Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Komnas Perempuan
Warga membentangkan poster tuntutan saat unjuk rasa di depan Gedung Pengadilan Negeri, Kediri, Jawa Timur, Kamis (2/6/2022).(ANTARA/Prasetia Fauzani )

Komnas Perempuan Tegaskan Pentingnya Kerja Lintas Sektor untuk Pencegahan dan Penanganan KDRT



Berita Baru, Jakarta – Dalam peringatan Hari Ibu yang juga bertepatan dengan peluncuran hasil kaji cepat dua dekade implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menegaskan pentingnya upaya lintas sektor untuk memenuhi hak korban kekerasan dan mencegah kekerasan terhadap perempuan.

Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, dalam siaran persnya yang terbit pada Selasa (24/12/2024) menyampaikan, “Dalam dua puluh tahun terakhir, kasus KDRT paling banyak dilaporkan, terutama kekerasan terhadap istri. Berdasarkan data Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan, setiap jam sekurangnya ada tiga perempuan yang menjadi korban kekerasan.”

Andy menekankan bahwa UU PKDRT menjadi salah satu tonggak penting dalam perjuangan hak perempuan, dengan membongkar dikotomi antara ranah privat dan publik serta mendesak perspektif hukum yang lebih berorientasi pada korban. “Kemajuan-kemajuan dalam penanganan kasus serta pencegahan KDRT perlu terus kita teguhkan sebagai agenda bersama untuk Indonesia yang aman, adil, dan bermartabat,” lanjutnya.

Hasil kajian mencatat sebanyak 582.780 laporan kekerasan terjadi di ranah personal sejak UU ini disahkan, dengan 94% di antaranya adalah kekerasan terhadap istri. Dari data yang dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan antara 2019-2023, bentuk kekerasan didominasi oleh kekerasan psikologis (50%), fisik (31%), penelantaran ekonomi (16%), dan kekerasan seksual (3%).

Era digital juga memperburuk situasi dengan munculnya Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS), di mana pelaku memanfaatkan teknologi untuk mengontrol korban bahkan setelah perpisahan.

Komisioner Theresia Iswarini menambahkan, korban KDRT dalam perkawinan yang belum tercatat menghadapi hambatan besar dalam pemulihan karena sering kali diabaikan dari perlindungan sesuai UU PKDRT. “UU PKDRT tidak mensyaratkan pencatatan perkawinan, sehingga tetap bisa digunakan dalam kasus perkawinan tidak tercatat,” jelasnya.

Komnas Perempuan mencatat beberapa kemajuan penting, seperti pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) yang kini mencapai 60% di tingkat daerah serta pembentukan Direktorat PPA PPO untuk memperkuat struktur penanganan KDRT.

Namun, Komisioner Dewi Kanti menekankan perlunya penguatan jumlah dan kapasitas Aparat Penegak Hukum (APH) serta lembaga layanan. “Peningkatan mekanisme deteksi dini femisida dan sistem perlindungan responsif sangat krusial. Dukungan komunitas dalam pendampingan korban juga menjadi kunci keberlanjutan,” tegas Dewi.

Komnas Perempuan merekomendasikan revisi kebijakan, termasuk PP Nomor 4 Tahun 2006, penyusunan pedoman tentang mediasi dan restorative justice, serta pengembangan sistem layanan terpadu. Kajian mutakhir juga diperlukan untuk memahami spektrum isu KDRT yang terus berkembang. Peringatan ini menutup rangkaian Hari Ibu dengan tema “Berteguh Maju Bagi Korban,” mengajak seluruh pihak untuk terus bekerja sama membangun sistem pencegahan dan penanganan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.