Usai Gencatan Senjata, Krisis Air Bersih Menimpa Penduduk Gaza
Berita Baru, Internasional – Setelah kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Palestina pada Jumat (21/5), masalah baru muncul melanda penduduk Jalur Gaza, Palestina, berupa krisis air bersih.
Penyebab terjadinya krisis adalah dua pipa penyalur utama air bersih di Jalur Gaza dilaporkan hancur terkena serangan bom Israel.
Mengutip laporan Middle East Monitor, serangan Israel menghancurkan dua pipa penyalur air bersih di kawasan Al-Saftawi. Pipa itu memasok air bersih bagi 200 ribu penduduk Gaza.
“Pemerintah Kota Gaza membenarkan pengeboman terhadap dua pipa penyalur air bersih, dan membuat penduduk mengalami krisis air bersih yang dialami kota ini akibat serangan yang menargetkan infrastruktur,” demikian isi pernyataan Pemerintah Kota Gaza. Saat ini mereka mencoba menyambungkan pipa air bersih itu untuk sementara.
Selain itu, serangan udara Israel juga menghancurkan jaringan utama kabel serat optik di Jalur Gaza. Hal itu membuat jaringan telepon dan internet di kota itu mengalami gangguan.
Menurut Perusahaan Telekomunikasi Palestina (Paltel), jika tingkat kerusakan jaringan kabel optik itu tidak berat, maka mereka bisa segera memperbaikinya. Namun, jika tingkat kerusakan cukup parah, maka mereka akan kesulitan dan butuh waktu lama untuk memperbaikinya.
Menurut keterangan Menteri Perumahan Hamas, sebanyak 16.800 rumah susun dan tapak di Jalur Gaza rusak berat akibat dihantam bom Israel. Dari jumlah itu, sebanyak 1.800 unit tidak layak untuk ditempati dan sekitar seribu unit rata dengan tanah.
Hamas menyatakan nilai kerugian akibat serangan Israel yang merusak sejumlah pabrik dan kawasan industri di Gaza ditaksir mencapai US$40 juta (sekitar Rp574 miliar).
Kerugian di sektor pertanian di Jalur Gaza meliputi peternakan, ladang dan perkebunan rumah kaca yang hancur akibat serangan Israel ditaksir mencapai US$27 juta (sekitar Rp387 miliar).
Menurut Perhimpunan Pengusaha Manufaktur Israel, nilai kerugian dalam aksi saling serang itu diperkirakan mencapai US$166 juta (sekitar Rp2.3 triliun). Jumlah itu dihitung dari kerugian proses produksi dan di luar faktor kerusakan pabrik akibat serangan roket milisi Palestina.
Padahal perekonomian Israel baru mencoba bangkit dari keterpurukan akibat segala pembatasan di masa pandemi virus corona.
Peperangan antara Israel dan milisi Palestina yang berlangsung selama sebelas hari sejak 10 Mei lalu menelan korban jiwa 232 penduduk Jalur Gaza. Sebanyak 65 orang di antaranya anak-anak.
Sementara penduduk Gaza yang luka-luka mencapai 1.900 orang.
Hamas yang memerintah di Jalur Gaza menyebut sejumlah kawasan di wilayah itu hancur lebur akibat serangan Israel. Mereka menyatakan sekitar 120 ribu penduduk terpaksa mengungsi.
Sedangkan jumlah korban tewas dari pihak Israel akibat serangan roket milisi Palestina dari Jalur Gaza tercatat sebanyak 12 orang.
Israel dan dua kelompok utama bersenjata di Gaza, Hamas dan Jihad Islam, menyetujui gencatan senjata senjata pada Kamis (20/5) kemarin.
Menurut pernyataan dari kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang dikutip AFP, kabinet sepakat dengan suara bulat menerima usulan gencatan senjata tanpa syarat dari Mesir.
Sedangkan kelompok Hamas dan Jihad Islam membenarkan mereka sepakat melakukan gencatan senjata dengan Israel. Mereka menyatakan gencatan mulai berlaku pada Jumat (21/5) pukul 02.00 waktu setempat.