Inggris Tidak Mungkin Memperpanjang Masa Transisi Pasca-Brexit
Berita Baru, Internasional – Inggris meninggalkan Uni Eropa pada tanggal 31 Januari. Dan diskusi antara Inggris-Uni Eropa pasca-Brexit yang membahas perdagangan, pertanian, keamanan dan sebagainya telah dimulai sejak Februari.
Pada hari Senin (11/5), diskusi kembali dilakukan untuk membahas masalah-masalah utama, yang terpaksa dilakukan via daring karena pandemi virus korona. Perundingan kali ini merupakan kali yang ketiga.
Namun pertemuan kali ini mengalami lebih banyak tekanan karena bulan depan merupakan puncak diskusi nasib Inggris pasca-Brexit.
Pandemi COVID-19 diakui memang memperlambat negosiasi. Namun, PM Boris Johnson mengatakan bahwa Inggris tidak akan menyetujui perpanjangan masa transisi yang akan berakhir pada 31 Desember 2020. Bahkan jika Uni Eropa meminta hal tersebut.
Dalam perundingan ketiga ini, sedikit lebih keras karena masing-masing pihak mempunyai perbedaan prioritas.
Di satu sisi, Inggris berharap untuk meningkatkan kecepatan dalam mengamankan perjanjian perdagangan dan memprioritaskan isu-isu seperti transportasi udara, energi dan penegakan hukum.
Di sisi lain, pihak Uni Eropa yang diwakili oleh Brussel lebih berharap untuk mendorong kesepakatan mengenai akses ke perairan perikanan Inggris.
Uni Eropa telah menegaskan bahwa semua masalah utama harus diperlakukan secara paralel.
Seorang pejabat Uni Eropa mengatkan kepada Financial Times, “Kita perlu melihat bahwa ada kemauan di pihak Inggris untuk membuat kemajuan, tapi kami sangat kecewa dengan sikap mereka dalam putaran terakhir [diskusi] … “Kita perlu melihat kemajuan secara paralel di semua bidang, kalau tidak diskusi akan melambat.”
Namun Inggris menolak saran dari Uni Eropa tersebut. Inggris kemudian mengatakan bahwa Uni Eropa membuat tuntutan yang tidak diharuskan dari mitra dagang lainnya.
Di bulan Maret, Uni Eropa telah menerbitkan draft perjanjian yang mencakup keseluruhan hubungan masa depan Inggris dan Uni Eropa. Namun, Inggris mengirimkan draft dalam potongan-potongan.
Menganggapi itu, David Frost selaku perwakilan negosiator Inggris mencuit di akun Twitter resminya pada hari Sabtu (9/5) bahwa Inggris telah menerbitkan draf Free Trade Agreement (FTA) secara lengkap.
Dalam draft FTA itu, berisi beberapa perjanjian termasuk tentang Transportasi udara, Keamanan udara, Kerjasama nuklir sipil, Kerjasama energi, Penegakan hukum, Keamanan sosial, dan juga Perjanjian Kerangka Kerja Perikanan.
PM Boris Johnson telah mengatakan bahwa Inggris akan menolak perjanjian yang berlaku dalam jangka waktu yang panjang. Ia bersikeras bahwa durasi perjanjian haruslah bersifat tahunan.
Di samping itu, PM Boris Johnson sendiri telah beberapa kali menolak tuntutan Uni Eropa dalam bidang pekerjaan, lingkungan dan sebagainya.
Financial Times melaporkan bahwa Uni Eropa mengatakan kesepakatan perdagangan harus dinegosiasikan ulang pada bulan Oktober agar bisa menjadi perjanjian resmi sebelum perode transisi berakhir.
Diskusi Inggris dengan Uni Eropa pasca-Brexit berukutnya dijadwalkan berlangsung pada 1 Juni.
Periode transisi pasca-Brexit akan berakhir pada tanggal 31 Desember.
Perwakilan negosiator dari UE mengatakan bahwa UE kini telah menerima bahwa Inggris tidak mungkin akan meminta perpanjangan masa transisi pasca-Brexit, meskipun ada risiko Inggris tersingkir dari pasar Eropa.