Warga Pulau Pari Tuntut Pemimpin Jakarta Baru Berpihak pada Lingkungan dan Keadilan Sosial
Berita Baru, Jakarta – Menjelang pemilihan kepala daerah di Jakarta, isu lingkungan dan tata kota semakin mengemuka. Debat ketiga yang akan diselenggarakan pada 17 November 2024 mendatang dengan tema lingkungan dan tata kota mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan.
Komite Keadilan Perkotaan (KKP) bersama Komunitas Betawi dan warga Pulau Pari menggelar aksi damai kreatif dengan membentangkan banner raksasa di Pantai Perawan, Pulau Pari, sebagai bentuk protes terhadap dampak buruk pengembangan pulau yang tidak adil.
Pulau Pari, yang terletak hanya 35 km dari daratan Jakarta, merupakan salah satu kawasan yang paling merasakan dampak krisis iklim dan pengembangan yang eksploitatif. Pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan Pulau Tengah dan Kudus Karang dinilai semena-mena karena melibatkan reklamasi, pengerukan laut dangkal, dan perusakan mangrove. Praktik-praktik tersebut tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga menimbulkan masalah sosial dan ekonomi bagi warga Pulau Pari.
Asmania, salah satu warga Pulau Pari, menyatakan konflik yang ada di Pulau Pari sudah terjadi bertahun-tahun lamanya.
“Kami ingin, kepala daerah di masa mendatang dapat menyelesaikan konflik ini dan memberi kesempatan kepada warga untuk mengelola langsung pulau dan laut kami,” seperti dikutip dari rilis resmi Greenpeace, Kamis (14/11/2024).
Roni dari Rembuk Pulihkan Jakarta menambahkan, “Pembangunan yang semena-mena di Pulau Pari harus dihentikan. Pemimpin Jakarta selanjutnya harus mampu melibatkan warga dalam proses pembangunan yang adil, berkelanjutan, dan menghormati hak masyarakat untuk menentukan masa depan mereka secara bebas.”
Selain masalah lingkungan, dampak krisis iklim terhadap ekonomi dan kesehatan juga menjadi perhatian utama. Nelayan ikan dan kerang di Pulau Pari kini kehilangan pendapatan akibat kerusakan ekosistem laut. Selain itu, wilayah pesisir Jakarta utara terus menghadapi ancaman banjir rob, yang menggerus permukiman warga dan memperburuk kualitas udara yang memengaruhi kesehatan masyarakat.
Pemerintah daerah yang akan datang diharapkan mampu merumuskan strategi penanganan dampak krisis iklim dan kerusakan lingkungan yang komprehensif, terutama mengingat Jakarta tidak lagi berstatus sebagai ibu kota negara. Dalam hal ini, pemimpin daerah Jakarta akan menjadi sorotan publik terkait tata kelola kota global, termasuk dalam mengatasi permasalahan lingkungan.
Warga Pulau Pari dan komunitas lainnya di Jakarta juga menggarisbawahi pentingnya keamanan bermukim sebagai syarat utama peningkatan kesejahteraan. Banyak warga yang tinggal di kampung kota, termasuk Pulau Pari, tidak memiliki akses terhadap infrastruktur dasar seperti saluran drainase, akses air bersih, dan tempat perlindungan bencana. Kondisi ini semakin memperparah kerentanan mereka dalam menghadapi bencana alam dan perubahan iklim.
Sebagai bentuk tuntutan kepada pemimpin daerah selanjutnya, Komite Keadilan Perkotaan mengajukan delapan poin penting, yang meliputi pemulihan lingkungan dan ketahanan iklim, penyelesaian konflik ruang hidup, pencabutan kebijakan yang merusak lingkungan, dan memastikan keadilan akses terhadap pelayanan publik.
Warga berharap tuntutan ini dapat diakomodasi oleh pemimpin baru yang memiliki komitmen kuat terhadap pemulihan lingkungan yang berkelanjutan dan penegakan keadilan sosial di Jakarta.