PERGUNU Papua: Mendikbud tak sensitif
Berita Baru, Jakarta – Menyikapi persoalan dunia pendidikan Indonesia di masa pandemi covid 19 ini nyatanya tak segampang yang di bayangkan. Banyak persoalan pendidikan diarus bawah yang menjadi tantangan Mendikbud tak dapat diselesaikan dengan baik, simpang siur kebijakan bahkan statment Mendikbud yang juatru membuat masyarakat gusar. Sebagai contoh persoalan PPDB Online yang carut marut, Kebijakan Organisasi Penggerak yang syarat kepentingan, belum lagi konsep Merdeka Belajar yang sesungguhnya tak merdeka.
Pantas saja jika para tokoh dan penggiat pendidikan Indonesia,Salah satunya Prof. Azyumardi Azra memberikan raport merah kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.
Ketika dikonfirmasi terkait pandangannya terhadap kinerja Mendikbud, Fitri Haryadi ( Ketua PW PERGUNU Papua) menyampaikan bahwa ‘kami dari Papua menangkap aspirasi anggota dan masyarakat, bahwa berkeberatan dengan pernyataan Menteri Pendidikan tentang PJJ yang hendak dipermanenkan.
Pernyataan ini menunjukkan kurang sensitifnya pemangku kebijakan pendidikan nasional, seolah hanya berpihak pada masyarakat yang daerahnya punya asupan listrik dan internet yang lancar’.
Mengingat visi-misi Presiden “membangun dari desa”, maka Mendikbud dalam komunikasi kepada publik wajib menggunakan narasi itu, walaupun ia juga diembani dengan misi pengarusutamaan TIK dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pengarusutamaan TIK harus dikomunikasikan dengan narasi yang tidak meresahkan masyarakat marginal, yaitu disertai dengan meyakinkan masyarakat bahwa pemerintah tidak menganaktirikan mereka, bahwa pemerintah punya program alternatif untuk masyarakat marginal yang tidak mampu mengikuti PJJ berbasis TIK. Kalau memang ada program alternatif itu.
Dugaan kita karena Mas Nadiem tak melihat langsung kondisi kita dibawah, jadi ndak paham beliau mengurus subtansinya. Wah panjang, belum lagi kita bahas insfrastruktur pendidikan yang masih memprihatinkan.
Kami berharap Mas Nadiem sekali kali turun ke sekolah-sekolah di daerah kami, saya jamin ambyar.