Demo Anti Lockdown di Lebanon, Polisi Bentrok dengan Massa Aksi
Berita Baru, Internasional – Pada hari Rabu (27/1), para pengunjuk rasa di kota Tripoli, Lebanon, bentrok dengan polisi usai melakukan aksi unjuk rasa menentang penguncian wilayah.
Seperti dilansir dari Sputnik News, Kamis (28/1), polisi anti huru hara dan unit militer dikerahkan dengan cepat, meluncurkan tembakan gas air mata, meriam air, dan peluru karet.
Tercatat sebagai kota termiskin, warga Tripoli berbondong-bondong turun ke jalan untuk memprotes krisis ekonomi dan lockdown wilayah akibat virus Corona. Mereka mengaku hal tersebut cukup berdampak pada mata pencaharian mereka.
Menurut pernyataan dari Pasukan Keamanan Dalam Negeri Lebanon, 9 petugas penegak hukum terluka setelah para demonstran melemparkan granat tempur ke arah mereka, dengan satu orang terluka parah.
Palang Merah Lebanon mengatakan di Twitter bahwa pihaknya telah merawat 67 orang di tempat kejadian dan membawa 35 orang ke rumah sakit setempat.
“35 orang terluka telah dipindahkan ke rumah sakit di daerah itu sampai sekarang, dan 67 orang terluka telah dirawat di tempat kejadian.”
Para pengunjuk rasa berusaha memblokade jalan-jalan raya utama di kota dengan membakar ban dan wadah sampah, tetapi upaya tersebut dibatalkan oleh militer.
Baru-baru ini, pemerintah memperpanjang penguncian nasional hampir di seluruh wilayah di Lebanon yang awalnya dijadwalkan berakhir pada 25 Januari kini berubah hingga 8 Februari karena situasi virus korona yang semakin mengerikan di negara itu.
Lebanon mencatat lonjakan infeksi yang mulanya 2.000 kasus menjadi 6.000 kasus setiap hari. Hal ini sangat membebani infrastruktur perawatan kesehatan negara yang sudah lemah.
Lebanon telah mengalami krisis ekonomi paling parah dalam sejarah modernnya, dengan sektor perbankan yang membengkak dan korupsi pemerintah yang endemik menyebabkan mata uang jatuh 80 persen nilainya terhadap dolar AS.
Meningkatnya kemiskinan dan pengangguran telah mendorong orang-orang turun ke jalan, memicu gerakan oposisi besar pada Oktober 2019, tetapi meskipun dua pemerintah telah mengundurkan diri, hanya sedikit yang telah dilakukan untuk mengatasi akar penyebab krisis.