Masyarakat Adat Menolak Hadir Undangan Presiden Jokowi ke Istana
Berita Baru, Jakarta – Kelompok aktivis lingkungan hidup dan masyarakat adat menolak hadir undangan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ke Istana Negara pada Senin, 23 November 2020. Undangan Jokowi tersebut bertujuan untuk mendiskusikan isu lingkungan di Istana.
Mereka yang diundang oleh Jokowi antara lain, Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).
Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi menjelaskan, undangan itu disampaikan pada Kamis, 19 November 2020. Dalam undangan tersebut mereka disebut akan diterima oleh Jokowi pada Senin, 23 November 2020.
Namun, setelah melakukan konsultasi baik di internal di AMAN dan beberapa jaringan masyarakat adat lainnya, mereka memutuskan untuk tidak hadir. Mereka memilih absen karena Jokowi dianggap sudah tidak bisa diharapkan lagi dalam menjaga dan melindungi kelestarian lingkungan hidup.
“Karena ternyata disebut menerima, padahal kita tidak meminta untuk datang ke Istana. Menurut saya itu penting. Kemudian juga undangannya buru-buru dan buat kami yang khususnya tidak mempunyai akses gratis terhadap pemeriksaan-pemeriksaan Covid-19,” kata Rukka dalam konferensi pers, Selasa (24/11).
Meski demikian, AMAN serta masyarakat adat lainnya mengapresiasi bahwa Jokowi masih memikirkan untuk mengundang mereka.
Menurut Rukka, sikap Jokowi pada 2014 yang membentuk program Nawacita merupakan harapan baru bagi dirinya serta AMAN dan masyarakat adat yang lain. Namun menurut dia, hingga saat ini Jokowi sudah menunjukkan sikap tegas yaitu berpaling dari masyarakat adat dan memihak korporasi dan oligarki.
“Itu sudah jelas penanda utamanya adalah omnibus, penanda berikutnya adalah ketika omnibus sudah selesai langsung bicara seolah-olah seluruh Indonesia ini akan dibagi-bagi ke perusahaan ke korporasi, langsung bicara tentang sawit di Papua, yang menurut saya paling fatal adalah bicara tentang ketahanan pangan nasional,” ujar Rukka.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati menilai bahwa agenda pertemuan dalam undangan itu tidak jelas. Selain itu, Jokowi juga sudah dianggap tidak lagi memikirkan rakyat karena terus mengabaikan suara rakyat dalam Omnibus Law Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Karena tidak jelas menjadi alasan kuat kami tidak hadir, disahkannya omnibus law ini menjadi pukulan berat bagi masyarakat, sejak awal publik sudah dipinggirkan oleh pemerintah dan DPR dalam pembuatan UU ini,” kata Nur.
Nur juga menambahkan bahwa saat ini banyak kelompok-kelompok yang kritis terhadap UU Cipta Kerja sedang didekati oleh pemerintah dalam merumuskan aturan turunannya, modus tersebut dianggap sebagai upaya mengendorkan gerakan tolak omnibus law.
“Kami tidak mau upaya ini bisa memecah belah gerakan kami, dan dalam hal ini kami menyatakan kami masyarakat sipil masih solid, tidak bisa dipecah belah, mereka berusaha melibatkan kami dalam aturan turunan, tapi buat kami buat apa? induk dari aturan ini sudah bermasalah,” tegasnya.