahun. Dia juga sempat berbagi beberapa tantangan dan kesulitan yang temuinya saat menjangkau pihak otoritas dan pemimpin lainnya di masyarakat:
“Orang dewasa berpikir saya sedang mengerjakan pekerjaan rumah atau proyek sekolah. Mereka tidak menganggapku serius, tetapi aku terus mengirim email kepada mereka dan sekarang mereka menganggapku serius.
Saya melakukan pertemuan dengan mereka dan mempresentasikan ide-ide saya dan saya menunjukkan kepada mereka apa yang telah saya lakukan sejauh ini. Orang akan mengikuti saya bukan karena saya punya pendapat atau pengetahuan tentang sesuatu.
Orang-orang akan mengikuti saya karena saya melakukannya. Saya menunjukkan kepada mereka saya membuat perubahan.”
Dalam proses ini lilly juga mendapat dukungan penuh dari orang tuanya dan turut serta membantunya saat menulis pidato kepada PBB dan pejabat pemerintah.
“Awalnya saya pikir itu sekedar perilaku iseng anak-anak, tetapi Lilly bertahan, jadi saya memutuskan untuk mendukungnya.” Ungkap Ibunya, Sasie, yang juga mantan aktivis lingkungan.
Lilly adalah contoh yang sangat bagus untuk kaum muda di setiap negara. Membuat sebuah perubahan tentu tidak mudah, tetapi juga tidak sesulit yang terbayangkan.
Memulainya dari kesadaran diri kemudian mengajak keluarga terdekat untuk ikut memahami bahaya plastik dan mengurangi penggunaannya adalah langkah awal untuk menjaga keberlangsungan hidup.
Sumber: Globalvoice.org, AFP