Mendagri Sebut Sumsel Perlu Terapkan PSBB
Berita Baru, Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M. Tito Karnavian, menyatakan provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) sudah perlu menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
PSBB diperlukan dalam upaya pencegahan penyebaran virus Covid-19 supaya tidak lebih luas.
“Sudah perlu. Bukan hanya di Sumsel saja, menurut saya hampir semua daerah yang dianggap rawan harus terapkan PSBB,” kata Mendagri, dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/4)
Mendagri mengatakab Sumsel masuk kategori rawan penularan Covid-19 sebab letak geografisnya bukan seperti wilayah provinsi seperti Bangka Belitung, Kepulauan Riau, maupun Bali yang berbentuk kepulauan.
Ketiga provinsi tersebut pun proses isolasinya tergolong mudah karena merupakan wilayah kepulauan.
“Kalau di Sumsel bisa dilihat dikelilingi oleh Jambi, Lampung, Bengkulu dari mana-mana bisa langsung masuk ke Sumsel. Jadi, sangat mudah tertular. Kita tidak tahu orang masuk dari mana ,” ujarnya.
Mendagri menegaskan sudah kerap berkomunikasi dengan gubernur Sumsel, namun belum menyinggung masalah PSBB di Sumsel.
“Komunikasi sudah banyak, saya sering WA dengan gubernur tapi belum bahas soal PSBB,” ungkapnya..
Untuk penerapan PSBB, lanjut Mendagri harus berdasarkan kajian mendalam atau diperlukan untuk kota-kota yang (pravelensinya) itu tinggi.
Pravelensi merupakan jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah.
Mendagri menerangkan, PSBB bentuknya adalah melarang kegiatan kerumunan sosial. PSBB pun berbeda dengan karantina wilayah atau (lockdown).
“PSBB ini jalan tengah. Kenapa lockdown tidak dilakukan? Risikonya adalah, satu, ekonomi yang akan terdampak. Orang tinggal rumah, restoran tutup, hotel dan pabrik terdampak,” urainya.
Menurutnya, PSBB sebetulnya adalah istilah lain dari social distancing atau mencegah kerumunan dan bukan physical distancing (menjaga jarak fisik).
Kegiatan yang sifatnya mencegah terjadinya kerumunan massa, seperti kantor tidak boleh lagi adakan kegiatan apel dan sekolah tidak boleh lagi jalankan proses pembelajaran.
“Tapi, sepanjang bisa jaga jarak tidak apa-apa. Misalnya rapat untuk 20 orang harus jaga jarak minimal 2 meter. Ruangan jangan pakai AC, jendela harus dibuka supaya ada sirkulasi udara karena supaya partikel kecil virus akan terbang,” tambahnya.
Sebelumnya, Kemendagri menyatakan total dana pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang telah direalokasi untuk penanganan dan penanggulangan Covid-19 mencapai Rp56,57 triliun.
“Dari total alokasi anggaran Covid-19 ini dialokasikan untuk tiga pos alokasi, yakni untuk penanganan kesehatan, penanganan dampak ekonomi, dan penyedia jaring pengaman sosial,” kata Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Mochammad Ardian Noervianto.
Menurutnya, untuk alokasi penanganan kesehatan, jumlah anggaran berjumlah Rp24,10 triliun atau 42,60 persen dari total anggaran penanganan Covid-19.
Sementara itu, untuk penanganan dampak ekonomi, anggaran yang dialokasikan sejumlah Rp7,13 triliun atau 12,60 persen dari total anggaran.