Pameran Seni Yos Suprapto Dibredel, LBH Jakarta: Ini Pelanggaran HAM dan Tidak Demokratis
Berita Baru, Jakarta – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengecam keras pembredelan terhadap Pameran Tunggal Yos Suprapto bertajuk “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan“ yang terjadi dalam dua hari terakhir. Pembredelan ini diduga kuat terkait dengan muatan kritik sosial dalam karya seni yang dipamerkan.
Dalam siaran pers Nomor 492/RILIS-LBH/XII/2024, LBH Jakarta menyebutkan bahwa pembredelan tersebut adalah bentuk pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai instrumen hak asasi manusia internasional. “Permintaan untuk menurunkan lima karya seni rupa dan penundaan pameran ini adalah bentuk represi terhadap ekspresi seni. Ini melanggar hak kebebasan berekspresi yang diatur dalam Pasal 28E ayat (2) dan (3) UUD 1945,” ujar perwakilan LBH Jakarta dalam keterangan resmi.
Menurut LBH Jakarta, pembatasan kebebasan berpendapat dan berekspresi hanya dapat dilakukan berdasarkan syarat-syarat ketat sesuai hukum internasional, seperti yang tercantum dalam Pasal 19 ayat (3) Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Namun, dalam kasus ini, pihak Galeri Nasional tidak memberikan alasan rasional atas pelarangan tersebut.
Fakta lain yang diungkap LBH Jakarta adalah adanya peran aktif negara dalam pelanggaran ini. Direktur Galeri Nasional, yang berada di bawah Kementerian Kebudayaan, disebut melakukan pembredelan atas arahan Wakil Menteri Kebudayaan. Salah satu karya seni Yos Suprapto dianggap kontroversial karena ditafsirkan sebagai kritik terhadap sosok Presiden Joko Widodo. “Hal ini menunjukkan kegagalan struktur pemerintahan dalam menjamin kebebasan berekspresi dan kebebasan akademik,” lanjut pernyataan LBH Jakarta.
LBH Jakarta juga menilai tindakan ini sebagai kemunduran demokrasi di Indonesia. “Karya seni Yos Suprapto adalah hasil penelitian ilmiah tentang kondisi kultur pertanian di Indonesia. Pelarangan ini merupakan preseden buruk bagi kebebasan akademik dan demokrasi,” tegas LBH.
Selain itu, pembredelan ini mengakibatkan kerugian materiil bagi Yos Suprapto sebagai seniman. LBH Jakarta mendesak pemerintah memberikan pemulihan yang efektif dan ganti rugi kepada korban.
Sebagai respons atas pelanggaran ini, LBH Jakarta menyampaikan dua tuntutan utama:
- Presiden, Menteri Kebudayaan, Kepala Museum dan Cagar Budaya, serta Direktur Galeri Nasional Indonesia diminta segera membuka kembali pameran seni Yos Suprapto.
- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) diharapkan segera melakukan pemantauan dan penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM dalam kasus ini.
“Pemerintah harus bertindak demokratis dan memenuhi kewajibannya untuk melindungi kebebasan berekspresi. Ini bukan hanya masalah seni, tetapi juga hak asasi manusia,” tutup pernyataan LBH Jakarta. Pembredelan ini menjadi peringatan bagi publik tentang ancaman terhadap kebebasan berekspresi di Indonesia, terutama dalam konteks seni dan kritik sosial.