BPOM Kembali Izinkan Vaksin AstraZeneca
Berita Baru, Jakarta – Setelah melakukan pengujian mutu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akhirnya kembali menerbitkan izin penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca bets CTMAV 547. Vaksin AstraZeneca bets (kumpulan produksi) CTMAV 547 itu sebelumnya diduga menimbulkan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
Sebagai bagian dari investigasi terhadap vaksin COVID-19 AstraZeneca bets CTMAV 547, telah dilakukan pengujian mutu vaksin berupa uji sterilitas dan uji toksisitas abnormal di Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN) BPOM.
Dalam pengujian itu, BPOM melibatkan sejumlah pihak seperti Komisi Nasional Pengkajian & Penanggulangan KIPI (Komnas PP KIPI), Komisi Daerah Pengkajian & Penanggulangan KIPI (Komda PP KIPI).
Dari hasil uji mutu yang diterbitkan pada 25 Mei 2021 itu, Badan POM menyimpulkan toksisitas abnormal dan sterilitas vaksin Covid-19 AstraZeneca bets CTMAV 547 memenuhi syarat mutu dan aman digunakan. “Berdasarkan hasil pengujian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada keterkaitan antara mutu vaksin COVID-19 Astrazeneca nomor bets CTMAV 547 dengan KIPI yang dilaporkan,” tulis BPOM dalam resminya, Rabu (26/5).
Badan POM memastikan akan melakukan pengawasan mutu vaksin COVID-19 pada saat sebelum diedarkan dengan penerbitan lot release dan saat di peredaran dengan melakukan pengambilan sampel dan pengujian mutu secara periodik.
Selain itu, bersama Kementerian Kesehatan RI dan Komnas PP KIPI, Badan POM juga terus memantau keamanan vaksin yang digunakan di Indonesia dan menindaklanjuti setiap Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi atau KIPI.
Kementerian Kesehatan menyambut baik hasil pengujian vaksin AstraZeneca CTMAV 547 yang telah dilakukan oleh Badan POM itu. “Pengujian ini merupakan wujud kehati-hatian pemerintah dalam menyediakan vaksin COVID-19. Dengan hasil ini maka penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca bets CTMAV 547 dalam program vaksinasi nasional COVID-19 bisa kembali dilanjutkan,” kata Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, Kamis (27/5/2021).
Menurut data dari Komnas KIPI, sampai saat ini belum ada kejadian orang yang meninggal dunia karena vaksinasi COVID-19 di Indonesia. Jika sebelumnya ada beberapa kasus kematian setelah vaksinasi COVID-19, penyebabnya bukan karena vaksin melainkan lebih karena faktor lain. Karenanya, bets lain dari vaksin AstraZeneca tetap terus didistribusikan, mengingat besarnya manfaat vaksinasi sebagai salah satu bentuk penanganan dari pandemi COVID-19.
Hal serupa juga disampaikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Obat-obatan Eropa (EMA). Sesuai kajian yang dirilis oleh EMA pada tanggal 7 April 2021, kejadian pembekuan darah setelah pemberian vaksin COVID-19 AstraZeneca termasuk kategori very rare/sangat jarang. Perbandingannya yakni kurang dari 1 per 10.000 kasus, karena dilaporkan terjadi 222 kasus pada pemberian 34 juta dosis vaksin (0,00065 persen).
Kejadian ini jauh lebih rendah dibandingkan kemungkinan terjadinya kasus pembekuan darah akibat penyakit COVID-19 sebesar 165 ribu kasus per 1 juta (16,5 persen).
Pemerintah pada pertengahan Mei lalu menyetop distribusi dan penggunaan vaksin AstraZeneca bets CTMAV 547. Vaksin bets tersebut sudah didistribusikan untuk TNI dan sebagian ke wilayah DKI Jakarta dan Sulawesi Utara.
Penghentian itu dilakukan karena adanya imbas dari kasus kematian Trio Fauqi Virdaus (22), asal Buaran, Jakarta. Trio meninggal setelah disuntik vaksin AstraZeneca, Kamis (6/5).
Sebelum meninggal, Trio dilaporkan sempat merasa demam setelah mendapatkan suntikan vaksin. Kemudian, kondisinya melemah dan masih demam. Ia dibawa ke rumah sakit dan dinyatakan meninggal sekitar pukul 12.30 WIB.
Adapun total bets CTMAV 547 saat ini berjumlah 448.480 dosis. Jumlah ini termasuk di dalam 3.853.000 dosis vaksin AstraZeneca yang diterima Indonesia pada 26 April 2021 melalui COVAX FFacility/World Health Organization (WHO).
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada bulan lalu mengatakan bahwa jadwal sekitar 100 juta dosis vaksin AstraZeneca mengalami penundaan. Saat rapat dengan Komisi Kesehatan DPR, Budi menyebutkan Indonesia akan menerima 20 juta dosis vaksin AstraZeneca melalui kesepakatan bilateral pada tahun 2021, alih-alih 50 juta dosis yang semula disepakati.