Migran Papua Meminta Presiden Meninjau Kembali Perppu Otonomi Khusus Papua
Berita Baru, Jakarta – Beredarnya rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, mendapat respon dari Migran Papua.
Lembaga yang mendorong penghormatan, pengakuan dan keberpihakan terhadap orang melanesia Papua ini, menilai pemerintah lebih fokus melakukan perubahan pada aspek keuangan. Padahal di Parlemen juga telah didorong pembahasan RUU Perubahan Otonomi Khusus yang telah masuk Program Legislasi Nasional 2020.
Koordinator Migran Papua, Nerius Damianus Sai menyampaikan bahwa Perppu Otonomi Khusus Papua tidak menjawab apa yang diinginkan oleh orang Papua.
Menurutnya, keuangan bukan satu satunya kebijakan yang menjawab masalah otonomi khusus di Tanah Papua. Terdapat masalah lain yang penting untuk dibahas dan dituangkan dalam Perubahaan Otonomi khusus yaitu penguatan kewenangan dari Undang Undang ini.
“Selama Undang-Undang ini terbit, kewenangan daerah dipangkas dan cenderung diambil alih oleh Pusat. Contoh pada sektor perizinan, Izin masih diterbitkan oleh Pemerintah Pusat dan masih berpedoman kepada Undang Undang Sektoral bukan Undang Undang Otonomi Khusus,” terang Nerius lewat keterangan tertulis, Senin (15/6).
Sementara itu, Inisiator Platform Migran Papua, Sulfianto Alias menyampaikan bahwa Perppu merupakan inisiatif eksekutif dan tidak melalui proses pembahasan di parlemen. Kebijakan ini cukup lemah dan tidak pro rakyat terutama oang asli papua. Dalam Undang Undang otsus itu sendiri ada mekanisme evaluasi dan perubahan undang undang, seharusnya pemerintah pusat melihat ini.
“Oleh karena itu Migran (Papua) Hadir sebagai bentuk solidaritas dan keberpihakan terhadap orang asli papua meminta Presiden untuk meninjau kembali Rancangan Perppu tersebut dan meprioritaskan evaluasi menyeluruh dan dialog dengan rakyat papua untuk mewujudkan Otsus yang lebih baik,” paparnya.
Adapun sikap Migrant Papua terkait Perppu Otonomi Khusus Papua, yaitu meminta kepada:
- Presiden Joko Widodo untuk menghentikan proses pembahasan Perppu Otonomi Khusus bagi Papua dan fokus dalam melakukan evaluasi menyeluruh dan membangun dialog dengan rakyat Papua.
- Majelis Rakyat Papua dan Papua Barat untuk memfasilitasi dialog dengan Pemerintah pusat untuk mendorong kebijakan otonomi khusus yang lebih baik.
- Gubernur Papua dan Papua Barat untuk segera melakukan percepatan penetapan anggota DPR Provinsi jalur otonomi khusus agar sehingga anggotanya dapat mengawal kebijakan otonomi khusus.