Peneliti: Perjanjian Iran-Suriah akan Perkuat Pertahanan Udara Suriah di Tengah Serangan Israel
Berita Baru, Internasional – Pada hari Rabu (8/7), Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Iran, Mayor Jenderal Mohammad Bagheri dan Menteri Pertahanan Suriah Ali Abdullah Ayyub menanda tangani kesepakatan di mana Iran akan membantu memperkuat pertahanan udara Suriah, penguatan hubungan militer dan meningkatkan koordinasi konstan antara kedua pihak.
Bagheri mengatakan Iran terhadap pertahanan udara Suriah bertujuan untuk meningkatkan kecepatan kerjasama pertahanan antara kedua pihak. Banyak pihak melihat perjanjian itu berarti akan ada peningkatan kehadiran militer Iran di Suriah untuk melindungi serangan agresif dari Israel.
“Iran telah mendukung Suriah dalam perang melawan kelompok-kelompok teroris sejak awal konflik internal pada 2011 dengan mengirimkan penasihat militer, anggota IRGC, dan sukarelawan untuk memperkuat angkatan bersenjata Suriah. Tetapi tidak pernah ada kehadiran militer Iran yang besar,” ujar peneliti senior di Institut Studi Oriental di Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, Boris Dolgov, kepada Sputnik.
Dolgov mengatakan Iran membantu menciptakan sejumlah formasi bersenjata, termasuk tentara rakyat dengan 50.000 peserta, dan memberikan dukungan finansial dan organisasi untuk membuatnya.
Mengomentari kesepakatan Iran-Suriah kemarin, Doglov berkomentar bahwa perjanjian tersebut memperluas bentuk kerja sama militer-teknis saat ini di Suriah.
“Itu bertujuan meningkatkan perang melawan kelompok-kelompok teroris yang beroperasi di Suriah. Penguatan pertahanan udara adalah aspek penting dari itu. Angkatan Udara Israel masih menyerang fasilitas militer Suriah, yang sebagian digunakan oleh pasukan Iran. Perjanjian itu justru bertujuan memperkuat sistem pertahanan udara untuk melawan serangan agresif ilegal ini,” jelas Doglov.
Di samping itu, Dolgov percaya bahwa perjanjian Iran-Suriah tidak akan memaksa pasukan asing ilegal untuk meninggalkan Suriah, dalam hal ini diwakili oleh AS dan sekutunya. Namun, akan semakin memanaskan suasana.
“Secara resmi, hanya Rusia dan Iran yang ikut serta dalam menyelesaikan konflik Suriah dan mendukung tentara Suriah atas permintaan pemerintah Suriah yang sah. Kelompok bersenjata lainnya hadir dan bertindak di Suriah secara ilegal. Saya berbicara tentang Turki, Amerika Serikat, dan dalam beberapa hal bahkan Israel. Negara-negara ini tidak memiliki perjanjian yang relevan dengan Suriah, juga tidak memiliki mandat PBB untuk berada di Suriah,” terang Dolgov.
Langkah AS kemudian, ramal Dolgov, akan mengeluarkan kampanye anti-Iran dan anti-Suriah, atau bahkan sanksi kepada kedua negara itu. Dan pasukan AS yang sudah di Suriah akan menghadapi mereka, termasuk aksi militer.
“Oleh karena itu, perjanjian Iran-Suriah tidak akan memaksa angkatan bersenjata ini untuk mundur.”
Sementara itu, terkait peran Rusia di Suriah, keikut sertaan Iran di Suriah tidak akan mengganggu kerjasama teknis militer Rusia-Suriah yang sudah berlangsung lebih dulu. Malahan, akan memperkuat pasukan Iran-Rusia-Suriah dalam perang melawan musuh bersama.
Sementara itu, ilmuan politik Iran dan Timur Tengah dan peneliti di Universitas Teheran sekaligus mantan kepala TV Nasional Iran, Hossein Royvaran mengatakan hal senada dengan Dolgov, bahwa perjanjian itu tidak akan mempengaruhi hubungan Iran-Rusia sejak Pemerintah Rusia mendukung pemerintah Suriah.
“Rusia akan menghargai peningkatan dukungan Iran untuk memperkuat Suriah, dan kemungkinan besar akan mendukung kerja sama ini,” kata Royvaran.
Royvaran menunjukkan bahwa posisi pasukan Iran di Suriah juga tidak akan berubah, karena Iran tidak ingin membuat pangkalan militernya sendiri di Iran. Ia juga percaya bahwa perjanjian Iran-Suriah tidak akan mempengaruhi hubungan Iran dengan negara-negara lain karena kerja sama ini merupakan perjanjian formal.
“Karena perjanjian tersebut tidak memperkenalkan perubahan dalam hubungan antara kedua negara, itu tidak akan secara signifikan mempengaruhi hubungan Iran dengan negara-negara lain. Kerjasama militer antara Iran dan Suriah telah ada selama beberapa tahun. Kedua negara menandatangani perjanjian kerja sama militer dan ekonomi bahkan sebelum krisis Suriah; perjanjian baru menambahkan konten spesifik untuk kerja sama antara kedua negara,” terang Royvaran.
Karena itu, menurut Royvaran orang akan menganggap perjanjian ini sebagai kelanjutan dan pengembangan dari kerja sama bertahun-tahun; dan tampaknya kerja sama hanya akan berkembang dengan perjanjian baru ini.
“Dalam konteks ini, kemungkinan reaksi Israel tidak terlalu penting bagi Iran. Israel tidak dapat menentukan kebijakan dua negara merdeka,” imbuh Royvaran.