Gubernur Anies Terbitkan Izin Perluasan Dufan dan Ancol 155 Hektar, KIARA: Cacat Hukum
Berita Baru, Jakarta – Pada 24 Februari 2020 Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020 tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) Seluas ±35 Ha Dan Kawasan Rekreasi Taman Impian Ancol Timur Seluas ±120 Ha.
Di hadapan awak media, Gubernur Anies masih sebatas menjanjikan untuk memberikan penjelasan secara lengkap terkait Kepgub tersebut.
Kebijakan tersebut mendapatkan tanggapan cukup serius dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA).
Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati menegaskan bahwa pemberian izin perluasan reklamasi untuk kawasan rekreasi di Pantai Ancol seluas 155 hektar merupakan ironi kebijakan Gubernur DKI Jakarta yang pernah berjanji akan menghentikan proyek reklamasi Teluk Jakarta, tetapi faktanya malah memberikan izin kepada PT Pembangunan Jaya Ancol, setelah sebelumnya mengeluarkan lebih dari 900 IMB untuk bangunan di Pulau D yang konsesinya dimiliki oleh PT Kapuk Niaga Indah.
Lebih jauh, Susan menyatakan, Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 237 Tahun 2020 memiliki kecacatan hukum karena hanya mendasarkan kepada tiga Undang-Undang yang terlihat dipilih-pilih, yaitu: pertama, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia; kedua, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; dan ketiga, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
“Ketiga Undang-Undang tersebut, terlihat dipilih oleh Anies Baswedan karena sesuai dengan kepentingannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Padahal di dalam pengaturan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, ada Undang-Undang spesifik yang mengatur hal ini, yaitu UU No. 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Kenapa UU tersebut tidak dijadikan dasar oleh Anies?” tanya Susan.
Pemberian izin reklamasi untuk perluasan kawasan rekreasi di Pantai Ancol, lanjut Susan, hanya akan memperkuat praktik komersialisasi kawasan pesisir di Teluk Jakarta yang tidak sejalan dengan UU No. 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014 dan juga Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 tahun 2010. “Kawasan pantai, pesisir, dan perairan adalah milik seluruh warga negara Indonesia. Siapapun berhak untuk mengakses. Pemberian izin ini akan memaksa orang yang mau masuk dan mengakses kawasan ini harus membayar. Inilah praktik komersialisasi yang harus dilawan,” ungkapnya.
Tak hanya itu, tambah Susan, Pemberian izin reklamasi untuk perluasan kawasan rekreasi ini jelas-jelas akan mendorong kerusakan kawasan perairan Ancol serta kawasan tempat pengambilan material pasir untuk bahan pengurukan.
“Reklamasi untuk perluasan Pantai Ancol akan semakin memperparah kerusakan dua kawasan sekaligus, kawasan perairan Ancol di Teluk Jakarta dan lokasi tempat pengambilan material pasir. Ekosistem perairan semakin hancur, ekosistem darat akan mengalami hal serupa. Inilah salah satu bahayanya reklamasi,” pungkas Susan