Meski Dilarang, California Tetap Gunakan Drone Buatan Cina untuk Patroli
Berita Baru, Internasional – Sebelumnya, sebagai balasan dari isu terkait penggunaan drone buatan Cina yang digunakan oleh Amerika, Departemen Dalam Negeri AS mengeluarkan 810 pesawat karena merasa khawatir bahwa peralatan buatan Cina dapat menjadi alat spionase untuk pemerintah Cina.
Menurut Financial Times pada tanggal 20 Maret, Departemen kepolisian California dilaporkan berencana menggunakan drone buatan Cina untuk memantau karantina wilayah terkait pandemi virus korona.
Departemen Kepolisian daerah Chula Vista baru-baru ini mengakuisisi dua pesawat tanpa awak (drone) dari perusahaan DJI Cina. Dua pesawat tanpa awak itu dilengkapi dengan kamera modus malam (night vision) dan pengeras suara senilai 11.000 dollar. Perusahaan DJI Cina sendiri merupakan produsen terkemuka kendaraan udara tak berawak komersial.
Departemen Kepolisian pertama kali mulai menggunakan drone untuk situasi darurat pada Oktober 2018, dan sekarang pihaknya menggandakan jumlah drone untuk situasi darurat virus korona.
“Kami belum memasang pengeras suara pada drone kami, namun ~ jika kami perlu menutup area yang luas untuk mengeluarkan peringatan, atau jika ada kerumunan di suatu tempat yang butuh untuk dibubarkan, kami dapat melakukannya tanpa meminta petugas polisi terlibat.~ Pandemi virus korona telah mengubah pandangan saya untuk memperluas program secepat yang saya bisa,” ujar Kapten Vern Sallee.
Sallee menambahkan bahwa drone juga akan berguna untuk menyebarkan pesan tentang tingkat keparahan virus korona kepada mereka yang tidak memiliki cara lain untuk menerima informasi, seperti pada para tunawisma di kota.
“Kami perlu memberi tahu mereka bahwa kami benar-benar memiliki sumber daya untuk mereka [para tunawisma, red]. Mereka rentan saat ini. Mungkin tidak praktis atau tidak aman bagi petugas kami untuk ditempatkan di area itu,” tambah Sallee.
Lebih lanjut, Financial New menyebut bawha Sallee, yang telah bekerja dengan Federal Aviation Administration (FAA), mengatakan agar meningkatkan penggunaan drone di tengah pandemi virus korona, dengan mengatakan:
“Krisis ini bisa menjadi katalis untuk memacu FAA agar membebaskan sumber daya dengan lebih cepat.”
Di tengah situasi yang bergejolak saat ini, perusahaan pesawat tak berawak AS telah didesak untuk ikut menangani situasi.
“Apa yang kami lihat di Cina, dan apa yang mungkin akan kami lihat di seluruh dunia, adalah menggunakan pesawat tanpa awak dengan kamera dan pengeras suara untuk terbang berkeliling untuk melihat apakah orang-orang berkumpul di tempat yang tidak seharusnya, dan menyuruh mereka pulang. Tampaknya sedikit Orwellian, tetapi ini bisa menyelamatkan nyawa,” ujar Spencer Gore, kepala eksekutif perusahaan pesawat tak berawak berbasis di AS Impossible Aerospace.
Persepsi Ancaman Keamanan Siber
Ini terjadi ketika para pejabat AS terus-menerus memperingatkan bahwa pesawat tanpa awak buatan Cina dapat menimbulkan ancaman bagi Amerika Serikat.
Departemen Dalam Negeri AS (DOI) untuk sementara menurunkan lebih dari 800 drone pada tanggal 29 Januari, dengan alasan risiko keamanan dunia maya yang dirasakan.
David Bernhardt sebagai Sekretaris Dalam Negeri menandatangani secara resmi perintah terbuka untuk menstop drone yang hampir tiga bulan sebelumnya ia pesan. Bernhardt mengatakan bahwa informasi dan data yang dikumpulkan selama drone mengudara dan beroperasi dapat “berharga bagi entitas, organisasi, dan pemerintah asing.”
Perusahaan DJI, raksasa drone Cina, dalam tanggapannya mengeluarkan pernyataan yang mengatakan “sangat kecewa” dengan keputusan Departemen Dalam Negeri.
“Kami menentang motivasi politis pembatasan asal negara, yang menyamarkan diri sebagai masalah keamanan siber,” ujar DJI dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan di situsnya.
Langkah yang diambil oleh DOI muncul hanya beberapa bulan setelah sebelumnya memvalidasi drone “keamanan tinggi” perusahaan Cina selama periode pengujian 15 bulan.
Kantor berita Fortune menulis, DOI menggunakan armada 810 drone dengan setidaknya 15 persen diproduksi seluruhnya oleh DJI yang berbasis di Shenzhen, sedangkan sisanya semuanya dibuat di Cina atau mengandung bagian-bagian buatan Cina.
Perusahaan Cina DJI memiliki monopoli global dalam pembuatan drone. Pada tahun 2018 ia memegang 74 persen pangsa pasar dunia dalam kendaraan udara tak berawak komersial, dengan unit militer dan polisi Prancis, Belanda, Jerman, dan Inggris secara luas menggunakan mesin mereka untuk misi pengamatan dan inspeksi.
Perkembangan ini muncul karena pandemi virus korona telah meningkat secara dramatis di seluruh AS.
Pada hari Senin (23/3), Jerome Adams sebagai Ahli Bedah Umum AS memperingatkan bahwa dalam minggu ini pandemi virus korona “akan menjadi buruk.” Beberapa negara juga melakukan serangkaian langkah-langkah ketat untuk mengekang penyebaran, termasuk penutupan semua bisnis yang tidak penting.
Menurut pelacakan Universitas Johns Hopkins, ada lebih dari 46.400 kasus COVID-19 yang dikonfirmasi di AS, dengan jumlah kematian saat ini mencapai 590 orang.
Sumber | Sputnik News |