Titik Balik Terusan Panama: Kisah Perjuangan Panama Meraih Kedaulatan
Berita Baru, Panama City – Presiden Panama, José Raul Mulino, dengan tegas menanggapi ancaman terbaru dari presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, yang mengusulkan untuk mengambil alih kendali atas Terusan Panama. Mulino menekankan bahwa kedaulatan dan kemerdekaan Panama tidak dapat dinegosiasikan.
“Saya ingin menyatakan dengan tegas bahwa setiap meter persegi Terusan Panama dan wilayah sekitarnya adalah milik Panama, dan akan tetap menjadi milik Panama,” tulis Mulino dikutip dari laman Xinhua News pada Selasa (24/12/2024). “Setiap warga Panama, di sini atau di mana pun di dunia, menyimpannya di dalam hati mereka, dan itu adalah bagian dari sejarah perjuangan dan penaklukan kita yang tak dapat diubah lagi,” tambahnya.
Pembangunan Terusan Panama, yang menghubungkan Samudra Atlantik dengan Samudra Pasifik, dimulai di bawah kendali AS pada 1904 dan selesai pada 1914. Namun, kontrol penuh AS atas kanal ini hanya berakhir pada tahun 1999, setelah Perjanjian Torrijos-Carter, yang disepakati oleh Presiden AS Jimmy Carter dan pemimpin Panama, Jenderal Omar Torrijos. Mulai 31 Desember 1999, Panama mengambil alih penuh kendali atas terusan tersebut, menandai dimulainya era baru bagi negara tersebut.
Sejarawan Panama, Marixa Lasso, menjelaskan bagaimana AS memainkan peran penting dalam pemisahan Panama dari Kolombia pada 1903 untuk memastikan kontrol atas kanal tersebut. “Untuk membangun kanal tersebut, AS membantu Panama memperoleh kemerdekaan dari Kolombia, dengan demikian memecah belah republik saudara demi mewujudkan perjanjian kanal yang melindungi kepentingan AS,” tulis Lasso dalam bukunya Erased: The Untold Story of the Panama Canal.
Meskipun kanal tersebut dirampungkan pada 1914, ketegangan antara Panama dan AS terus berlanjut, dengan AS mempertahankan dominasi militernya atas zona kanal, yang beroperasi sebagai “negara di dalam negara.” Pada 1964, insiden “Protes Bendera” yang mengarah pada bentrokan kekerasan antara pasukan AS dan warga Panama memperburuk hubungan kedua negara. Federico Alvarado, salah seorang saksi protes tersebut, mengenang, “Selama empat hari, pasukan AS menembaki para demonstran, mengakibatkan lebih dari 20 orang tewas dan ratusan lainnya terluka parah.”
Namun, perjuangan Panama mencapai titik balik pada 1977, dengan penandatanganan Perjanjian Torrijos-Carter, yang menetapkan bahwa Terusan Panama akan diserahkan kembali kepada Panama pada 1999. “Kami tidak pernah dan tidak akan pernah menjadi negara asosiasi, koloni, atau protektorat,” kata Torrijos saat itu dalam pidatonya di PBB.
Perjuangan tersebut berlanjut dengan invasi AS ke Panama pada 1989, yang bertujuan untuk menangkap penguasa Panama, Manuel Noriega. Namun, banyak warga Panama merasa bahwa invasi tersebut lebih berfokus pada penghancuran pasukan pertahanan mereka daripada masalah yang dihadapi oleh Noriega. “Invasi tersebut bertujuan untuk menghancurkan semua tuntutan masa lalu dan martabat nasional kami,” ujar Rolando Murgas, presiden Komisi 20 Desember.
Pada 31 Desember 1999, Panama akhirnya mengambil alih penuh Terusan Panama, mengibarkan bendera Panama menggantikan bendera AS, yang menandai berakhirnya hampir seratus tahun dominasi asing. Jorge Luis Quijano, mantan administrator Terusan Panama, menggambarkan peristiwa tersebut sebagai momen bersejarah: “Bagi dunia, hari itu hanyalah hari biasa, namun bagi rakyat Panama, itu adalah hari yang sangat penting.”
Kini, Terusan Panama tetap menjadi saluran perdagangan global yang vital, menangani sekitar 5 persen dari perdagangan maritim dunia. Meskipun demikian, perjalanan panjang Panama untuk meraih kedaulatan tetap dikenang dengan penuh rasa bangga oleh warga Panama. Di Museum Terusan Panama, sebuah bendera yang dirobek saat Protes Bendera 1964 dipajang, mengingatkan para pengunjung tentang pengorbanan yang dilakukan demi meraih kemerdekaan.
“Siapa yang menyebar bendera, akan menuai kedaulatan,” tulis kalimat yang tercantum pada benda pameran tersebut, menggambarkan semangat perjuangan rakyat Panama. Seperti yang disampaikan oleh Julio Yao, mantan penasihat kebijakan luar negeri Panama, perjuangan Panama menggambarkan kebangkitan wilayah yang sebelumnya terbelakang dan tercengkeram oleh dominasi asing. “Saya rasa ada alasan untuk merasa optimistis,” kata Yao, mencerminkan kebanggaan yang tumbuh di negara yang kini berdiri sebagai simbol ketahanan dan kedaulatan di kawasan Global South.